Yanti mengangguk. “Ya. Kamu juga tertawa dan bertingkah aneh. Kamu mengoceh terus dan tak bisa berhenti. Sampai akhirnya Pak Andra menghampiri kamu. Dan kamu tebak apa yang dia lakukan setelah itu?” tanya Yanti. Membuat wajah Alana menatap horror padanya sambil menggeleng tidak tahu.
“Pak Andra langsung meraup bibir kamu. Dia menciumi kamu di hadapan semua tamu yang hadir. Dan hal itu membuat semua orang terkejut, Alana!”
“Apa?” spontan Alana menyentuh bibirnya. Benaknya mencoba mengingat dengan apa yang sudah terjadi semalam. Tapi nihil. Kepala Alana justru malah merasa pusing. Dan Alana sama sekali tidak bisa mengingatnya.
“Aku tidak percaya kalau Pak Andra berani melakukan hal itu di depan umum. Dia seorang yang sangat menjaga kehormatan perusahaan. Jadi mustahil kalau dia menciumku! Kamu pasti berbohong, Yanti!” tuduh Alana.
“Jadi kamu masih belum percaya? Hemm.. baiklah. Kalau begitu lihat v
Alana memutuskan untuk pulang dengan memesan gojek. Tapi ketika gojek itu melewati sebuah gerobak yang sangat familiar bagi Alana. Seketika saja Alana meminta untuk diturunkan di sana.“Loh, bukannya rumahnya masih di depan ya, Mbak?” tanya tukang gojek itu sambil menatap Alana dengan terheran-heran.Alana mengangguk, tapi tangannya mengangsurkan selembar uang pada tukang gojek itu sambil tersenyum tipis.“Iya. Tapi aku turun di sini saja, Pak. Aku ingat mau membeli sesuatu dulu. Lagipula jarak ke rumahku sudah dekat. Terimakasih ya Pak,” sahut Alana menjelaskan.Dan tukang gojek itu langsung mengangguk dan tersenyum ramah pada Alana. Dimasukannya uang yang tadi Alana berikan ke dalam saku jaketnya. Lalu kemudian tukang gojek itu berlalu pergi dengan motornya.“Hah, melihat gerobak nasi goreng Mang Karim membuat aku jadi teringat dengan Rehan. Rehan pasti akan senang kalau aku pulang membawa nasi goreng kesukaann
“Diam! Berhenti berteriak atau kami akan membunuhmu saat ini juga!” lelaki yang satunya mengancam Alana dengan melemparkan tatapan tajamnya. Nada suaranya kini terdengar menyeramkan dan membuat tubuh Alana bergetar. Alana mencoba memberontak dan melawan. Tapi kedua lelaki itu makin menyeretnya kearah gang yang lebih gelap. Mungkin agar tak ada orang yang bisa melihat aksi mereka.“Haha.. kita pesta malam ini. Cepat, Ben. Rekam videonya sekarang! Seperti yang disuruh oleh boss kita!” suruh lelaki itu pada temannya yang langsung mengangguk dan mengeluarkan sebuah ponsel dari dalam saku celana.Dengan mulut yang masih dibekap, Alana menggeleng histeris saat lelaki yang bernama Ben itu mulai merekamnya dengan kamera ponsel.“Ayo, Toni. Cepat lecehkan wanita itu sekarang. Kali ini aku yang akan memvideokan. Tapi nanti giliranku ya. Hahaha..” kata lelaki bernama Ben itu lalu tertawa.Alana melebarkan matanya. Lalu menggigit t
Sambil meremas tas selempang miliknya, Alana menaikan pandangannya menatap Andra yang saat ini wajah tampannya hanya tersorot oleh sinar bulan.“Aku akan pulang. Sekali lagi terimakasih telah menyelamatkanku,” kata Alana dan ia hendak pergi dari hadapan Andra.Namun baru saja Alana melangkahkan kaki kanannya, tangan Andra yang keras sudah menahannya.“Tunggu! Tadi aku melihat dua bungkus nasi goreng yang sudah tergeletak di tanah. Itu pasti punyamu, ‘kan?” tanya Andra yang membuat Alana kembali menoleh padanya. Lantas Alana menganggukan kepala.“Iya. Aku memang menjatuhkannya saat kedua orang tadi menyeretku dengan paksa.”“Kalau begitu ayo.. ikut denganku sekarang!” ajak Andra yang melangkahkan kakinya sambil menarik tangan Alana yang wajahnya berkerut bingung.“Ikut ke mana?” tanya Alana bingung.“Ke warungnya Mang Karim. Kita pesan lagi dua bu
Rehan pun ikut penasaran sepertinya. Sebab bocah kecil itu mengangkat wajahnya dari piring nasi goreng, lantas menatap Alana yang masih tergugu di tempat duduknya.“Iya. Mama habis makan dengan siapa?” tanya Rehan.“Kenapa diam, Alana? Ibu sedang bertanya sama kamu!” kali ini suara Winarti terdengar lebih tegas. Dan Alana sepertinya memang harus mengatakan yang sebenarnya. Karena ia sudah banyak berbohong pada Winarti.“Dengan bossku, Bu,” jawaban Alana membuat bola mata Winarti melebar. Kenapa? Sebab Winarti tahu betul siapa boss yang Alana maksud.Atasan Alana hanya Andra. Jadi tadi Alana habis makan malam dengan Andra di warung nasi goreng?“Kami tidak sengaja bertemu. Jadi kami makan bersama di sana.” Alana cepat mengatakan itu agar ibunya tak berpikir yang macam-macam.Ya. Karena Alana memang tak sengaja bertemu dengan Andra tadi. Bahkan, dengan ketidaksengajaan itu, Andra samp
Dan benar saja. Suara ketukan pintu langsung terdengar dari luar. Disusul suara Arwen yang berseru memanggil-manggil nama Sherly.“Sherly! Sayang. Boleh Papa masuk?” tanya Arwen dari luar sana.Sherly merapatkan selimutnya dan segera memasang wajah lesu. “Masuk aja, Pa. Pintunya tidak dikunci kok.” suara Sherly kini terdengar parau. Dan tak menunggu lama, pintu kamar Sherly terbuka, kemudian wajah tua Arwen muncul setelahnya. “Sherly. Ada seseorang yang datang untuk menjengukmu,” kata Arwen memberitahu.“Siapa Pa?” Sherly bersandiwara. Padahal ia sudah tahu jika yang datang adalah Andra.“Andra. Ayo masuk.” Andra mengangguk saat Arwen mempersilakannya untuk masuk ke dalam kamar Sherly. “Andra? Mau apa dia ke sini, Pa?” tanya Sherly pura-pura memasang wajah terkejut. Ia juga menjalankan sandiwaranya dengan marah pada Andra.“Andra datang untuk menjenguk kamu. Lihat, dia juga bawakan buah untuk kamu sayang. Sekarang kalian ngobrol saja berdua ya. Sherly! Sambut Andra dengan baik. Pa
Alana sedang duduk makan siang di pantry kantor. Hanya ada Yanti di sana yang sedang istirahat. Yanti baru saja selesai mengantarkan kopi ke ruangan manager. “Makanmu sedikit sekali, Alana. Kamu diet ya?” tanya Yanti melirik pada piring Alana. Kemudian ikut duduk dan ia sendiri membawa secangkir teh untuknya. “Tidak. Aku tidak sedang diet. Hanya saja aku sedang tidak berselera untuk makan.” Alana menggeleng pelan.“Kemarin-kemarin makanmu juga sedikit begini. Aku pikir kamu sengaja ingin menguruskan badan. Padahal badanmu sudah kurus, Alana.” Benar apa yang dikatakan oleh Yanti. Akhir-akhir ini Alana memang selalu makan dengan porsi yang sedikit. Entah mengapa selera makannya hilang. Apalagi tubuhnya sering merasa lemas dan tak jarang kepalanya pun akan merasa pusing.Seperti saat ini, Alana memijit pelan keningnya saat rasa pening mulai menyiksanya.“Kamu kenap
Dituntunnya Rehan untuk duduk di pinggir tempat tidur. Alana menyibak rambut bocah kecil itu dengan lembut.“Mama memang habis menangis. Tapi Mama menangis karena kepala Mama sedikit pusing. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan, Rehan. Mama baik-baik saja kok. Kamu lihat sendiri ‘kan, Mama sudah tidak menangis lagi sekarang,” kata Alana mencoba melemparkan senyum manisnya pada Rehan.Akan tetapi raut wajah Rehan masih saja terlihat mengerut. Bocah kecil itu merasa ada yang aneh dengan Alana.“Jadi Mama hanya pusing?” tanya Rehan.“Iya, sayang. Mama hanya pusing,” jawab Alana berdusta.“Jadi itu alasannya kenapa hari ini Mama pulangnya cepat? Boss Mama menyuruh Mama istirahat ya?” tanya Rehan lagi.Alana mengangguk mengiyakan.“Iya. Katanya Mama harus banyak istirahat biar cepat sembuh.”“Mau kepalanya Rehan pijitin, Ma? Biar pusingnya hilang
“Ini hasil labnya,” kata Dokter Fery sambil menyodorkan sebuah map pada Andra.Kini Andra telah duduk di depan Dokter Fery. Benar apa yang diduga oleh Sherly, kalau Andra pasti masih belum percaya tentang penyakitnya jika belum melihat bukti dengan mata kepalanya sendiri.“Jadi benar, kalau Sherly memang mengidap kanker darah?” tanya Andra mengangkat kepalanya dari hasil lab itu, dan matanya menatap lurus pada bola mata Dokter Fery yang langsung mengangguk.“Iya. Memang benar. Sherly menderita kanker darah. Dan sekarang sudah stadium akhir. Sisa hidupnya mungkin tidak akan lama lagi. Sejatinya umur manusia memang hanya ditentukan oleh Tuhan. Tetapi aku hanya menyampaikan dalam sisi medisnya,” jelas Dokter Fery.Andra kini kembali menatap pada hasil lab yang masih ia pegang. Giginya mengeletuk dan Andra memaki dalam hati.‘Jadi sakitnya Sherly itu bukanlah sandiwara. Wanita itu benar-benar mender