“Papa! Papa akan pulang? Papa kenapa tidak menginap di sini saja? ‘Kan kemarin Rehan dan Mama juga menginap di rumah Papa.” Rehan bertanya sambil mendongkakan kepalanya pada Andra.
Setelah selesai makan siang, Andra menemani Rehan di kamarnya dan mereka baringan bersama di atas tempat tidur. Rehan meletakannya kepalanya di atas dada—Andra yang bidang dan lebar. Sementara Andra sendiri melipat kedua tangannya di bawah kepala sebagai bantal.Menjawab pertanyaan Rehan, Andra menggelengkan kepalanya. “Papa tidak bisa menginap di sini, Rehan. Walaupun sebenarnya Papa juga ingin. Tapi tidak apa. Tidak akan lama lagi, kita akan tinggal bersama dan pindah ke rumah Papa. Jadi kita akan sering-sering bertemu setiap hari,” ucap Andra menggerakann sebelah tangannya untuk mengusap lengan Rehan.“Yah, padahal Rehan ingin sekali Papa menginap di sini. Tidur dengan Rehan dan Mama,” seru Rehan dengan wajah cemberut. Kin“Mama tahu ‘kan, bagaimana sikap Rehan padaku? Dia selalu ceria saat melihatku. Atau pun saat berbicara denganku lewat telpon. Tapi sekarang aku merasa kehilangan semua itu. Karena beberapa hari ini, setiap kali aku menelpon Rehan, dia terlihat tak seantusias biasanya. Bahkan, kami akan berbincang-bincang sebentar saja. Dan kemarin aku mencoba menghubunginya lewat video call. Tapi aku sama sekali tidak melihat raut bersemangat dari wajahnya. Rehan tampak biasa saja. Dia hanya menyapaku beberapa saat. Kemudian kami akan mengakhiri percakapan kami,” papar Danu.“Dan aku merasa ada yang hilang dari Rehan. Dia tidak seperti Rehanku. Rehan yang aku kenal, selalu menanyakanku, selalu menceritakan tentang semua yang ia jalani hari ini. Lalu dia juga akan bertanya berulang-ulang, kapan Ayah kembali mengunjungi aku dan Mama Alana? Biasanya dia selalu menanyakan itu. Tapi belakangan ini aku tidak mendengarnya dari mulut Rehan. Aku juga tidak mendengar lagi cerita tentang kesehariannya di sekol
Danu cepat mengusap wajahnya yang terasa memerah, sebisa mungkin ia mengukir senyumnya pada Rehan.“Rehan!” Danu mendekat. Sementara Andra dan Alana saling pandang satu sama lain. Mereka tentu tampak terkejut dengan kedatangan Danu yang tiba-tiba.“Ayah kenapa tidak bilang kalau ayah mau datang ke sini?” tanya Rehan yang turun dari pangkuan Andra. Tapi ia hanya berdiri tanpa langsung memeluk Danu seperti yang biasa ia lakukan.‘Kenapa Rehan tidak langsung memelukku? Dia tidak terlihat sangat gembira seperti biasanya. Hatiku merasa sakit melihat Rehan yang tampak dekat dengan Andra. Meskipun Andra adalah Papa kandung Rehan. Tapi aku tetap tidak suka. Karena Rehan terbiasa dekat denganku! Ayahnya!’ desah Danu dalam hati.“Emh.. ayah sengaja tidak memberitahumu. Karena ayah mau memberikan kejutan. Makanya ayah datang tiba-tiba,” seru Danu sambil tersenyum pada Rehan.Tapi Danu sedikit melarikan pandangannya pada Andra yang kini sudah berdiri menjulang di hadapannya. Danu menatap tidak su
“Loh, kenapa memangnya? Aku juga senang melakukannya.” Danu mengangkat bahunya.Tapi celetukan Rehan lagi-lagi berhasil membungkam mulut Danu. Dan berhasil memudarkan senyum tipis yang terukir di wajah Danu.“Karena kemarin Rehan, Mama sama Papa juga sudah beli banyak sekali perlengkapan untuk adik bayi, Yah,” seru Rehan. Danu mengernyitkan alisnya. Dan kini ia menelan ludahnya susah payah sambil menatap kearah Rehan.“Be-benarkah?” tanya Danu tak percaya. Jika ternyata ia telah kalah lebih dulu.Rehan langsung mengangguk dengan pasti.“Iya, Ayah. Kemarin Papa yang ajak kami pergi ke mall. Terus kita beli banyaaak sekali baju, sepatu, bando, pokoknya semuanya yang lucu-lucu dan berwarna pink. Papa bilang, untuk menyambut kelahiran adik bayi, kita harus mempersiapkan semuanya dengan sangat spesial. Bahkan Papa juga sudah siapkan box tidur untuk adik bayiku. Dan sekarang boxnya sudah ditaruh di rumah Papa,” lanjut Rehan. Dan perkataannya itu sukses membuat bola mata Danu membeliak leba
Setelah menghabiskan waktu dengan mengobrol dari hati ke hati bersama dengan Winarti di dapur. Kini Danu dan Winarti sama-sama keluar dan mereka berjalan menuju ke ruang tamu. Dimana di sana ada Andra dan Alana yang sedang duduk berdua. Sementara Rehan sudah tidak ada di sana. Mungkin Rehan sedang ke kamarnya.“Alana. Maaf. Tapi sepertinya aku harus pulang sekarang. Aku akan kembali ke Jogja,” ucap Danu pada Alana.Dan mendengar itu, Alana tampak terkejut. Ia dan Andra bangkit berdiri dan menatap Danu dengan alis yang terangkat.“Pulang? Tapi kenapa secepat itu? Kamu buru-buru sekali, Danu. Kamu baru saja sampai di sini. Tapi kenapa kamu sudah mau pulang lagi?” tanya Alana dengan heran. Tapi Danu mencoba untuk tetap menyunggingkan senyumnya pada Alana. Danu tak mau menunjukan wajah sedihnya di hadapan Alana. Ia lelaki yang kuat. Ya. Alana harus tahu bahwa Danu adalah lelaki yang kuat melihat kebahagiaannya dengan Andra.“Aku memang berniat mengunjungi kalian hanya sebentar. Tadin
‘Hallo?’ “Selamat pagi, calon istriku!” sapa Andra pada Alana melalui sambungan telpon.Andra tengah duduk di balik meja kerjanya. Tapi tiba-tiba saja ia merasa rindu dengan Alana hingga akhirnya memutuskan untuk menjeda pekerjaannya sejenak, kemudian menelpon wanita itu.‘Selamat pagi! Kenapa kamu menelponku. Padahal kita baru saja bertemu sebelum kamu berangkat ke kantor,’ ucap Alana dan membuat Andra menyunggingkan senyum lebarnya.Ya. Sebelum berangkat ke kantor, Andra memang ke rumah Alana dulu untuk mengantar Rehan ke sekolah. Tapi yang namanya rindu, meski baru bertemu pun, tetap saja rindu.“Aku cuman mau bertanya. Apa kamu sudah minum susu hamilmu pagi ini?” tanya Andra mencari alasan. Padahal ia hanya ingin mendengar suara Alana saja.Andra sendiri tahu. Kalau Alana pasti tidak akan melewatkan asupan gizi untuk calon bayi mereka.‘Sudah. Aku baru saja selesai menghab
Menghentikan mobilnya di pelataran rumah, Andra langsung disambut ramah oleh satpamnya yang membukakan pintu.“Selamat malam, Tuan!” sapa satpam itu dan Andra menganggukan kepalanya sambil melempar senyum.Lalu tungkai panjangnya kini berjalan memasuki rumah. Tiba di kamarnya, Andra langsung melepas jas yang sejak pagi menempel di tubuhnya. Lantas Andra melempar jas itu ke dalam keranjang cucian.Tok! Tok! Tok!Suara ketukan pintu terdengar.“Siapa?” seru Andra sambil membuka kancing kemeja bagian atasnya satu per satu.“Ini Mama, Ndra! Boleh Mama masuk?” tanya Nita dari balik pintu.Andra menoleh sejenak lalu berkata. “Masuk saja, Ma! Aku tidak mengunci pintunya kok,” kata Andra sambil melempar kemejanya juga ke keranjang cucian. Menyisakan hanya kaos dalam berwarna putih yang membalut tubuh kekarnya.KLEK!Daun pintu terbuka perlahan, dan Nita masuk ke dalamnya sambil membawa sebuah nampan
Rehan hanya mengangguk-angguk kecil. Ia memang belum pernah bertemu dengan kakeknya. Dan kini tangan Andra sudah melingkupi tangannya. Kemudian menuntunnya untuk berjalan menuju makam Darma.Alana sendiri berjalan di sebelah Andra. Ia juga baru pertama kali datang ke makam ini.Langkah kaki mereka berhenti tepat di depan sebuah makam yang bertuliskan nama Darma Wijaya.“Selamat pagi, Pa. Dulu sebelum Papa menghembuskan napas untuk yang terakhir kalinya, Papa sempat mengatakan. Apakah cucu Papa masih hidup atau tidak? Dan dia sudah sebesar apa? Papa sangat ingin bertemu dengannya dan meminta maaf padanya ‘kan?” ucap Andra yang mengulang kembali apa yang pernah Darma katakan sebelum ia tutup usia.Darma memang ingin sekali tahu tentang keadaan cucunya yang dikandung Alana. Pernah menyuruh Alana untuk menggugurkannya, membuat Darma merasa terpukul dan menyesal. Hingga Darma berharap kalau cucunya itu masih hidup dan tumbuh dengan sehat.
“Bukan, Om. Papa itu pasti sedang gugup. Karena sebentar lagi Mama akan datang dengan nenek.” Rehan menjawab. Dan tak lama kemudian, manik mata Andra terkunci pada tiga orang wanita yang berjalan menuju ke arahnya.Pandangan Andra tertaut pada wanita yang berada di tengah-tengah. Yaitu Alana.‘Alana? Itu Alana? Dia Alana-ku ‘kan? Dia terlihat sangat cantik.’ Andra sampai lupa untuk berkedip. Ia fokus menatap Alana sembari terus memuji kecantikan wanita itu di dalam hati.Hingga Alana tiba di dekatnya. Dan mereka duduk bersanding. Sebuah kerudung menutup kepala mereka bersamaan.Saat itu, Andra menarik napasnya pelan dan ia mulai melakukan prosesi ijab kabul. Semua yang ada di sana tersenyum bahagia, ketika ijab kabul itu terucap dengan lancar dari bibir Andra.Nita sampai menyeka air di sudut matanya. Setelah berdoa, Andra dan Alana berdiri dan mereka saling memasangkan cincin. Setelah itu. Ke