Seperti janjinya dengan Hana, sore ini Daffin mengurus istrinya dan memandikannya. Pekerjaan ini terasa begitu sangat menyiksanya. Setiap kali memandikan hingga selesai, memasangkan pakaian, pria itu harus menahan nafasnya dan mengendalikan hasrat di dirinya. Mendapatkan perhatian yang seperti ini dari suaminya, membuat Hana merasa disayang. Meskipun sampai detik ini, dirinya tidak bisa membaca raut wajah Daffin yang penuh misteri menurutnya. Posisinya hanya sebagai pengganti. Apa yang dikatakan suaminya di saat hari pertama pernikahannya, masih terkonsep jelas dibenak kepalanya. Tiap kata yang didengarnya, tidak pernah dilupakannya. Ia tidak ingin memiliki rasa cinta untuk Daffin. Agar nanti, bila waktunya disuruh untuk pergi ataupun waktunya untuk ditinggalkan, ia tidak terluka lebih dalam lagi, karena cinta yang dimilikinya. "Ini karena dia takut sama mama dan juga papa, kemudian juga dia pasti hanya sekedar sandiwara. Ayolah Hana, jangan senang dulu. Yakinlah, dia hanya berpu
"Itu namanya tipu-tipu dong."Daffin memandang istrinya dengan mengerutkan keningnya. Iya kemudian menganggukkan kepalanya. "Ia benar juga," ucapnya yang tidak menyalakan ucapan istrinya."Tuh kan, kenapa nggak ditulis aja 13 nya daripada main tipu-tipu.""Angka 13 itu, di identik dengan angka yang tidak baik. Karena itu, setiap kali gedung-gedung yang tinggi dan banyak lantai, menghindari angka 13. Biasanya mereka akan membuat lantai 13, menjadi gudang tempat penyimpanan barang-barang yang tidak dipakai. Atau tempat yang memang tidak difungsikan untuk umum. Jadi karena itu, lantai 13 kadang dibuat gudang. Terkadang tidak dibuat angka 13 tapi 14." Daffin menjelaskan dengan sabar.Hana memandang Daffin dan kemudian menganggukkan kepalanya. Ia berjalan bersama dengan suaminya menuju taman depan rumah sakit. Daffin terus memegang pinggangnya meskipun sebenarnya ia tidak perlu diperlakukan seperti ini ketika berjalan."Nanti bila sudah sehat apa mau jalan-jalan?" tanya Daffin.Hana mengg
"Jangan bohong, Daffin pasti yang melakukan ini. Dia pasti melakukan kekerasan terhadapnya Hana. Cerita dengan mama nak, tidak usah takut." Susi semakin marah dan mengeraskan suaranya ketika mendengar pengakuan dari Hana. Hana diam memandang wajah mama tirinya. "Bila tujuan Anda datang ke sini untuk buat keributan silakan keluar." Mita marah. Sebenarnya bisa saja ia meminta agar pengawal pribadi yang berjaga di luar menyeret wanita itu keluar dari kamar menantunya, namun Mita masih ingin melihat apa sebenarnya tujuan Susi datang ke sini. Mendengar ancaman dari Mita membuat nyali Susi, sedikit menciut. Ia duduk di tepi tempat tidur Hana. "Cerita sama mama. Mama akan memberikan keadilan untuk Hana. Hana jangan takut untuk mengatakannya. Susi menangis dan memeluk Hana. Ia menunjukkan bahwa dirinya sangat terpukul dengan peristiwa yang menimpa anak tirinya.Mita hanya diam, memandang wanita yang merupakan mama tiri Hana. Ia tetap berdiri di samping tempat tidur, untuk memantau dan mende
Wajah Susi memuncak ketika melihat kemarahan Mita. Ia tidak menyangka wanita yang bertubuh langsing itu memiliki tenaga yang kuat"Maaf, saya khilaf, maaf. Saya terlalu emosi." "Khilaf kau bilang." Mita kembali menampar wajah Susi dengan keras. Ditariknya rambut wanita itu dengan keras, hingga terdengar suara hentakan dari kulit kepala Susi. "Tolong lepaskan mbak, saya tahu saya salah." Susi sangat kesakitan. Bisa saja ia melawan Mita namun Susi sangat tidak berani, mengingat di depan kamar Hana ada beberapa orang pengawal yang menjaga. Ia tidak mengerti, mengapa pengawal pribadi itu membiarkan dirinya untuk masuk. Dengan bersusah payah, Susi menahan dirinya. Ia hanya bisa pasrah dan menerima serangan yang dilakukan mama mertua Hana kepadanya. Ia harus bisa menahan dirinya, agar hubungannya dengan Hana nanti semakin menjauh. Saat ini dirinya sangat membutuhkan bantuan dari anak tirinya."Seenak-enaknya kau minta maaf setelah kau menampar menantu." Mita kembali mendaratkan tangann
Hana menggelengkan kepalanya. "Aku mana ada uang ma. Aku aja datang ke sini nggak apa-apa. Tangan aku juga seperti ini, gak bisa pegang apa-apa," jelas Hana. "Jadi bagaimana Mama pulang nak, Mama benar-benar enggak ada uang. Jangankan untuk ongkos, untuk makan juga nggak ada. Kakak, kamu nggak pulang-pulang. Dia juga nggak ada ngasih kabar, dia juga nggak ada dikirimin Mama uang sejak dia pergi." Susi sudah tidak punya uang sama sekali. Bahkan untuk makan, juga tidak ada. Berliana seakan tidak mengingatnya lagi."Ya, aku nggak tahu lah, mama pulang jalan kaki saja." Hana berkata dengan kejam. Ia memang tidak memiliki uang untuk diberikan kepada Mama tirinya."Nak jangan kejam gini dong nak. Mama datang ke sini kan untuk jenguk kamu.""Jenguk aku atau cari uang?" Susi diam dan menelan air ludahnya yang terasa anyir."Hati aku terlanjur sakit mama buat. Jadi sekarang aku sudah tidak ingin lagi, lihat mama, pergilah." Hana mengusir. "Hana kamu jangan seperti ini dengan Mama. Kamu apa t
Pagi ini, Hana begitu sangat senang, ketika dokter mengatakan tangannya tidak perlu lagi memakai gendongan.Daffin tersenyum dan mengusap kepala istrinya. Melihat tangan Hana yang sudah dalam proses penyembuhan seperti ini, membuat hatinya merasa sedikit lega."Apa tangan sudah boleh digerakkan ini dok?" Hana tersenyum memandang tangannya. "Sekarang tangannya sudah boleh digerakkan, hanya saja tidak boleh mengangkat benda-benda yang berat. Hindari menggerakkan tangan secara cepat seperti memutar." Dokter Irwan menjelaskan dengan tersenyum."Apa saya saya sudah boleh mengetik pakai laptop?" Hana tersenyum penuh rasa bahagia. "Sudah namun bila tangan terasa lelah, istirahatkan. Jangan dipaksa bekerja menggunakan tangan dalam durasi waktu yang lama. Mengingat tangan ibu Hana, baru saja sembuh. Namun di sini, kata sembuhnya bertahap, tidak langsung sembuh langsung begitu saja jelas," dokter Irwan.Senangnya hati Hana, ketika mendengar ucapan dokter yang sudah berjasa membantu penyembuh
"Aku akan pagi ke kantor pagi, jadi pagi-pagi mama baru datang ke sini lagi." Daffin mencoba untuk membujuk."Ya sudahlah, Mama juga sudah lama nggak pulang ke rumah, jadi mau periksa rumah juga." Mita akhirnya mengalah.Mendengar apa yang dikatakan Mama, membuat Daffin merasa sangat senang. Akhirnya dirinya bisa memiliki waktu bersama dengan istrinya."Apa mama dan papa mau langsung pulang, sekarang?" Daffin senyum."Ngusir kamu?" tanya Surya."Enggak sih, pa." Daffin tersenyum nyengir."Hana lagi tidur, kalau mama pulang sekarang, nanti takutnya gitu dia bangun malah cariin Mama," ucap Mita."Nanti bisa aku kasih tahu Hana, ma." Davin berdoa di dalam hatinya agar mamanya mau mendengar bujukannya."Ya udah kalau gitu, nanti kalau ada apa-apa, Kasih tahu mama, mama akan datang ke sini.""Iya ma." Daffin yang begitu sangat senang. Akhirnya, ia bisa juga berduaan dengan istrinya.Setelah Hana melakukan terapi tangannya, Hana merasa kelelaihan dan baru tertidur. Karena itu, Mita tidak
Daffin menelan air ludahnya dan menuruti perintah yang diberikan istrinya. "Kalau seperti ini ceritanya, gimana mau mandi berdua." Daffin berkata dalam hati sambil memandang ke arah dinding. Senyum mengembang di bibirnya, ketika melihat istrinya yang sudah mulai berani untuk menyatakan keinginannya dan memperlihatkan sifatnya yang ternyata manja dan malu-malu. "Abang sudah." Hana berkata setelah memakai kembali celananya.Daffin tersenyum dan membalikkan badannya. Dengan cepat dibukanya baju serta celananya. "Kita mandi?" Daffin tersenyum.Hana menggelengkan kepalanya. "Hana mau mandi sendiri aja, Abang tunggu di luar. Nanti kalau sudah selesai, Abang baru mandi, kita gantian." Hana tersenyum manis.Daffin diam memandang senyum manis istrinya yang memperlihatkan deretan gigi putih nan rapi tersebut. "Tadi katanya mandi berdua." Pria itu mengingatkan istrinya. "Hana berubah pikiran, Hana mau mandi sendiri aja."Daffin diam mendengar ucapan istrinya. Semangat yang tadi menggebu-gebuk