"Tentu." Daffin tersenyum."Apa nggak dikejar security?" Hana memandang wajah suaminya dengan serius."Nggak," jawab Daffin. "Apa beneran boleh keluar dari rumah sakit?" Hana kembali bertanya dengan ekspresi wajah, tidak percaya."Iya boleh, mau nggak makan di luar?" Daffin kembali menawarkan. Rumah sakit ini, sudah seperti hotel baginya. Yang mana mereka hanya tidur saja di sini dan sekali-sekali perawat dan dokter akan datang memeriksa.Dengan cepat Hana menganggukkan kepalanya. "Hana ganti baju dulu ya.""Iya, mau dibantuin?" Daffin menawarkan jasa."Bisa sendiri." Hana mengejek dengan menjulurkan lidahnya.Melihat sikap istrinya seperti ini membuat dirinya gema sendiri. "Udah berani ya," ucapnya.Hana menelan air ludahnya dan menggelengkan kepalanya. Daffin menatap istrinya tanpa berkata apa-apa. Hana hanya diam tanpa mampu berkata apa-apa lagi. Dadanya tiba-tiba saja terasa sesak dan sulit untuk bernafas, ketika melihat cara suaminya menatapnya. "Abang maaf ya, Hana hanya be
Daffin masuk ke dalam warung makan sambil memegang tangan istrinya. Melihat tempat yang saat ini di kunjunginya membuat dirinya bingung sendiri. Entah mengapa Hana memilih tempat ini. Warung makan ini tidak begitu besar, namun pengunjungnya sangat ramai. Bahkan dirinya bingung untuk memilih tempat duduk.Hana memandang ke dalam warung makan sambil mencari kursi yang kosong. "Abang, kita duduk di sana ya." Ia menunjuk kursi yang kosong di depan meja yang ditempati oleh pasangan suami istri dengan membawa anak."Itu meja ada orangnya," tolak Daffin."Nggak apa-apa, kita makan di sana aja." Hana tersenyum dan menarik tangan suaminya.Daffin hanya diam dan mengikuti kemauan istrinya. "Permisi mbak, apa kursi ini kosong?" Hana tersenyum memandang wanita yang saat ini sedang duduk memangku anaknya."Nggak ada, kosong," jawab wanita satu anak tersebut."Terima kasih ya mbak." Hana tersenyum dan kemudian duduk di kursi plastik tanpa memiliki sandaran tersebut."Abang duduk sini." Hana mene
"Maaf mbak, ini kerjanya dicepetin." Susi sangat kesal di perlakukan seperti ini. Jauh di lubuk hatinya, Ia tidak ingin bekerja seperti ini. Anaknya seorang artis terkenal, tidak selayaknya ia bekerja di warung makan kecil seperti sekarang."Kerjanya yang cepat ya Bu Susi, itu mejanya sudah pada numpuk semua piring-piring kotor." Wanita pemilik warung itu, berkata dengan kesal. "Iya Mbak," jawab Susi dengan wajah yang tidak ikhlas. "Cuman punya warung seperti ini aja sombongnya sudah minta ampun." Susi mengomel dalam hati. Jika seandainya boleh memilih, Susi tidak akan mau bekerja di sini. Gengsi rasanya bila harus bekerja di warung makan kecil seperti ini. Namun, tidak ada tempat yang mau menerimanya bekerja. Apalagi Susi memang tidak memiliki keterampilan apapun sama sekali."Jangan kebanyakan melamun buk." Wanita itu kembali berkata ketika Susi diam melamun. Stres rasanya memiliki pekerja seperti ini, kesalnya."Iya mbak." Susi memasukkan piring kotor yang di atas meja ke dalam bas
Hana berada di dalam kamar rawatnya. Hari ini, mama mertuanya, Akan datang berkunjung siang, karena ada urusan. Sedangkan suaminya, berangkat ke kantor. "Di sini enak, tapi bosan juga." Hana merasa jenuh."Tapi gak bosan kok, di sini ada banyak perawat. Ada mama dan papa yang selalu menemani. Ada pengawal Nia juga, yang selalu menjaga. Lebih seram bila di rumah." Ia kemudian tersenyum. Hatinya merasa sangat senang, setiap kali melihat perubahan sikap suaminya. Hana mengambil ponselnya dan menghubungi pengawalnya yang berjaga di depan pintu kamar."Mbak Nia, bisa tolong masuk sebentar," panggil Hana."Baik mbak Hana," jawab Nia yang kemudian memutuskan sambungan telepon. "Ada apa Mbak Hana?" Nia bertanya ketika sudah masuk ke dalam kamar."Mbak Hana, saya minta tolong belikan rujak." Hana tersenyum. Siang ini, ia begitu sangat ingin makan rujak ulek.Nia diam saat mendengar permintaan dari Hana."Mbak tolongin, pengen banget," Hana sedikit memaksa.Nia memandang Hana dan kemudian t
Wajahnya yang tadi garang, kini memucat ketika melihat sosok yang berdiri di depan pintu. "Daffin." Kakinya gemetar ketakutan, seakan melihat hantu.Hana menangis saat melihat Daffin datang. "Abang, tolong Hana." Ia berkata dengan suara yang lemah. Dengan cepat dilepaskannya tangan anak tirinya dengan kasar, dan mendorongnya. Susi tidak menduga, bahwa Daffin akan pulang secara mendadak. "Hana." Daffin berlari mengejar istrinya. Dengan cepat di peluknya tubuh istrinya yang hampir saja terjatuh. Apa yang sudah dilakukan Susi terhadap istrinya, tidak bisa dibiarkannya begitu saja. Setelah memposisikan Hana, duduk di tepi tempat tidur. Ia akan membuat perhitungan terhadap wanita tua tersebut. "Berani sekali kalau datang ke sini dan memukul istri ku?" Daffin mendorong kuat, tubuh gemuk milik Susi, hingga terjatuh kelantai. Melihat istrinya diperlukan seperti ini, membuatnya sangat marah. Di tatapnya Susi dengan tatapan tajam. "Maafkan mama, Daffin, mama khilaf." Susi ketakutan saat
Setelah mendengar penjelasan dari dokter Lusi, Daffin merasa senang. Namun ada rasa sedih, ketika melihat wajah istrinya saat ini. Diusapnya rambut Hana dan mencium kening wanita tersebut. "Nggak tahu dek, apa yang harus Abang katakan sekarang, Abang benar-benar sangat menyesal dengan apa yang sudah Abang lakukan."Daffin mengusap air matanya dengan menggunakan tangan baju kemejanya. Karena perbuatan yang dilakukannya, kini istrinya harus menderita seperti ini."Untuk sementara tangannya diliburin lagi ya dek. Nanti kalau perlu ngetik skripsi, Abang yang bantu. Adek cukup kasih perintah aja." Daffin mengusap pipi istrinya. Apapun yang saat ini dikatakannya, sudah pasti tidak akan didengar oleh Hana. Namun ia, tetap berbicara sendiri, seakan istrinya mendengar apa yang disampaikannya. Hana harus kembali dirawat secara intensif. Jarum infus, kembali menancap di tangannya. Hidungnya, menempel seleng oksigen, guna membantu pernapasannya.Kini tatapan matanya, mengarah ke perut istrin
Daffin tidak beranjak dari duduknya. Tangannya tidak ada henti-hentinya mengompres bagian pipi Hana yang merah. Dilihatnya pintu kamar yang terbuka dan papanya, masuk kedalam kamar."Daffin, bagaimana kondisi Hana?" Surya memandang putranya. Begitu mendengar kabar tentang Hana, Surya langsung ke rumah sakit."Belum sadar pa, masih harus dirawat lagi, sampai kondisinya membaik," jelas Daffin."Mengapa bisa seperti ini?" Surya melihat kondisi menantunya yang memprihatinkan."Kita ngobrol di sofa aja pa." Daffin meletakkan alat kompres di atas nakas. Ia beranjak dari duduknya dan berjalan menuju sofa.Surya memandang minantunya dan mengusap kepal Hana. "Papa janji nak, ini yang terakhir kalinya, kamu diperlakukan seperti ini dengan keluarga mama tirimu. Setelah ini, dia tidak akan bisa lagi mendekat." Daffin duduk di sofa dan meminum kopinya yang sudah tidak panas. Ia berharap, setelah meminum kopi, pikirannya akan lebih tenang. "Mengapa bisa seperti ini? Bagaimana caranya Susi bisa
Hana terbangun dari tidur panjangnya. Dilihatnya ke tangannya, yang ternyata sudah kembali di gendong dan satu tangan lagi, memakai perbedaan elastis dan diberi penyangga. "Hana sudah bangun?" Mita tersenyum dan mengusap kepala menantu.Hana mengangguk kan kepalanya. "Hana mau duduk," ucapnya."Nggak boleh, harus baring aja. Soalnya kata dokter, untuk sementara waktu ini, Hana tidak boleh bergerak, ataupun duduk.""Iya ma," jawabnya nurut. Bila sakit seperti ini, ia akan menjadi anak yang sangat patuh dan menuruti semua yang diperintahkan oleh Mama mertuanya."Apanya yang terasa sakit?" tanya Mita."Kepala Hana pusing," keluhnya.Mita memijat pelipis kening menantunya. "Tangan gimana rasanya?" "Gak ada rasa, ma.""Oh, mungkin karena efek bius." Mita tersenyum dan terus memijit pelipis kening Hana. Kalau perut, apa masih sakit?" "Sudah tidak, kalau Hana gak boleh gerak, gimana ke kamar mandinya?""Nanti pakai pispot aja, jadi di tampung. Atau mau pakai pempes?"Hana gak mau pakai pe