Pria itu melempar dokumen yang ada di tangannya dengan asal, dia menatap perempuan yang mempunyai paras ayu itu penuh kemurkaan mendalam. "Kamu seharusnya bisa mencegah semuanya! Kamu mau Elvano segera membongkar kedok kita? Jangan bodoh, Mel!" Perempuan yang dipanggil, Mel itu hanya terkekeh serak. Kaki jenjangnya melangkah mendekat pada pria tampan di usianya yang tak lagi muda. "Ayolah, Sayang, kamu pikir aku sebodoh itu untuk melakukan hal yang fatal?" Pria itu mendengkus sinis. "Jangan pernah meremehkan siapapun, Mel. Kia harus tetap waspada!" Perempuan itu tersenyum miring, dia mendudukkan bokongnya seraya menyelipkan rambut di belakang telinga. "Aku mulai mendekati istrinya, perlahan tapi pasti aku akan masuk ke dalam keluarga mereka. Kamu jangan melupakan jika partnermu ini begitu cerdik, sudah berapa tahun kamu mengenalku Aditya, Sayang?" Aditya menipiskan bibirnya. Dia sudah sejauh ini untuk mencapai semuanya. Sifat iri dengkinya pada sang kakak begitu mendarah daging,
Elvano bergegas meminta tolong pada papanya untuk mengurus semuanya, sedangkan pria itu langsung menuju rumah sakit. Dan disinilah dia sekarang, terduduk sembari menunggu kondisi Risa yang sedang ditangani oleh dokter di ruangan ICU.Selang dua jam kemudian, seorang dokter berparas manis keluar. Elvano melangkah menghampiri. "Bagaimana keadaannya?" ucapnya begitu tenang, padahal di kepalanya sibuk memikirkan segala kemungkinan yang ada. "Pasien mengalami cedera leher, dikarenakan hentakan saat kecelakaan mobil bisa menyebabkan ketegangan pada leher. Cedera dapat terjadi akibat peregangan dan robekan pada otot, serta tendon di leher saat kecelakaan." Elvano mengatupkan bibirnya, sedikit banyak dia tahu kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi jika mengalami hal seperti itu. "Gejala apa yang timbul nantinya, dan apakah tidak berimpact besar pada kesehatannya?" tanya Elvano kembali memastikan. Dokter manis itu terlihat gugup, dia menatap pemilik rumah sakit itu penuh pertimbangan. "Mu
Leana berlari dengan nafas memburu, kini amarah dan rasa kesal menguasai dirinya. Bahkan perempuan itu mengabaikan sapaan para staf yang menyapanya sepanjang koridor. Ketika sampai di ruangan Zion . Lenana dengan cepat membukanya, seketika tubuh perempuan itu memaku. "Sayang, kamu di sini?" Elvano melangkah mendekat, dia cukup bingung melihat wajah pucat pasi yang Leana tampakkan. "Mas Zion bohongin aku, ya?!" Leana berteriak ke arah Zion yang sedang memakan nasi padang di hadapannya. Pria itu terkekeh garing sembari mengusap tengkuknya yang tak gatal. "Sebentar, duduk dulu Sayang. Maksudnya apa? Aku tidak mengerti." Elvano membawa Leana ke sofa pada pojok ruangan. Pria itu meringis melihat wajah menyeramkan sang istri. "Mas Zion bilang kalau Mas El sedang di dalam ICU. Tapi aku tanya ke resepsionis mereka justru mengatakan jika Mas sedang bersama Mas Zion." Elvano menghunus Zion dengan tatapan tajam. "Zion! Apa-apaan ini?!" Pria itu terkekeh serak, lalu meneguk air yang ada di h
Perkataan Aditya terhenti kala Elvano sudah menjulang di hadapannya, netra hazel itu menyorotnya begitu tajam. "Jangan sebut nama istriku dengan nada menggoda seperti itu! Atau Om akan berakhir saat ini juga!"Suasana diantara mereka menegang, hanya terdengar nafas memburu dari Elvano. Jiwa dominan serta rasa cemburunya menguar begitu kuat. Dia marah dan murka kala melihat tatapan tertarik yang Aditya layangkan saat menyebut nama istrinya. "Really, Vano? Kamu berkata seperti ini pada Om kamu sendiri?" Aditya melempar smrik. "Coba kamu lihat sekelilingmu, kita menjadi pusat perhatian," bisik Aditya. Elvano yang tersadar dengan segera memundurkan langkahnya. Dia menatap sekeliling dengan tajam, dan mampu membuat orang-orang yang kepo terbirit-birit menjauh. "Vano, mengapa kamu lepas kendali seperti ini? Elvano yang Om kenal sangat pandai mengontrol emosinya, tapi sekarang?" Sepertinya Aditya benar-benar ingin bermain-main dengannya. Terlihat jelas jika pria itu selalu memancing perti
Sore harinya, setelah mengantarkan Azura pulang, Leana melajukan roda empatnya menuju rumah sakit, dia ingin menjenguk Risa. Sebenarnya sepanjang perjalanan ini, pikiran Leana terus berkelana mengenai rumah yang Azura tinggali, gadis kecil itu mungkin berasal dari keluarga kaya raya. Tapi entah mengapa perasaan Leana sedikit tak nyaman menatap rumah mewah itu. Apalagi Azura sangat kukuh menolaknya untuk tidak masuk ke dalam, sampai-sampai Azura memohon padanya.Selang tempat puluh menit kemudian, Leana sampai di rumah sakit. Dia memarkirkan mobilnya, lalu berjalan menyusuri koridor. Dengan ramah dan penuh senyum dia menyapa balik orang yang menyapanya. Maklum saja, siapa yang tak ingin sok dekat dan sok kenal dengan istri Direktur rumah sakit ini. "Bu Leana?" Risa yang sedari tadi melamun seketika terlonjak kaget kala melihat eksistensi bosnya. "Maaf, saya ngagetin Mbak, ya? Tadi sudah permisi kok, tapi tidak ada sahutan." Leana meringis, lalu berdiri di sisi hospital bed Risa. "Ti
Elvano pulang dalam keadaan rumah sudah sepi, dia melangkah menuju kamar si kembar. Setelah memberikan kecupan sayang, Elvano bergegas menemui sang istri. Pria itu tersenyum kala melihat Leana yang sedang terlelap ditemani novel yang selalu dibaca setiap malam."Engh …" Leana membuka matanya secara perlahan kala merasakan kecupan pada keningnya. "Mas" Dia bergumam serak, sedangkan Elvano mengelus pipi kesayangannya. "Maaf karena membangunkanmu, Sayang." Leana tersenyum sambil merentangkan tangannya. Elvano terkekeh gemas. Lalu memeluk tubuh kesayangannya. "Gemas! Istri siapa ini, hm?" "Haha, sudah, Mas … geli!" Leana terbahak kala pinggangnya digelitikin. Elvano menghentikan gelitikannya, lalu membaringkan tubuhnya di sisi Leana."Mas, bersihin dulu badannya. Terus ganti baju." "Masing masih kangen, Sayang." Leana tersenyum simpul, dia mengelus lembut surai Elvano. "Tadi pulang sama siapa? Pak Riko laporan jika mobil kamu dia ambil ke rumah sakit."Leana meringis, ia menatap Elvano
"Halo." Leana berucap serak, dia melihat jam di atas nakas yang sudah menunjukkan pukul empat pagi. "Lea, mungkin Sasmita tidak akan ke Butik hari ini, dia keracunan makanan. Dan sekarang sedang istirahat."Seketika itu pula mata Leana berubah menjadi segar. Perempuan itu terdiam sesaat sebelum memastikan. "Ulangi sekali lagi, sepertinya aku salah dengar." "Setelah pulang bekerja, dia mengeluhkan sakit pada perutnya. Dan aku sudah meminta Dokter untuk memeriksanya. Ternyata Sasmita keracunan makanan. Maaf baru memberitahukan ini padamu."Leana terpaku sejenak, setelahnya perempuan itu tersentak kala pinggang dililit oleh lengan kekar. Disusul kepala sang suami yang bertumpu pada pundak ringkihnya. "Siapa yang menelpon jam segini, Sayang?" ucap Elvano serak. "Kak Sagara, Mas.""Akh, Mas memelukku terlalu kencang!" Leana menepuk pelan punggung tangan Elvano. "Salah siapa bertelepon ria dengan pria lain jam segini, dan dia! Kenapa menelpon istri orang, cih! Padahal dia sudah menikah.
Leana membuka pintu rawat inap Risa secara perlahan. "Permisi—" Perkataan Leana terhenti, jantungnya berdegup kencang melihat pemadangan di depannya. "Mas ... a-apa yang kamu lakukan?" Elvano seketika menoleh ke arah pintu masuk, tubuh pria itu seakan disengat ribuan volt karena melihat raut hancur dari sang istri. Elvano menggeleng kuat serta melepas pelukan Risa dari tubuhnya. Dia baru tersadar jika posisi mereka bisa menimbulkan kesalah pahaman. "Sayang!" Elvano memeluk Leana erat ketika perempuan itu masih mematung ditempatnya. "Kamu salah paham, Sayang. Ini semua tidak seperti apa yang kamu lihat. Aku tadi membantu Risa ketika dia hendak ke kamar mandi. Tapi justru tubuhnya limbung. Jangan salah paham, kamu tahu aku tidak mungkin berbuat curang." Leana masih mencerna penjelasan dari Elvano, apakah ia sangat berlebihan? Mengingat jika tak mungkin Elvano menghianatinya. Leana juga seharusnya mengerti keadaan Risa. Bukanya malah menaruh rasa cemburu dan curiga. "Aku tahu, aku hany