Wisnu mematung, terkejut sekaligus tidak menyangka. Bibir Aruna mulai bekerja sendiri di atas bibir Wisnu, memberi sedikit lumatan meski masih terkesan kaku."Apa yang kau lakukan?!" pekik Wisnu saat ia berhasil melepas tautan keduanya dengan paksa.Aruna mengerang, ia hampir meraih sekali lagi wajah Wisnu sebelum pria itu menghindar dengan segera."Sadar! Kamu apa-apaan!"Seolah tuli, Aruna sama sekali tidak menjawab. Yang ada tingkah gadis itu kian aneh di mata Wisnu.Wajah Aruna memerah hingga telinga, sudah sejak tadi ia gelisah seperti merasa tidak nyaman pada tiap posisi duduk. Juga sesekali mengipasi dirinya sendiri dengan telapak tangan."Panas, panas sekali," keluh nya."Kamu kenapa? Aneh sekali, jangan berakting."Alis Wisnu memicing, ia semakin terheran melihat gelagat Aruna yang seperti cacing kepanasan. "Panas," keluh nya lagi. Tapi kali ini intonasi suara gadis itu agak berbeda.Suaranya terdengar lebih lirih dan dalam, dan jika tidak salah dengar suara Aruna seperti or
Hening sejenak. Baik Chandra maupun Sofie sama-sama terdiam."Aku cuma nggak mau kamu sakit hati kalo tahu gadis yang kamu suka. Sedang… sedang…. Ya, kamu tahu apa yang aku maksud."Sebelah alis Chandra naik, ia menatap Sofie dengan mata memincing."Darimana kamu tahu soal kerja sama antara Wisnu dan Aruna?"Deg!Sofie baru saja ingat apa yang dilakukannya beberapa second yang lalu. Ia kelepasan menjelaskan soal apa yang ia tahu antara Aruna dan Wisnu."Itu, anu. Aku, aku,"Melihat Sofie yang bicara dengan gagap membuat Chandra kian merasa curiga."Katakan dariman kamu tahu soal kerja sama antara Wisnu dan Aruna?" desak Chandra kian menjadi."Aku nggak sengaja denger pembicaraan Kak Wisnu dan Kak Diandra pas kamu nganterin Aruna pulang hari itu."Jawaban Sofie membuat Chandra terdiam. Pria itu bahkan dengan segera mengalihkan tatapan matanya ke arah lain demi menghindari bersi tatap dengan Sofie yang tengah menatapnya dalam."Waktu itu aku nangis. Ngerasa sakit hati sama jawaban dan k
"Aku sudah selesai, kamu bisa pake kamar mandinya," ucap Aruna setelah keluar dari kamar mandi.Ia jadi salah tingkah sendiri saat Wisnu menatapnya kamar, belum lagi pria itu yang hanya mengenakan celana panjang tanpa atasan."Soal kejadian semalam,-"Perkataan Wisnu tertahan lebih dulu saat Aruna menyahut tiba-tiba."Jangan dibahas lagi. Tolong," katanya dengan nada lirih di akhir kalimat.Jujur saja ia malu. Jika diingat soal kejadian semalam, rasanya Aruna tidak bisa lagi mendongakkan kepalanya apalagi sampai berani menatap ke arah Wisnu.Ia tentu masih ingat dengan jelas apa yang terjadi diantara mereka tadi malam. Dan semakin Aruna mengingat hal itu, ia semakin ingin menghilang detik itu juga.Ia merasa malu bukan main. Gara-gara obat sialan itu ia merasa seperti seorang wanita kupu-kupu malam yang sedang berusaha merayu seseorang.Mengingatnya saja sudah membuat Aruna merinding sendiri."Kenapa menatapku seperti itu?" tanya Aruna sekali lagi. Wisnu ini hobi sekali menatapnya se
Mendengar jawaban Wisnu membuat Chandra naik pitam. Pria itu mendekat dan mencengkram kemeja Wisnu dengan mata melotot tajam."Apa maksudmu? Kau benar-benar akan memanfaatkan Aruna?" tanya nya dengan napas terengah. Menahan emosi."Kamu kenapa? Memangnya apa yang salah dengan kata-kata ku?"Cengkraman itu bertambah kuat, bahkan hampir saja Chandra melayangkan sebuah bogem mentah ke arah Wisnu jika tidak lebih dulu tersadarkan oleh kata-kata pria itu."Hubungan ku dan Aruna tidak lebih dari sekadar rekan bisnis, rekan kerja sama untuk mendapatkan seorang anak, tidak lebih. Lalu apa yang kau pikirkan? Apa menurutmu aku harus memperlakukan Aruna sama seperti Diandra, istriku?""Tapi dia juga istrimu sekarang, sialan!"Chandra menghempaskan tubuh Wisnu kasar, membuat pria itu tersungkur di samping kursi kerjanya."Wisnu!"Seorang wanita berlari tergopoh ke arah Wisnu. Ia membantu pria itu berdiri dan menatap tajam ke arah Chandra."Apa yang kamu lakukan?"Chandra diam, manik matanya menat
Suasana makan malam cukup lengang. Hanya terdengar alat makan yang saling beradu.Sebenarnya hawa malam itu cukup sejuk karena air conditioner yang menyala dengan suhu cukup rendah. Tapi entah mengapa Aruna merasakan hal berbeda. Sesuatu dalam dirinya serasa terbakar, panas tanpa alasan.Apalagi saat ia melihat interaksi antara Wisnu juga Diandra yang saling melempar senyuman manis, juga sesekali memperlakukan satu sama lain dengan manis.Apa ia cemburu? Tidak, mungkin."Kamu kenapa?"Sofie berbisik lirih. Gadis itu bertanya tanpa menatap ke arah Aruna, tangan juga matanya masih sibuk pada sepotong daging steak di hadapannya.Aruna hanya tersenyum tipis juga menggeleng kecil. Ia kembali memfokuskan diri pada makanan di hadapannya."Aruna, bagaimana?"Pertanyaan tiba-tiba Diandra membuat satu alis Aruna naik. Apanya yang bagaimana?"Soal program kehamilan, kamu sudah melakukannya?"Aruna, gadis itu sempat mencuri pandang ke arah Wisnu yang kebetulan duduk di sebelah Diandra.Pria itu
"Aku hanya khawatir karena Aruna pagi-pagi sekali sudah tidak ada di rumah."Jawaban Wisnu membuat satu alis Chandra memicing. Belum lagi pria itu yang sesekali menghindari kontak mata dengan dirinya, seolah tengah menyembunyikan sesuatu."Aku cuma nyari tukang bubur, buat sarapan," Sahut Aruna cepat.Wisnu mengganguk saja, kemudian pria itu menggandeng tangan Aruna, hendak membawanya pergi sebelum suara Chandra lebih dulu menginterupsi."Mau ke mana?""Pulang," itu Wisnu yang menyahut."Tunggu. Buburnya biar di bungkus, sayang mubazir nanti."Mereka menunggu penjual bubur membungkus pesanan Aruna, baru setelahnya dua orang tersebut meninggalkan Chandra sendirian di sana."Gebetannya mas?" celetuk penjual bubur membuat Chandra menoleh.Pria itu hanya tersenyum kecil dan kembali menyantap bubur ayam miliknya.Sementara itu, Diandra yang sudah terbangun sejak tadi sudah berkeliling rumah mencari keberadaan Wisnu.Ia sudah bertanya pada Bibi pembersih rumah, namun wanita baya itu juga ti
"Jadi maksud kamu, kamu mau merahasiakan soal kehamilan kamu dari Wisnu juga Diandra?"Chandra bertanya kebingungan setelah Aruna menceritakan soal kehamilannya.Wanita itu mengangguk, ia menghela napas dan menatap lekat ke arah Chandra yang duduk di kursi tunggal."Aku minta tolong sama kamu, rahasiakan ini, ya.""Tapi kenapa? Bukannya ini yang ditunggu-tunggu juga sama mereka?"Aruna diam. Ia menundukkan kepala dengan dua tangan yang saling tertaut satu sama lain."Aruna?"Pelan-pelan wanita itu mendongak, ia menghela napas beberapa kali sebelum berbicara."Aku juga nggak tahu. Aku nggak tahu kenapa aku justru merasa lebih aman buat merahasiakan kehamilan ku dari Wisnu ataupun Diandra." "Aku bakal ngasih tahu mereka kok, karena bagaimanapun juga anak ini bakalan jadi anak mereka nantinya. Tapi…."Perkataan Aruna terjeda, wanita itu mendongakkan kepalanya dan mengusap sekitar pipi. Matanya memerah dengan air mata yang sesekali menetes."Kamu mulai sayang sama anak itu?"Aruna diam.
"Apa katamu?" Wisnu bertanya dengan lirih. Ekspresi wajahnya sulit untuk dijelaskan, antara terkejut juga tidak percaya.Diandra diam, napasnya naik turun akibat menahan isak dalam dada. Rasanya begitu sesak sekarang."Diandra Safa, katakan apa maksudmu!"Penekanan pada tiap kata yang dilontarkan Wisnu kian mengiris perasaan Diandra. Ia takut, benar-benar takut akan kehilangan pria di hadapannya ini."Aruna, dia hamil anak kamu," sahut Diandra lirih.Air mata yang semula coba ia tahan pada akhirnya jatuh, luruh bersama isak kecil yang coba ia redam dengan bungkaman telapak tangan."Darimana kamu tahu? Kemaren Aruna bilang kalau hasilnya negatif."Mencoba denial. Wisnu masih saja berusaha meyakinkan diri jika apa yang dikatakan Diandra adalah salah."Aku lihat sendiri hasilnya saat Aruna membuang itu di tempat sampah. Jelas di sana tertera dua garis yang menandakan kalo dia sedang hamil."Menggeleng, Wisnu menggelengkan kepalanya tidak percaya. Pria itu juga meremas rambutnya sendiri