Share

BAB 6

"Maaf Lea, tapi mau bagaimana lagi kalau sudah tugas" jawab Rezo.

"Tapi besok ulang tahunku" Wailea mengingatkan.

"Kita masih bisa rayakan di ulang tahun berikutnya dan berikutnya lagi kan?" kata Rezo mencoba menenangkan istrinya.

Keesokkan harinya, Wailea sudah bangun dan mempercantik dirinya. Ia berharap untuk sempat menghantarkan Rezo ke bandara.

"Aku ikut mengantarmu ya" Wailea meminta dengan penuh senyuman.

"Aku bawa mobil dan akan ku parkir di bandara. Jadi kamu tidak usah mengantarku" jawaban Rezo cukup mematahkan semangat Wailea.

Dengan kehampaan hati, Wailea mengantarkan Rezo memasukki mobilnya. Wailea masih terus menunggu ucapan selamat dari suaminya itu. Namun, hingga sampai Rezo pergi, tak ada satu kalimat apapun yang ia ucapkan. Jangankan mengucapkan selamat ulang tahun, memuji dirinya yang sudah cantik saja tidak. Mungkin dia benar-benar sibuk, pikirnya dalam hati.

***

"Happy birthday cantik" Helix menghampiri meja receptionist. Ditangan kirinya memegang sebuah kotak kecil 

"Pejamkan mata dan make a wish" lanjut Helix.

Wailea menutup matanya dan terdiam sejenak. Apakah isi dari doamu itu Lea, tanya Helix dalam hati. Wailea membuka mata dan meniup lilin kecil di hadapannya. Hatinya yang amburadul karena sang suami yang seperti melupakan hari spesialnya itu kini berubah menjadi begitu ceria.

"Thank you, Hel" wajah cantik Wailea begitu bersinar.

Saat Wailea hendak menggigit cupcake ditangannya, Helix menarik cupcake itu dan nyaris saja jarinya tergigit oleh Wailea. 

"Kalau sudah namanya cupcake, kamu lupa segalanya" kata Helix menggoda.

Helix menyimpan box kecil ditangan kirinya itu di atas meja dan meminta Wailea untuk membukanya. Wailea terlihat begitu antusias membukanya. Seketika ia seakan lupa dengan komitmennya untuk menjauhi Helix.

Saat box itu terbuka, dilihatlah sebuah kunci berwarna hitam dengan gantungan bunga mawar berwarna merah muda.

"Apa ini ?" tanya Wailea kebingungan.

"Itu kunci, Lea" jawab Helix mengejek.

"Aku tau, tapi ini kunci apa?" Wailea bertanya lagi.

"Motor matic yang terparkir dengan manisnya di parkiran kantor, adalah milikmu" kata Helix menjelaskan.

Wailea terkejut mendengar pernyataan Helix. Kemudian ia mengembalikan kunci itu ke dalam box dan memberikan box itu kembali ke tangan Helix.

"Maaf, tapi aku tidak bisa menerimanya" kata Wailea.

"Kamu hampir ditabrak motor. Kamu hampir dilecehkan sopir taksi. Aku tidak mau sampai ada sesuatu yang bisa membahayakan kamu lagi. Maaf kalau motornya tidak seindah motor milikmu dulu" nada bicara Helix kini sungguh menyentuh hati Wailea.

Helix begitu khawatir akan keselamatan Wailea. Tidak banyak hal yang dapat ia lakukan kecuali memberikan sesuatu yang setidaknya bisa menjaga Wailea dari banyak hal yang mungkin saja dapat terjadi jika Wailea tetap menaiki taksi ataupun berjalan kaki.

Beberapa tahun yang lalu, Wailea memang memiliki sebuah motor matic yang begitu cantik dan mahal harganya. Itu semua diraih bukan hanya sekejap mata. Butuh waktu satu tahun untuk mengumpulkan pundi-pundi sebelum membelinya. Sampai akhirnya, terpaksa motor kesayangan Wailea itu harus dijual untuk membantu biaya masuk kuliah pertama sang adik di Tokyo. Saat itu perasaan sedih karena harus mengorbankan motornya sama sekali tidak ia rasakan, karena begitu besarnya rasa cinta Wailea terhadap Ketty adik tirinya itu.

"Aku tidak bisa menerimanya bukan karena aku tidak suka, melainkan karna aku tidak bisa menerima pemberian orang untuk sesuatu yang mahal" jelas Wailea.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status