*Happy Reading*
"Bu, kalau mau photo bilang-bilang, dong! Rina kan juga mau pamer sama temen-temen di kampung. Eh, ya ampun, ada bule ganteng juga! Minta photo bareng, ah!"
Seakan kurang kekesalan Alan akan kehadiran mertua Gito yang menyebalkan. Istri Gito, Rina, ikut hadir di sana. Masuk begitu saja tanpa ijin atau pun menyapa Alan sebagai tuan rumah.
Benar-benar ibu dan anak yang kompak.
"Gito?!" Alan berdecis kesal, melirik tajam pria yang masih ngos-ngosan di hadapannya saat ini. "Jelaskan. Apa maksud ini semua?" Alan melirik tajam istri dan mertua Gito yang kini mencoba merayu Raid untuk meminta photo.
Betapa malunya Alan pada Raid. Takut jika bule itu nanti marah, dan mengambil semua bantuannya lagi. Bisa kacau semuanya.
"Ma-maaf, Pak. Ta-tapi mertua saya bilang ingin menjenguk Bu Hasmi di sini. Makanya minta ikut," jelas Gito dengan kikuk.
"Kalau memang itu tujuannya, kenapa tidak kamu langsung an
*Happy Reading*"Yosh! Akhirnya selesai," seru Raid. Setelah beberapa saat fokus dan sibuk sendiri dengan pekerjaannya. Mengabaikan Frans dan Alan yang tengah menyusun rencana untuk mengeksekusi target."Bagaimana?" Alan bertanya penasaran."Sudah aman. Selain aku, tidak akan adalagi yang bisa meretas komputer perusahaanmu," terang Raid dengan jumawa.Syukurlah. Satu masalah terselesaikan dengan baik."Bagaimana dengan kalian? Sudah menemukan cara seru melenyapkan mereka?" Raid bertanya balik. "Kau jadi ikut turun langsung?" Kini Raid mengalihkan fokus pada Alan.Yang ditanya hanya diam. Masih belum memutuskan untuk turun langsung atau jadi penonton saja."Tidak usah dipaksakan kalau tidak sanggup." Seakan tahu apa yang Alan pikirkan. Raid kembali berucap. "Arjuna saja sekarang sudah jarang terjun langsung untuk eksekusi. Dia sibuk dengan para bayi," lanjut Raid kemudian.Alan masih belum menjawab. Masih menim
*Happy reading*"Woi, monyet lo!""Bangsad!"Sialan!""Fuck u!""Mati aja lo!"Dan berbagai umpatan kasar lainnya dari pengguna jalan yang Alan salip dan serobot seenaknya terus Alan abaikan. Dia tidak perduli dan tetap menginjak gas mobilnya dalam-dalam, kemudian melaju dengan gila-gilaan.Alan juga mengabaikan lampu merah berkali-kali dan hampir menabrak orang yang menyembarang beberapa kali jika saja rem mobilnya tidak pakem. Namun, toh itu tetap tak menghentikannya untuk ngebut di jalanan. Karena kini fokusnya hanya pada satu orang, Hasmi.Ya, Hasmi. Istrinya. Alan ingin segera tahu kondisi wanitanya. Setelah telepon terakhir dari Umi yang membuat khawatir. Pernyataan Putra tentang detak jantung Hasmi menghilang benar-benar membuat hatinya begitu kacau dan ketakutan.Alan tidak ingin membayangkan hal buruk terjadi pada Hasmi. Namun, pikiran buruk itu seakan tak bisa di kendalikan dan terus saja muncul men
*Happy Reading*Sejak melihat mata Hasmi terbuka. Alan sudah tidak fokus pada apa pun. Dia sibuk meredam degup jantung yang seakan ingin meloncat, juga sibuk mengingat apa saja yang barusan dia ucapkan saat Hasmi menutup mata.Sial, diingat bagaimana pun. Tetap saja Alan merasa malu. Rasanya, seperti baru saja membicarakan seseorang, eh orangnya tiba-tiba muncul. Malunya gak kaleng-kaleng.Apa ini juga yang dirasakan Hasmi, jika Alan tiba-tiba muncul dibelakangnya saat dibicarakan. Jadi, bolehkan Alan sebut ini Karma?Sialan. Rasanya Alan ingin menghilang sekarang juga dari ruangan itu."Jadi bagaimana menurut kamu Alan?" Suara Dokter Karina berhasil menarik Alan ke alam nyata lagi.Tetapi, tadi Dokter Karina bilang apa, ya? Alan sama sekali tidak menyimak."Uhm ... lakukan saja yang menurut Dokter baik. Saya percayakan semua sama Dokter." Alan pun memilih jawaban aman saja.Meski tidak tahu
*Happy Reading*Alan sudah berada di depan pintu ruangan Hasmi sekitar lima belas menit. Tangannya sudah beberapa kali terulur hendak membuka pintu itu, namun selalu berakhir ditariknya kembali karena ragu.Sial! Kenapa rasanya seperti mau bertemu gebetan, ya? Padahal, jelas-jelas yang di dalam adalah istrinya sendiri. Kenapa rasanya jadi secanggung ini?Ugh ... ini semua karena insiden curhat colongan yang memalukan itu. Sudah Alan bilang, kan? Alan masih belum punya muka bertemu Hasmi lagi.Meski Hasmi yang sekarang juga tidak akan mengejeknya seperti yang Hasmi yang seharusnya. Tetap aja rasanya ... ugh ... sialan!Inikah rasanya nervous?"Permisi, Pak? Ada yang bisa dibantu? Bapak sedang mencari orang atau ...." Seorang suster tiba-tiba menghampiri Alan, yang berdiri lama di depan ruangan Hasmi seperti orang ragu.Suster itu pasti sudah memperhatikan Alan lama, dan mengira Alan sedang mencari seseorang.
*Happy Reading*Alan terdiam dengan kening berlipat dalam menatap Hasmi. Dia mencoba mencerna situasi, dan menebak-nebak apa kiranya yang salah, hingga Hasmi tiba-tiba menjadi seperti ini?Apa ... mungkin karena Alan mengucapkan kata cintanya di waktu yang tidak tepat? Atau ... ada seseorang yang telah mempengaruhi istrinya dan menebar gosip.Keluarganya mertuanya Gito, kah? Bukannya mereka sempat ke sini, namun di usir bodyguard. Meski begitu, mengingat watak dan mulut jelek mereka. Siapa tahu ada kata-kata mereka yang menyinggung perasaan Hasmi, iya kan?"Hasmi." Alan kembali memanggil. "Saya tidak tahu ada apa dengan kamu, hingga jadi tidak percaya dengan kata cinta saya. Mungkin, saya memang mengatakannya bukan di waktu yang tepat. Saya ... minta maaf untuk hal itu." Alan kembali terdiam, ingin tahu bagaimana reaksi Hasmi.Nihil. Istrinya tetap bergeming dan mengindahkannya."Saya ... paham jika kamu tidak bisa percaya
Warning!Part ini rada bikin mual. Yang belum cukup umur dan lemah jantung, jangan baca!Serius amih mah!Mode mak lampir lagi kumat soalnya.Jadi yang gak bisa baca bagian tersilet-silet, mending skip aja.****Happy Reading*Sesampainya di tempat tujuan. Viola semakin menggila. Wanita itu terus menciumi wajah Alan, dan mencoba menggoda Alan dengan menggesekan bagian inti tubuhnya pada bawah tubuh Alan.Benar-benar gatal sekali!Untung saja iman Alan kuat. Meski kelakuan Viola tadi benar-benar membuatnya tersiksa dalam menahan gairah. Tapi, Alan terus mengingat Hasmi agar tetap waras ditengah-tengah godaan Viola.Brak!Alan membiarkan Viola mendorong tubuhnya ke tembok, seraya terus mencoba menyatukan bibir mereka dengan panas. Dengan sangat terpaksa Alan mengikuti permainan Viola. Membalas ciuman gadis itu tak kalah panasnya."Tunggu!" Alan menghentikan laju tangan Viola yang sudah
*Happy Reading*"Bagaimana?" tanya Arjuna tanpa basa basi, saat mendapat telepon dari Frans."Target kecil sudah dibereskan. Tinggal target besar. Anda ingin eksekusi seperti apa, Tuan?"Arjuna lalu terdiam sejenak, seakan memikirkan sesuatu rencana."Dia pernah berjasa pada bisnis saya. Jadi ... jangan terlalu kejam," putus Arjuna kemudian. Sebelum menutup sambungan teleponnya.Meski begitu, Frans sangat paham betul maksud 'jangan terlalu kejam' dari Arjuna. Itu berarti, setidaknya biarkan orang itu punya pemakaman sendiri.Kali ini, Frans tidak harus menghubungi Alan, atau minta pendapatnya. Karena target besarnya adalah urusan Arjuna. Alan hanya punya urusan dengan target kecilnya. Itu pun sekarang sudah selesai.Berarti urusan kerja samanya dengan Alan sudah selesai.Melirik sebelah kanannya sebentar. Frans pun tersenyum miring sebelum berseru pada anak buahnya."Kirimkan potongan kepala
*Happy reading*"Lan, lo ...? Seriusan sama Hasmi? Dia kan ... bekas gua."Menanggapi bisikan Irfan. Bukannya marah, Alan malah tersenyum sinis, dan menaikan alisnya sebelah dengan tatapan merendahkan mantan Hasmi itu."Tidak ada bekas pria mana pun dalam diri Hasmi," ucapnya santai, namun tegas di waktu yang bersamaan."Tapi dia mantan gue, Lan!" Irfan tidak mau mengalah."Apa?! Mantan kamu?" seru Medina yang tak sengaja mendengar ucapan Irfan pada Alan. Umi yang mendengar itu sampai terkejut dan bingung dibuatnya. "Jadi, Hasmi juga--""Tepatnya, Mantan gebetan yang lo tipu, iya kan? Karena kalau saja lo gak ngaku single sama Hasmi. Dia pasti gak akan mungkin menanggapi lo!" ralat Alan buru-buru, menyanggah sangkaan buruk dari Medina."Tapi--""Lagi pula!" Alan menyela Irfan dengan cepat. Tak membiarkan pria itu menebar gosip tentang istrinya. "Dibandingkan elo. Gue kenal Hasmi jauh lebih lama. Dan sebagai pa