Cinta memutuskan melanjutkan kuliah tahun ini agar bisa terbebas dari tugasnya mengasuh Kiana dan Bara.Seharian ini Cinta dibantu orang suruhan papi menyelesaikan administrasi di kampus.Dia duduk di samping pria yang usianya hanya terpaut lima tahun di atas Biru.Cinta memanggilnya dengan sebutan om Ridho.“Om … lama banget ya.” Cinta menghentakan kakinya merengek.“Sabar sebentar … walau papi kamu Jendral … kita enggak bisa seenaknya,” ujar om Ridho yang sebenarnya dia juga lelah menjadi Baby sitter Cinta hari ini.“Huuufffttt.” Cinta menyandarkan punggung, kepalanya menengadah dengan mata terpejam.“Cinta beli kopi dulu ya, Om mau enggak?” Cinta yang bokongnya sudah panas setelah berjam-jam duduk di sana pun bangkit dari kursi.“Mau donk,” kata om Ridho menyahut.Cinta pergi dan tidak lama kembali membawa dua cup berisi kopi di tangan.“Udah beres Om?” Cinta bertanya sembari memberikan satu cup kopi.“Belum, Cintaaa … tuuuh, orang-orang di sini juga masih pada nunggu … sama kaya k
“Eeeh … ketemu lagi.” Suara berat yang familier di telinga Cinta itu membuat Cinta mengangkat pandangan dari buku yang sedang dia baca. “Raja? Kamu di kelas ini juga?” Mata Cinta membulat, senyumnya lebar sekali. Raja menganggukan kembali, membalas senyum Cinta dengan senyum bahagia yang sama sembari menyimpan tas di atas meja. “Udah ada teman belum?” Raja berbisik. “Belum, biarin aja lah … lagian cuma empat semester.” Raja mengangguk setuju. Tidak lama dosen datang dan seisi kelas langsung hening tenggelam dalam materi yang sedang dibahas. Tanpa terasa tiga SKS mereka lalui, ada jeda dua jam hingga mata kuliah selanjutnya dimulai. “Mau ke mana sekarang?” Raja bertanya seraya memasukan MacBook ke dalam tas. “Makan dulu lah, laper.” Cinta mengerutkan wajah. Dia memang lapar sekali karena tidak sempat sarapan, tadi pagi buru-buru pergi ke kampus setelah menyusui Bara. “Ayo, kita makan.” Raja bangkit dari kursi. Mereka berdua langsung jadi bestie karena tidak ada lagi teman se
Author Note :Teman-teman mohon maaf, ada kesalahan publish di Chapter sebelum ini.Seharusnya Chapter yang kemarin di publish itu untuk novel Istri Rahasia.Sudah Author edit menjadi Chapter yang seharusnya tapi karena GN platform asing jadi harus seribet ini menunggu persetujuan editornya yang baru masuk kerja di hari Senin besok.Mungkin temen-temen bisa buka lagi Chapter sebelum ini di hari Senin semoga sudah disetujui editor dan yang sudah buka bab tidak perlu membayar lagi ya.Untuk visual tokoh bisa follow ig erna_azura.Novel ini juga sudah tamat di aplikasi KaryaKarsa jadi buat temen-temen yang penasaran bisa langsung ke sana.Sekali lagi Author memohon maaf dan Terimakasih atas pengertiannya.*** Jingga : Aku pulang malem.Biru mengembuskan napas panjang membaca pesan dari istrinya.Sudah seminggu istrinya pulang malam sekali.Biru : Kabari kalau udah mau pulang, nanti aku jemput.Jingga : Aku dijemput driver mami, kamu jaga anak-anak aja.Biru : Oke sayang, Love You.Jingg
Author Note : Teman-teman sudah bisa membuka Chapter yang salah di hari Sabtu kemarin ya dan sekarang judul Chapternya sudah diganti menjadi Puber, Terimakasih.*** “Cinta … Mas enggak ijinin kamu pergi, jadi kamu enggak boleh pergi!” Davian berseru.Dia berdiri di belakang Cinta dengan kedua tangan disimpan di pinggang sementara Cinta memasukan pakaiannya ke koper.“Mas … ngerti donk, ini masanya aku senang-senang … aku cuma nginep semalam doank di Puncak, besok juga pulang.” Cinta memelaskan wajahnya namun dengan sedikit penekanan pada nada suara.“Acara itu enggak penting sayang, kamu tega ninggalin anak-anak di rumah? Gimana kalau Bara mau nyusu?” Davian masih terus mempengaruhi istrinya agar mengurungkan niat pergi ke Puncak bersama teman-teman kampusnya hari ini.“Mas ….” Cinta yang sudah selesai memasukan pakaiannya ke dalam tas lantas membalikan badan.Dia mendongak menatap suaminya yang berdiri menjulang.Mata Cinta melotot karena kesal, akhir-akhir ini Davian selain serin
Sebenarnya Lala cukup berdiri di ambang pintu tapi dia malah duduk di tepi bathub, menyilangkan kaki di samping Biru yang berjongkong sedang memandikan Javas.Bertingkah seperti maminya Javas—Lala ikut memandikan Javas, mengguyur tubuh Javas dengan air yang dia siuk menggunakan tangan.Ada tawa renyah yang Lala buat semenggemaskan mungkin demi menarik perhatian Biru. Tangan Javas mengibas-ngibaskan air ke arah Lala karena merasa sedang diajak main.Alhasil, kaos Lala jadi basah di bagian dada.Biru bisa melihat lagi gundukan besar di dada Lala beserta branya yang berwarna hitam.“Yaaaa, basah.” Lala berujar dengan nada manja, bermaksud pura-pura menegur Javas.Javas menyengir menunjukkan deretan giginya yang jarang.Biru yang sudah memalingkan wajahnya, segera menyelesaikan memandikan Javas.“Eh … Ibu,” gumam Lala saat dia hendak mengambil handuk.Sontak Biru memutar badannya dan benar saja, sang istri tercinta tengah melipat tangan di dada menatap bengis kepadanya dan Lala secara be
Biru menoleh menatap Lala dan punggung istrinya yang menjauh secara bergantian.Dia memberikan Javas kepada Lala untuk bisa memudahkannya mengejar Jingga.Biru khawatir akan sulit mencari Jingga dan membawa Jingga pulang setelah istrinya itu keluar dari rumah.“Oke sayang, aku akan pecat Lala tapi please, jangan pergi.” Biru memohon, tanpa alas kaki dia mengejar Jingga hingga mobilnya.Jingga yang sudah masuk ke dalam mobil masih tersulut emosi, dia menyalakan mesin lalu membuka kaca jendela.“Pecat dulu dia lalu aku akan pulang,” kata Jingga dengan jelas dan lantang.“Sayang!” Biru berseru namun mobil Jingga tetap melaju dengan kecepatan tinggi keluar dari halaman rumah.Biru kembali ke dalam rumah, dia melihat Lala sedang menangis sembari menggendong Javas.Nanny-nya Zia seperti sedang memarahi Lala, tadi Nanny-nya Zia mendengar pertengkaran majikannya saat baru saja selesai menjemur Zia dan hendak masuk ke dalam rumah.“Saya titip anak-anak, saya mau cari istri saya dulu ….” Biru
Bangunan tinggi menjulang kini berada di depan Davian dan Biru.Mereka sudah tiba di hotel berbintang yang dituju.Menurut informasi seseorang yang Davian hubungi melalui sambungan telepon tadi mengatakan bahwa Jingga berada di dalam gedung ini.“Gue bantuin lo bawa pulang Jingga tapi lo harus bantuin gue bawa pulang Cinta,” ujar Davian lagi mengulang perjanjian padahal tadi di rumah pria itu, mereka sudah menyepakati hal tersebut.“Iyaaaa, bawel ah.” Biru menyahut dengan nada kesal.Hatinya sedang gundah, setelah mendengar cerita tentang adiknya yang ada kemungkinan terpikat oleh pesona pria lain—Biru jadi memiliki prasangka buruk kalau Jingga pun begitu.Pasalnya hampir setiap hari sang istri pulang malam.Bisa jadi pekerjaan hanya dalih saja agar Jingga bisa marah-marah sehingga membuat Biru jengah dan mengeluarkan kata talak dari bibirnya.Davian dan Biru melangkah tegap memasuki loby hotel setelah meminta petugas valet memarkirkan mobil. Davian benar-benar berguna sebagai adik i
Lama-lama tangis Jingga mereda, pelukan Biru selalu mampu membuatnya tenang dan nyaman terlebih sikap Biru yang selalu berusaha menempatkan kebahagiaan Jingga di atas kepentingannya membuat Jingga segera sadar kalau dia telah dicintai dan disayangi begitu hebat oleh Bumi Xabiru Dewangga.Buktinya, alih-alih marah dan memberi pelajaran kepadanya—Biru malah berusaha mencarinya.Pria itu juga malah meminta maaf karena menganggap dirinya belum bisa jadi suami yang baik padahal Jingga merasa kalau selama ini dirinya yang tidak menjadi istri juga ibu yang baik.Cukup lama Jingga dan Biru berpelukan, menikmati hening yang menenangkan jiwa setelah beberapa minggu terakhir mereka terlibat perang dingin dan berusaha terlihat baik-baik saja di depan semua orang.Ponsel Biru yang disimpan di saku celana berdering mengingatkannya pada Davian.Terpaksa dia mengirai pelukan dengan istrinya untuk menjawab panggilan tersebut.Benar saja nama Davian tertera di layar, kening Jingga mengkerut bingung saa