“Saya mau catering-nya dari restoran besan saya … dari tadi Jeng Widya udah milih sendiri Wedding Planner sama tempatnya … sekarang saya mau saya yang milih sisanya.” Mami mengatakannya dengan cara paling lembut dan sopan agar tidak memicu perdebatan apalagi pertengkaran.
“Tapi ‘kan tadi Jeng Dian terlambat datang, makanya saya memutuskan sendiri.” Bunda Widya menyalahkan.“Maka dari itu, sekarang saya pilih sisanya.” Mami mengatakannya dengan tegas tidak menerima bantahan.Anggota Wedding Planner yang berada di antara mereka sudah pias wajahnya karena setengah panik, khawatir dua istri Jendral ini baku hantam.“Ya sudaaaah, bagaimana Jeng Dian saja.”Dan bila bunda Widya mengalah seperti ini, sudah bisa dipastikan ke depannya dia akan menuntut keinginannya harus dipenuhi.Mami sudah tahu dengan karakter serakah beliau tapi tetap ingin membuat bunda mengalah sekarang.Akhirnya catering untuk pernikah“Cinta … aku minta maaf ya,” ucap Jingga tulus, dia belum sempat meminta maaf kepada Cinta tempo hari karena keadaan begitu ricuh dan tegang. Cinta menarik napas dalam kemudian mengembuskannya perlahan. “Enggak apa-apa, bukan salah Kak Jingga … Cinta juga bingung salah siapa, Cinta enggak tahu harus nyalahin siapa.” Cinta menatap kosong ke depan usai berkata demikian. “Waktu aku tahu siapa ayah dari janin dalam perut kamu, aku mau kasih tahu siapa Davian dan kemungkinan besar rencananya tapi aku takut kamu semakin kecewa … aku juga belum sempet bicara sama Biru, bukan mau belain Davian tapi aku tahu Biru akan menghajar Davian habis-habisan … aku enggak mau ketika anak ini lahir, Biru ada di Penjara,” tutur Jingga lalu mengusap perutnya. Cinta tidak merespon, tatapannya masih kosong ke depan. “Aku juga benci sama kelakuan Davian yang balas dendam dengan cara seperti ini … dia enggak kaya Davian yang aku kenal …
Walaupun Cinta sudah hamil duluan tapi mami dan papi tetap melakukan upacara adat siraman dan pengajian di rumah.Cinta adalah anak bungsu mereka dan ini adalah terakhir kali mereka akan melakukan resepsi pernikahan jadi semuanya harus spektakuler.“Udah selesai dandannya?” Jingga yang baru saja masuk ke dalam kamar Cinta pun bertanya.Matanya memindai Cinta dari ujung kepala hingga ujung kaki menilai penampilan sang adik ipar.Jingga membenarkan letak kerudung di kepala Cinta yang hanya disampirkan begitu saja dengan kedua ujung menyilang dibiarkan menjuntai di punggung.“Perut kamu udah keliatan … pake long dress yang sedikit lebaran aja ya?” Jingga memberi ide tapi Cinta malah menarik napas dalam mengempeskan perut.“Eeeh ….” Jingga memekik.“Kamu itu, kasian bayinya …,” tegur Cinta kemudian pergi ke lemari mencari long dress yang cocok digunakan Cinta untuk menutupi perutnya.“Pakai ini aja.” Jingga mengangkat sebuah longdress dengan model babydoll yang tidak akan memperlihatkan p
Setelah menyelimuti tubuh Cinta dan memastikan sang adik sudah benar-benar terlelap, Biru kembali ke kamarnya.Di sana dia mendapati sang istri yang tengah berbaring sambil menonton televisi. Biru senang, dia bisa bermain-main sebentar dengan Jingga sebelum tidur.“Sayang …,” panggilnya dengan nada tidak biasa sembari mendudukan tubuh, kakinya menjuntai ke lantai membuat perasaan Biru tidak enak.“Kenapa sayang?” Biru menyahut, dia berdiri di depan Jingga.“Aku kok nyium bau Ramen ya? Terus aku tiba-tiba ingin Ramen.” Benarkan, kalau nada suara Jingga sudah beda dan memanggilnya dengan sebutan sayang itu berarti Jingga akan merepotkan Biru.Tapi melihat puppy eyes Jingga membuat segala pertahanan Biru luluh lantah.“Kalau enggak salah ada Ramen instan di dapur, aku minta Encum buatin dulu ya?” Jingga mengangguk dengan mata berbinar, tidak sanggup Biru harus menolak keinginan istrinya itu.Akhirnya dia pergi keluar kamar untuk meminta asisten rumah tangga membuat Ramen instan untuk
Cinta memang pernah mengatakan ingin menikah muda dan rasanya sekarang Cinta juga ingin sekali menarik kata- katanya.Bukan pernikahan seperti ini yang diinginkan Cinta melainkan pernikahan sempurna dengan pria yang dia cintai dan mencintainya dengan tulus.Tapi demi memperbaiki kekacauan yang sudah dia timbulkan—Cinta harus menjalani ini semua meski dengan sangat terpaksa sehingga tidak ada roman kebahagiaan di wajahnya.Senyum pun sulit sekali terkembang.Raut wajah cantik Cinta yang telah dibalut makeup tampak masam apalagi ketika mobil yang membawanya sudah tiba di gedung mewah tempat pernikahannya berlangsung. Penjagaan sangat ketat, banyak sekali pria berseragam berkeliaran di sana.“Sayang, jangan lupa senyum ya.” Mami yang satu mobil dengan Cinta mengingatkan.“Iya Mi.” Cinta menyahut demikian hanya agar mami papinya berhenti khawatir dia akan merusak pesta.Cinta di bantu anggota Wedding Planner dituntun menuju ke sebuah ruangan sambil menunggu rombongan Davian tiba.Tidak l
Meski sudah syah menjadi suami istri, Cinta meminta ruangan terpisah dengan Davian untuk mengganti pakaian menjadi pakaian resepsi.Dia sedang menahan gejolak di dalam dadanya setelah bertemu Davian tadi dalam suatu akad nikah.Cinta mendengar permohonan maaf yang diucapkan pria itu dengan pendar yang tampak tulus di mata tapi Cinta tidak yakin kalau Davian sungguh-sungguh dengan ucapannya.Davian pernah membohonginya dan Cinta tidak memiliki alasan untuk mempercayai pria itu lagi.Ketika Cinta sedang memakai pakaian resepsi dibantu asisten MUA—Biru dan Jingga masuk ke dalam kamarnya.Jingga membawa satu piring makan siang untuk Cinta.“Kamu mual-mual enggak pagi ini?” Jingga bertanya setelah asisten dan MUA selesai merapihkan riasan Cinta dan keluar dari ruangan itu.“Enggak Kak.” Cinta menjawab, sebenarnya dia juga heran kenapa tidak mengalami morning sick seperti hari-hari sebelumnya yang membuat tubuhnya lemas tidak berdaya seharian.“Mungkin karena dedek bayi lagi deket sama ayah
Tidak ada cuti menikah yang bisa Cinta ajukan sesuka hati di kampus, jadi keesokan harinya Cinta masih harus kuliah. Dia bangun pagi sekali dan mendapati Davian masih terlelap meringkuk di lantai.Tidak ada sedikit pun rasa iba, yang ada kesal karena menurut Cinta kalau Davian sedang berakting agar dia mengasihaninya.Cinta turun dari sisi ranjang yang lain agar tidak mengganggu Davian lalu masuk ke dalam kamar mandi.Suara berisik di kamar mandi membuat Davian terjaga.Dia menegakan punggungnya, mengusap wajah kasar sebelum akhirnya bangkit seraya membawa bantal untuk dia simpan kembali ke atas ranjang.Davian menghubungi asisten rumah tangga di rumah bunda agar menyiapkan pakaian dan meminta supir mengantar ke rumah mertuanya.Davian dan Cinta memang belum membicarakan perihal di mana mereka akan tinggal setelah menikah.Tapi yang pasti Cinta tidak mau pergi dari rumah kedua orang tuanya.Cinta merasa tidak ada yang akan melindunginya nanti karena dia tidak percaya kepada suaminya
Karena bosan menunggu di dalam mobil, Davian keluar untuk melihat-lihat.Dia duduk-duduk di kantin yang mirip sebuah foodcourt karena terdapat tenan makanan dan minuman terkenal di sana.Davian memesan satu gelas kopi untuk menemaninya menunggu Cinta.Tidak lama kemudian tiba-tiba suasana menjadi ramai karena pergantian jam mata kuliah.Davian celingukan mencari keberadaan Cinta namun tidak dia temukan sampai ponselnya berdering menunjukkan nama Cinta.“Ha—““Kamu di mana sih? Cepetan ke mobil, aku lemes … udah mau pingsan!” hardik suara dari ujung panggilan sana menyela sapaan Davian disusul bunyi klik tanda Cinta memutuskan panggilan sepihak.Tanpa menghabiskan kopinya lebih dulu, Davian bangkit dan berlari menuju mobil.Dia melihat Cinta yang wajahnya begitu pucat bersandar di sisi mobil.Davian membuka kunci mobil dari jauh membuat Cinta terhenyak sesaat kemudian membuka pintu kabin belakang.Davian duduk di belakang kemudi untuk menyalakan AC.“Kamu mau makan apa?” Davian bertany
Hampir seminggu Davian tinggal di rumah mertua indah dan selama itu juga setiap malam dia tidur di lantai sampai tubuhnya pegal-pegal.Cinta sama sekali tidak merasa iba dan mengijinkan Davian tidur bersamanya di ranjang.Padahal setiap hari Davian mengantar jemput Cinta ke kampus.Pria itu juga yang merawat Cinta saat Cinta kepayahan mengalami mual muntah di pagi hari.Seperti pagi ini, Davian yang sedang mengaduk susu ibu hamil di dapur mendapat tatapan kagum dari beberapa asisten rumah tangga yang masih gadis di rumah mami papi.Mereka berharap memiliki suami tampan, mapan dan sangat perhatian juga menyayangi istri seperti Davian.Terlepas dari selentingan gosip dan dugaan tentang pernikahan mendadak putri bungsu majikannya itu yang tengah mengandung, yang mereka lihat adalah kesungguhan Davian dalam mengurus Cinta.“Maaf saya berantakin dapurnya ya, Cum ….”“Enggak apa-apa, Mas.” Malah Tini yang menjawab, asisten rumah tangga yang lain dengan pipi merona.Encum menyikut lengangan