Kiara tidak segera menyahuti pertanyaan suaminya. Kalau dibilang siap, tentu Kiara tidak siap haris melepaskan mahkota yang selama ini dijaga. Di sisi lain, Kiara ingin melakukan tugasnya sebagai seorang istri dan demi memenuhi keinginan Tere.
"Aku akan tidur di sofa," kata Andra beranjak dari ranjang tanpa melihat pada Kiara. "Tidurlah, aku tidak akan menyentuhmu."Ucapan Andra yang terkesan santai membuat Kiara mengira kalau lelaki itu memang tidak mau menyentuhnya. Andra pasti berat harus tidur bersama wanita yang tidak dicintai. Kalau bukan karena keinginan Tere, pasti Andra tidak akan di kamar ini bersamanya.Kiara tiduran sambil menatap langit-langit kamar. Entah sampai kapan dia dan Andra akan menahan diri untuk tidak saling menyentuh. Padahal, mereka harus segera melakukan hubungan intim agar bisa mewujudkan keinginan Tere untuk agar Andra punya keturunan."Kamu belum tidur, Kiara?" tanya Andra tanpa melihat pada Kiara yang ada di atas ranjang.Perempuan itu menoleh pada sang suami yang melihat ke langit-langit. "Aku ... belum terlalu mengantuk. Mas kok belum tidur?""Aku memikirkan Tere," balas Andra mengubah posisi menjadi miring, sehingga bisa melihat istrinya."Dia wanita yang kuat, Mas. Dia rela berbagi suami demi melihat Mas punya keturunan," timpal Kiara mengalihkan pandangannya. "Kalau wanita lain, pasti tidak akan rela melakukannya.""Kamu benar," jawab singkat lelaki itu.Kiara kembali menoleh pada sang suami yang sudah memejamkan matanya.Lelaki tampan itu tampak damai dalam tidurnya. Kiara memperkirakan kalau Andra pasti berat menerima permintaan istri pertamanya. Tetapi, rasa cintanya pada Tere membuat Andra rela melakukan apapun. Kiara jadi iri dan ingin sekali saja merasakan dicintai seperti itu. Namun, dia sadar kalau Andra tidak mungkin memperlakukannya seperti itu. Kalaupun ingin mendapatkannya dari laki-laki lain, jelas tidak bisa. Kiara tidak mau menjadi perempuan yang selingkuh hanya demi mendapatkan sebuah cinta. Walaupun ingin tetapi tidak akan bisa mendapatkan cinta seperti yang diinginkan. Cukuplah cinta dan kesembuhan dari kakaknya -Fira-.Tak lama kemudian, Kiara ikut memejamkan matanya. Besok dia harus bekerja dan tidak mau kalau sampai telat.*****Kiara sudah siap dengan pakaian kerja yang diberikan oleh Tere, apalagi mengingat dirinya tidak bawa pakaian ganti. Setelah itu, Kiara membantu Tere menyiapkan sarapan di meja makan."Besok-besok kamu yang siapkan pakaian buat Bang Andra ya, Ra. Sekalian nanti aku akan kasih tau apa saja yang disuka dan tidak sama dia," ucap Kiara yang wajahnya masih pucat, tetapi selalu tersenyum."Tidak perlu mengajarinya, kamu saja sudah cukup untuk melakukan itu, Honey," seru Andra yang tidak sengaja mendengar perkataan istri pertamanya."Abang, Kiara harus belajar dari sekarang sebelum aku-- .""Hidupmu masih lama, Honey! Berhenti bicara asal!" kaya Andra dengan wajah tidak suka, tetapi dia tidak bisa marah pada istrinya, apalagi wanita itu sedang sakit. "Maaf kalau nada suaraku keras.""Benar kata Mas Andra, kamu tidak boleh bicara asal soal kematian," sela Kiara menimpali perkataan Andra.Tere paham dengan maksud kedua orang yang dia sayangi. Dia mendekati Andra yang masih berdiri. "Maaf sudah salah bicara, tapi aku mau Kiara ikut andil mengurus Abang. Apalagi kalau aku sakit atau sudah waktunya untuk pergi.""Baiklah, tapi aku tetap mau kamu melayaniku!" putus Andra mengalah pada istrinya.Tere segera memeluk suaminya, lalu memberikan kode agar Kiara mendekat. Sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, Kiara mendekati pasangan yang berpelukan itu. Tanpa dia sadari kalau Tere menariknya agar mereka bisa saling berpelukan.Kiara masih penasaran dengan sikap Tere yang begitu menerima pernikahan kedua suaminya. Wanita itu bersikap seolah tidak ada beban dan sangat menunggu moment seperti saat ini.Kemudian mereka pun segera sarapan karena Andra dan Kiara harus berangkat bekerja. Sedangkan Tere harus istirahat dengan optimal."Ra, kamu berangkat sama Mas Andra saja," saran Tere pada istri kedua suaminya."Eh?! Aku ... naik angkot saja, Re. Nanti kalau ada karyawan yang lihat aku berangkat bersama Mas Andra, mereka malah curiga," balas Kiara yang belum mau mempublikasikan hubungan pernikahannya dengan Andra."Tidak apa-apa! Mereka tidak akan curiga!" balas Andra yang tidak mau melihat Tere kecewa dengan penolakan Kiara. "Masuklah ke dalam mobil."Meskipun awalnya menolak, Kiara mau tidak mau masuk ke dalam mobil untuk berangkat bersama Andra. Hal itu membuat Tete merasa senang, bahkan melambaikan tangannya saat mobil sang suami mulai melaju.Selama perjalanan, tidak ada percakapan di antara Kiara dan Andra. Mereka masih tidak leluasa berbincang, meskipun beberapan kali sudah saling bicara. Namun, tetap saja Kiara masih bingung untuk mulai pembicaraan lebih dulu."Sudah sampai," ucap Andra yang sudah menghentikan mobilnya di depan butik milik Tere."Ah, makasih sudah antar aku, Mas," balas Kiara sambil mengulurkan tangannya.Andra menaikkan sebelah alisnya, kemudian menerima uluran tangan sang istri. Kiara pun mencium punggung tangannya, lalu keluar dari mobil.Siapa sangka, tepat saat itu teman kerja Kiara juga baru tiba di butik. Mereka saling bertatapan, membuat Kiara merasa khawatir temannya akan berpikir macam-macam. Apalagi semua karyawan butik sangat mengenali mobil Andra yang selalu mengantar-jemput Tere."Kamu diantar suaminya Bu Tere ya, Ra?"Butik sedang ramai karena musim menikah, banyak calon pengantin serta keluarganya yang minta dibuatkan pakaian. Butik milik Tere cukup terkenal di kalangan pengusaha, sehingga yang datang rata-rata dari keluarga berada dan terpandang. Apalagi Andra cukup berpengaruh di dunia bisnis. "Aku tidak ingin model seperti ini! Jelek! Buat model lain!" kata seorang wanita berpakaian modis pada teman Alea yang mengurus desain pakaian wanita tersebut. "Ini sudah desain ketujuh, apa tidak ada sekalipun yang cocok dengan anda, Nyonya?" tanya Alea membantu temannya yang sudah terlihat kesal. Wanita itu memindai tubuh Alea, lalu berkata, "Memang tidak ada yang cocok! Desain-nya jelek semua! Pokoknya aku mau desain yang lain atau aku akan membuat butik ini tidak laku!"Andai saja ada Tere, pasti wanita di depannya saat ini sudah diusir dan dilarang kembali ke butik. Namun, Kiara tidak berani mengambil sikap seperti itu, apalagi kalau sikapnya membuat butik rugi. "Anda bisa kembali lagi besok, saya
Laki-laki yang datang mengajak Kiara makan bukan Andra. Lagipula mana pernah lelaki itu mengajaknya makan berdua saja. Palingan hanya makan berdua dengan Tere, meski kadang mentraktir semua karyawan butik. Tetap saja, Andra mempersiapkan privasi untuknya dan Tere. "Ehem, Kiara. Kamu sedang memikirkan apa?" tanya laki-laki yang duduk di depan Kiara dan bernama Arya. "Tidak memikirkan apa-apa kok, cuma-- .""Takut suamimu marah?" balas Arya terkekeh pelan. "Memangnya dia akan peduli kalai kamu makan denganku atau laki-laki lain?"Kiara menghembuskan napas pelan. Arya memang tahu tentang pernikahannya dengan Andra karena menjadi saksi saat akad. Sebelumnya Kiara juga sudah kenal dengan Arya yang sering ke butik untuk memesan pakaian ataupun ikut dengan Andra. Dan dia pun membenarkan ucapan Arya bahwa Andra tidak mungkin cemburu padanya kalaupun jalan dengan laki-laki lain. Apalagi pernikahannya dengan Andra cuma sebatas perjanjian dan keinginan Tere saja. "Lagian, kenapa kamu mau-mau
"Sudah selesai?" tanya Andra melihat Kiara dan Arya bergantian. Tidak ada raut cemburu atau marah dari lelaki itu, malah terkesan santai dan biasa saja. Kiara merasa bersyukur kalau memang Andra tidak marah, toh dia dan Arya suka makan siang biasa. "Sudah. Maaf ya aku tidak izin membawa Kiara pergi," ucap Arya dengan santai tanpa merasa bersalah sudah membawa istri kedua temannya makan siang bersama. "Jangan diulangi!" balas Andra yang kemudian menatap Kiara. "Ayo kembali ke butik. Ada yang perlu aku bicarakan."Andra berbalik hendak menuju mobilnya, tetapi Arya berkata, "Kamu tidak marah atau akan memarahi Kiara 'kan? Tenang saja kami hanya makan siang biasa, tidak ada yang spesial.""Aku tidak marah," balas Andra yang sudah berbalik menatap sang teman. "Kiara bebas bertemu dengan siapapun. Lagipula dia tau sampai di mana batas pertemanannya." Dia kembali berbalik melanjutkan langkahnya. Kiara sudah menduga kalau Andra akan menjawab seperti itu. Tidak mungkin lelaki itu hany kar
Tidak tahu apa yang sudah Andra bicarakan dengan kakaknya, Kiara mencoba tersenyum dan bersikap biasa dibalik perasaan gusarnya. "Mas Andra sudah lama di sini?" tanya Kiara pada lelaki yang melihat ke arahnya. "Tidak juga," balasnya singkat. "Ada yang perlu aku bahas dengan Fira. Sekarang sudah selesai, aku pergi dulu."Andra keluar begitu saja tanpa menjelaskan urusannya dengan Fira. Lelaki itu memang seperti tidak pernah melihatnya, walau kadang-kadang Andra cukup bicara banyak jika mereka hanya berdua. "Ara," panggil Fira pada adiknya yang terdiam. Kiara tersenyum sambil duduk di kursi samping ranjang. "Bagaimana keadaan Kakak? Maaf ya, semalam aku tidak bisa menemani Kakak di sini.""Tidak apa, Ra. Kakak 'kan sudah bilang kalau kamu tidak harus selalu menemani Kakak di sini," balas Fira sambil memegang tangan sang adik. "Sudah banyak yang kamu korbankan buat Kakak, jadi ada baiknya kamu melakukan sesuatu untuk dirimu sendiri. Kakak sudah lebih baik, bahkan sudah bisa dirawat j
Setiap perempuan pasti ingin memiliki suami yang baik dalam hidupnya. Termasuk Kiara yang ingin memiliki suami yang bisa mencintai dan menyayanginya dengan tulus. Namun, dia tidak pernah menyangka kalau akan memintanya secara tidak langsung pada Andra. Semua karena Andra yang membuatnya kesal dengan tidak segera menjawab pertanyaanya. "Aku tidak bisa menjanjikannya!" ucap Andra dengan wajah serius. Tanpa diberitahu pun Kiara sudah tahu kalau sampai kapanpun Andra hanya akan menjadi suami yang baik untuk Tere, tetapi tidak untuk dirinya. Kiara memang seharusnya cukup sadar diri untuk tidak mengharapkannya dari Andra yang cuma mencintai Tere. Dan Kiara sadar diri untuk tidak merebutnya atau berharap diperlakukan sama oleh Andra. "Hm, aku tau kok. Dibantu buat kesembuhan Kak Fira saja, aku sudah sangat bersyukur," balas Kiara sambil tersenyum. "Tidak ada yang lebih penting selain Kakakku."Ya, Kiara tidak mau apapun karena fokusnya adalah sang kakak. Tidak masalah bagaimana Andra aka
Hari ini Fira diizinkan pulang dan rawat jalan di rumah. Kiara yang baru baru pulang kerja segera membereskan barang bawaan kakaknya. Tampak wajah berbinat dari Fira yang sudah bosan dengan suasana rumah sakit dan hal itu membuat Kiara merasa senang. "Ra," panggil seseorang membuat Kiara menoleh. "Kamu mau pulang 'kan?" Anggukan diberikan oleh Kiara sambil menatap orang yang Memanggilnya dengan heran. "Iya. Kamu ... kok ada di sini, Re?""Aku baru selesai cek up," balas Tere sambil tersenyum pada kakak beradik di depannya. "Kita pulang bersama saja, rumah kita 'kan searah."Kiara melipat dahinya dengan dalam. Baru akan menyanggah perkataan Tere, wanita itu merangkul lengannya untuk masuk ke dalam mobil yang di dalamnya sudah ada Andra. Lelaki itu menyapa Tere dengan menganggukkan kepala. Sedangkan pada Kiara hanya dilihat saja. "Re, rumah kita 'kan beda arah, nanti kalian harus bolak-balik," seru Kiara berhasil mengatakan yang hendak diucapkan tadi. Tere yang duduk di samping kemu
"Egois!" ucap Kiara dengan pelan, tetapi masih bisa didebhart oleh Andra. Telalu lama bersama lelaki itu membuat Kiara akan semakin kesal, dia segera keluar dari mobil. Kiara tidak mau membuang waktunya, bisa saja saat ini Andra sudah punya planning bersama Tere. Akak tetapi wanita itu malah menyuruh Andra untuk menemani Kiara lebih dulu. "Tidak perlu bawa yang tidak penting, nanti biar aku belikan sajaa yang baru!" ucap Andra melipat kedua tangannya di depan dada seraya menyandarkan bahunya pada ambang pintu. Kiara hanya mengangguk saja. Dia memang hanya akan membawa barang-barang berharga saja. Tidak banyak barang yang dia miliki, apalagi Kiara jarang membeli barang diinginkan tetapi malah tidak digunakan. Lebih baik uangnya Kiara gunakan untuk pengobatan kakaknya daripada beli barang tidak jelas. "Tidak perlu bawa semua bajumu, nanti biar-- .""Aku tidak mau terlalu banyak utang budi sama kalian," ucap Kiara berbalik menatap suaminya. "Cukup bantu aku untuk pengobatan Kak Fira.
Kiara menutup pintu dengan rapat, lalu mendekati Andra yang berada di ranjang. Dengan jantung jantung yang terus bertalu-talu, dia berdiri di samping ranjang sambil menatap lantai. "Buka kimonomu, Ara," ucap Andra yang sudah berdiri berhadapan dengan istrinya. Melihat tubuh Andra yang begitu gagah dengan perut kotak-kotak yang begitu menggoda. Segera Kiara mengalihkan pandangan, namun Andra memegang pipinya dengan lembut. "Siap tidak siap, aku akan tetap menyentuh malam ini, Ara," seru Andra mendekatkan wajahnya pada sang istri sembari menempelkan bibirnya padan bibir Kiara yang merah alami. Kejadian itu sangat cepat, hingga Kiara tidak bisa menghindar. Matanya melotot, tetapi tidak ada yang bisa dia lakukan. Bahkan dia tidak menyadari kalau Andra sudah melepas tali kimononya sampai jatuh ke lantai.Terpampanglah tubuhnya yang berbalut lingerie berwarna hitam transparan. Sadar dengan keadaannya, Kiara menutupi bagian dada dan intinya yang berbalut kain. Kiara sungguh merasa malu d