Mendengar pintu terbuka, Kiara dan Andra menoleh. Seketika Kiara menjauh dari lelaki itu seraya berdiri. Namun, tubuhnya terasa lemas hingga kembali terduduk. "Ara," panggil Tere merasa khawatir melihat teman sekaligus madunya. Sedangkan Andra refleks memeluk baju Kiara. Meski wajahnya datar, tetapi lelaki itu terlihat khawatir dengan keadaan istri keduanya. Namun, hanya sekian detik baru 'lah Andra terlihat biasa. "Aku tidak apa-apa, sepertinya hanya masuk angin saja," ucap Kiara tidak mau merepotkan Tere, apalagi Andra. "Atau jangan-jangan karena Bang Andra menggempur kamu dengan kasar?" Wajahnya Kiara memerah mendengar ucapan vulgar Tere. Ingin Kiara jawab iya, tetapi dia merasa malu. Dia juga tidak ingin membuat Tere sedih kalau tahu tentang hubungan ranjangnya dengan Andra. "Mungkin dia masuk angin," kata Andra menepis dugaan istri pertamanya. Namun, bagi Kiara perkataan Andra untuk menjaga perasaan Tere. Lelaki itu jelas akan selalu melakukan apapun agar Tere tidak sedih
Dalam kamar berwarna cream, seorang perempuan terbaring di atas ranjang. Perlahan matanya terbuka dengan pelan. Perlahan Kiara mengubah posisinya menjadi duduk seraya memindai kamar yang di tempati. "Ini bukan kamarku, tapi-- ." Kiara memperhatikan kembali kamar tersebut, lalu berucap dengan pelan, "Kamar tempat biasanya aku berhubungan dengan Mas Andra."Dia tidaknya tahu kenapa Andra dan Tere membawanya ke rumah mereka, daripada membawanya pulang. Kepalanya masih sedikit berdenyut, kemudian dia kembali teringat ucapan Andra sebelum dia benar-benar tidak sadarkan diri. "Aku tidak bisa memperlakukannya sama sepertimu, Sayang. Keberadaan Kiara hanya untuk membantu mewujudkan keinginanmu agar aku punya anak kandung, maka dari itu jangan minta aku untuk menganggapnya sebagai istri seperti kamu. Dia hanya istri pengganti untuk melahirkan anakku, tidak lebih!" ucap Andra yang terdengar serius, lalu Kiara tidak tahu yang terjadi selanjunya. Air mata Kiara luruh membasahi pipinya. Dia tid
Seharian tidak melakukan apapun membuat Kiara merasa bosan. Ingin bantu-bantu di rumah sendiri, tetapi Fira melarang karena wajah Kiara yang masih pucat. Padahal Kiara sudah merasa lebih baik dari kemarin. Dan akhirnya Kiara menghabiskan waktunya untuk membuat gambar di gazebo samping rumah. Tanpa disadari seseorang datang dan duduk di sampingnya. Sontak Kiara menoleh melihat Andra yang menatapnya dengan datar. "Kenapa? Kamu seperti melihat hantu!" "A-aku cuma terkejut!" balas Kiara menutup buku gambarnya, lalu celingukan dengan raut khawatir. "Mas kenapa di sini? Mas 'kan harusnya di kantor. Lagian bagaimana kalau Kak Fira dan Bi Asih lihat?" Andra menaikan sebelah alisnya. "Tidak ada pekerjaan yang terlalu penting dan Fira diajak Tere keluar, jadi aku diminta jagain kamu. Kalau Bi Asih, dia sudah tau hubungan kita." "A-apa?" Kiara terkejut dengan pernyataan terakhir Andra. Selama bekerja di dengannya, Bi Asih selalu bersikap biasa, tidak memandang aneh ataupun meremehkan
Setelah kepulangan Andra, Fira sampai di rumah beberapa menit kemudian. Sang kakak langsung istirahat dan akan Kiara bangunkan saat makan malam. Sekarang Kiara sudah berada di dapur bersama Bi Asih untuk membuat makan malam. Walaupun sempat dilarang, Kiara kekeuh ingin membantu sekaligus ada yang mau dibicarakan berdua dengan art rumahnya. "Ehem, Bi. Soal tadi-- ."Bi Asih yang sudah selesai mengoreng perkedel kentang berkata, "Saya minta maaf sudah menganggu Nona dan Tuan Andra.""Em, aku juga salah sudah melakukan seperti tadi di sini, padahal bisa saja Kak Fira yang datang," balas Kiara mendesah pelan. Kiara merasa beruntung karena yang melihatnya berpelukan dengan Andra adalah Bi Asih. Wanita itu hendak membawakan minuman, tetapi terkejut melihat posisinya dan Andra. Walaupun malu, tetapi perasaan lega lebih mendominasi. "Maaf sebelumnya, kalau boleh tau, kenapa Nona mau jadi istri kedua?" tanya Bi Asih dengan raut sungkan, tetapi juga penasaran. "Nona Kiara itu perempuan yang
"Kiara, kamu sudah mau pulang?" tanya seorang pria saat melihat perempuan berdiri di pinggir jalan. Perempuan itu menatap pria yang bertanya padanya dengan heran. "Iya. Kok Mas bisa di sekitar sini?""Kebetulan lewat, ayo aku antar pulang," ajak Arya yang sudah keluar dari mobilnya. Kiara tidak segera menyahuti ajakan pria di depannya. Bahkan Kiara tidak percaya kalau kebetulan pria itu lewat di sana, apalagi perusahaan milik Arya berbeda arah dengan butik. Terlalu sibuk dengan pemikirannya, Kiara ditarik oleh Arya masuk ke dalam mobil. "Eh, aku sudah pesan taksi online, Mas," ucapnya saat Arya sudah ikut masuk. "Batalkan saja!" sahut Arya dengan santai seraya mulai menyalakan mesin kendaraannya. "Kapan lagi kita bisa pulang bersama, hm?!"Kendaraan roda empat itu melaju membelah jalanan. Kiara masih tidak habis pikir dengan Arya yang seenaknya memaksa pulang, sehingga Kiara terpaksa membatalkan pesanan taksi online-nya. "Mas Arya tidak kebetulan lewat depan butik 'kan?" tanya Ki
"Tidak apa-apa, Ra. Tapi ... ."Kiara semakin penasaran apa yang sebenarnya terjadi dengan kakaknya. Awas saja kalau nanti kondisi kakaknya memburuk, Kiara tidak akan pernah mau bertemu dengan Arya lagi. "Apa ada sesuatu yang Mas Arya katakan sampai Kakak kepikiran?"Fira menggelengkan kepala seraya menepuk pelan kepala adiknya. "Bisakah kamu tidak dekat dengan Arya?""Kenapa?"Kiara tidak mengerti apa yang sebenarnya sudah terjadi. Tadi Fira terlihat biasa saja bersama Arya, saat pria itu pergi Fira malah mau Kiara tidak dekat dengannya. Kiara yakin kalau pasti terjadi atau ada sesuatu yang Arta katakan. "Kakak hanya merasa kalau dia kurang cocok denganmu," balas Fira seolah menyembunyikan sesuatu dari sang adik. "Jadi, kamu bisakan tidak dekat dengannya?"Anggukkan diberikan Kiara sebagai jawaban. Toh, dia dan Arya memang tidak dekat. Walaupun pria itu bilang menyukainya, tetapi Kiara tidak punya perasaan sedikit pun pada Arya, kecuali menghargai pria tersebut sebagai teman dari A
Kiara sudah bersiap dengan pakaian kerjanya, lalu berpamitan setelah selesai sarapan. Taksi online sudah dia pesan, tetapi belum datang juga. "Ra, mau berangkat?" tanya Tere dari dalam mobil. "Iya," jawab Kiara sambil menganggukkan kepalanya. Tanpa sengaja tatapan perempuan itu beradu dengan Andra yang duduk di samping Tere, lebih tepatnya Andra yang akan mengantar Tere ke butik. "Kita berangkat bersama saja.""Tidak usah, Re. Aku sudah pesan taksi online. Sebentar lagi pasti datang."Kiara tidak mau jadi obat nyamuk pasangan itu. Meskipun sedikit sungkan menolak ajakan Tere. "Batalkan saja! Kamu ikut dengan kami!" seru Andra dengan nada tidak mau dibantah. "Abang, yang lembut dong kalau bicara sama Kiara!" terus Tere membuat suaminya menghela napas pelan. Tepat saat itu, taksi pesanan Kiara datang. Senyum tipis tercetak di bibirnya dengan perasaan lega. Dia tidak perlu membatalkan pesanan dan berangkat bersama pasangan di depannya. "Taksiku sudah datang, aku duluan ya," pamit
Andra memiliki perasaan pada Kiara? Apakah Tere bercanda atau hanya ingin menyenangkan dirinya? Semua orang sangat tahun kalau seorang Andra hanya mencintai dann melihat Tere sebagai wanitanya. Sedangkan Kiara, hanya bayangan di antara pasangan itu yang tidak mungkin telihat. "Kamu harus percaya padaku, Ra. Bang Andra ada rasa padamu, tapi dia bukan orang yang akan langsung menunjukkan perasaanya," seru Tere dengan penuh keyakinan. Kekehan ringan dikeluarkan oleh Kiara. "Jangan bercanda, tidak mungkin Mas Andra menyukaiku. Lagian, aku juga tidak berharap dia menyukaiku, Re. Apalagi pernikahan kami bukan atas suka seperti kamu dan dia."Sejenak Tere tidak menimpali perkataan Kiara. Dilihat dari sikap suaminya yang pendiam dan suka menyimpan rahasia, Kiara tidak mungkin percaya begitu saja. Namun, Tere sudah bertahun-tahun kenal dengan Andra, dia sangat tahu saat suami diam-diam menyimpan perasaan pada orang lain. Apakah Tere cemburu atau marah? Tidak, Tere tidak merasa demikian, just