"Ashera?" Trixi tidak mengerti kenapa Ashera malah membentaknya dan memintanya diam.
Ashera tidak mempedulikan apa yang saat ini dipikirkan oleh Trixi. Menjelaskan pun rasanya tidak akan memiliki banyak waktu. Dia merasa Aleysa dan Kafi mengundangnya datang ada tujuan besar dan pasti berhubungan dengan ibunya."Katakan! Apa yang sebenarnya kalian inginkan dan apa yang harus aku lakukan?" Suara Ashera terdengar tegas.Aleysa dan Kafi tertawa melihat ketegasan Ashera. Dari awal mereka sudah yakin bila Ashera pasti akan datang dan tidak akan bisa menolak bila semuanya berhubungan dengan ibunya. Aleysa bangkit dari duduknya dan berjalan mendekati Ashera sembari membawa ponselnya."Lihat ini baik-baik!" Aleysa memberikan ponselnya pada Asheera dan menunjukkan rekaman video dirinya yang sedang melakukan pembullyan.Ashera dengan ragu mengambil alih ponsel itu dengan mata menatap Aleysa lekat. Dia merasakan firasat buruk yang bakal terjadi padanya. Karena setiap kali be"Ashera, kamu yakin akan melakukan ini semua?" Trixi merasa tersakiti dan kasihan melihat Ashera.Dia tidak tega melihat sahabatnya seperti ini. Harus mengakui kesalahan yang tidak pernah dia lakukan, apalagi mengakui secara terbuka dan pasti akan dilihat semua orang. Bukan hanya masa depannya yang akan terancam dan kelam, tapi semua orang pasti akan mengecamnya. Meski Kafi menjanjikan pembebasan dan menjamin tidak akan ada penahanan oleh pihak kepolisian, tetap saja hidup Ashera terancam."Tidak ada cara lain, Trixi," ucapnya sedih dan pasrah.Demi menyelamatkan nyawa ibunya dan mendapatkannya kembali, dia rela melakukan apa saja yang diminta oleh Aleysa, termasuk mengakui perbuatan yang tidak pernah dia lakukan sama sekali. Jangankan melakukan pembullyan dan penganiayaan pada manusia, membunuh semut saja Ashera tidak tega.Melihat kondisi ibunya yang mengenaskan dalam rekaman video yang ditunjukkan Aleysa padanya, membuat hatinya semakin hancur. Hidupnya sudah han
"Kalian menipu aku?" desis Ashera menyadari bila dia telah ditipu oleh Kafi dan Aleysa.Alesya dan Kafi tersenyum licik mendengar perkataan Ashera. Segera Aleysa menggerakkan tangan memberi kode pada orang-orangnya untuk mengusir para awak media setelah melihat Arion tidak ada lagi di tempatnya berdiri. Dia yakin Arion sudah pergi setelah mendengar pengakuan Ashera karena tunangannya itu mengatakan tidak ada waktu untuk datang, tapi karena Aleysa memaksa datang, maka Arion hanya datang sebentar dan segera pergi."Kami tidak menipumu, Ashera. Kamu saja yang terlalu bodoh!" ucap Aleysa setelah hanya tinggal mereka bertiga saja dengan dua pria yang mengaku sebagai polisi.Ashera geram dan benar-benar marah. Kemarahan yang sejak tadi ditekan dalam-dalam demi ibunya, kini sudah tidak bisa ditahan lagi. "Aku bersumpah, aku akan membalas semua perbuatan kalian setelah aku keluar dari penjara," ucap Ashera.Matanya tajam menembus Aleysa dan Kafi secara bergantian. Bara
"Pergi jauh dari hadapanku! Kedepannya bila aku melihat wajah kalian, maka aku akan benar-benar membunuh kalian.""Tidak, tidak lagi. Kami akan pergi jauh dari kota ini," ucap salah satu dari dua pria itu dengan suara gemetar.Dua pria itu bersujud di kakinya dengan wajah penuh lebam dan luka. Bahkan darah segar terlihat membekas dari bibir mereka yang pecah karena tinjuan tangan yang kuat. Bukan hanya wajah saja yang penuh dengan luka dan lebab bekas tinjuan, tapi tubuh mereka yang setengah tidak berpakaian pun penuh dengan bilur-bilur merah."Cepat pergi!" bentaknya lagi dengan suara lebih menggelegar dan menakutkan. Auranya lebih mencekam dari malam yang gelap tak berbintang."Iya, iya, kami pergi," sahutnya gugup dan lagi-lagi suaranya penuh dengan rasa ketakutan dan tercekat.Dua pria itu lari tunggang langgang dengan kedua tangan menutupi bagian tubuhnya yang hanya tertutup kain segitiga, sedangkan baju dan celana mereka ditinggal begitu saja saking takutny
"Bos?" Fathan mendekati Arion yang berdiri menghadap dinding kaca di ruang kerjanya.Arion tampak diam dan sibuk dengan pikirannya sendiri. Entah apa yang sedang dipikirkan, tapi yang jelas bukan masalah pekerjaan karena soal pekerjaan ada Fathan dan yang lainnya yang pasti bisa diandalkan. Bahkan kemampuan Arion sendiri tidak bisa diremehkan."Fathan." Arion memutar tubuh menghadap Fathan dan melepaskan lipatan kedua tangannya, lalu berjalan mendekati asistennya itu.Meski tidak menjawab panggilan Arion, namun ekspresi dan mimik wajah serta gestur tubuh Fathan menunjukkan kesiapan."Menurutmu, apakah aku harus membatalkan penanganan proyek di London?" Fathan sedikit mematahkan lehernya dan menatap lekat Arion. Setidaknya dia terkejut dengan ucapan Arion dan rasanya tidak percaya Arion mempertanyakan hal yang seharusnya tidak dia tanyakan dan sebenarnya Arion paling tau jawabannya."Proyek itu, bukankah sangat berarti untukmu?" sahut Fathan dengan kerli
"Nona, tenangkan dirimu!" Fathan kaget melihat Ashera marah dan bisa dikatakan mengamuk.Ashera terus saja menyalahkan Fathan yang tidak tau apa-apa tentang kematian ibunya, tentang kelicikan Aleysa. Yang dia tau hanya tentang rekaman video dan pengakuan Ashera. Bahkan Arion pun tidak mengatakan apa-apa tentang ini"Kenapa tidak kalian bunuh saja aku seperti kalian bunuh ibuku, ha?" pekik Ashera tidak bisa dikendalikan oleh Fathan.Lagi-lagi Ashera menyebut ibunya dan pembunuhan yang diklaim sebagai perbuatan Aleysa dan Kafi. Hal itu membuatnya semakin tidak mengerti. Apalagi melihat emosi Ashera tidak bisa dikendalikan dan terus saja berteriak meminta agar dia membunuhnya juga."Ashera!" bentak Fathan dengan suara lantang dan cukup keras.Fathan sudah tidak memiliki cara lagi untuk membuat Ashera diam dan tidak terus menyerangnya dengan kemarahan sehingga membentaknya adalah cara satu-satunya yang bisa dia pakai agar Ashera diam.Tatapan dan wajah dinginnya
"Apa kamu yakin?" Arion memutar tubuh menghadap Fathan dan menatapnya lekat."Aku tidak salah mendengar. Dia dengan jelas mengatakannya," jawab Fathan.Setelah mengantar dan menenangkan Ashera, Fathan langsung menemui Arion dan menceritakan apa yang terjadi dan apa yang dikatakan Ashera dalam kemarahannya. Awalnya dia tidak percaya dan tidak yakin atas apa yang dia dengar, tapi melihat cara dan emosi Ashera saat itu membuat Fathan merasa ada yang harus diselidiki dan dibicarakan pada Arion."Apa menurutmu Aleysa tega melakukan hal itu?" Arion merasa ragu. Arion yang tadi duduk dengan bersandar, kini punggungnya condong ke arah Fathan dengan kedua tangan terlipat di atas meja."Aku tidak berani mengatakannya. Kamu lebih mengenalnya," jawab Fathan tidak berani berpikir terlalu jauh tentang Aleysa. Kini giliran Fathan yang menyandarkan punggungnya.Arion ingin tidak percaya dan memungkiri apa yang dia dengar dari Fathan tentang kematian ibu Ashera yang disebabk
"Aleysa, maukah kamu menceritakan padaku tentang saudaramu itu?" tanya Arion dengan tatapan lekat dan penuh harap pada Aleysa.Aleysa sedikit terkejut mendengar permintaan Arion hanya saja dengan cepat dia dapat mengubah air mukanya untuk kembali tenang hingga menurutnya Arion tidak akan pernah mencurigainya atau berpikir dia telah berbuat jahat pada Ashera saudaranya."Arion, untuk apa membahasnya?" Aleysa menunjukkan keberatan."Ya, hanya sekedar ingin tahu saja. Selama ini aku tidak mengetahui kalau kamu mempunyai saudara perempuan," jawab Arion.Aleysa tersenyum tipis."Sudahlah, tidak perlu dibahas. Dia tidak penting," sahut Aleysa."Tapi dia saudaramu. Tidak salah bukan kalau aku ingin mengetahui juga?" "Ya, dia memang saudaraku, tapi kami berbeda meskipun wajah kami sangat mirip," ucap Aleysa menunjukkan rasa enggan membahas Ashera.Meski Aleysa terus menolak untuk menceritakan tentang Ashera pada Arion, tapi tunangannya itu terus memaksa deng
"Apa dia sudah tidur?" "Sepertinya sudah. Dari pagi nona Ashera tidak keluar kamar. Dia juga tidak mau makan."Mata Arion membuka sedikit lebih lebar. Sejak dia meminta Fathan membawa Ashera ke rumahnya setelah diperbolehkan pulang dari rumah sakit, baru kali ini dia sempat mengunjunginya. Tepatnya pulang ke rumah itu. Dia pikir tidak akan muncul di hadapan Ashera karena ingin Ashera menenangkan diri setelah kejadian waktu itu. Hanya saja mendengar bila Ashera tidak mau makan dan tidak keluar dari kamarnya, Arion merasa khawatir."Bi, tolong siapkan makanan untuknya!" minta Arion."Baik, Tuan." Wanita setengah baya yang setia menjadi ART di rumah itu segera menyetujui perintah Arion.Sembari menunggu Ijah menyiapkan makanan untuk Ashera, Arion duduk sembari mengutak-atik ponselnya. Wajahnya yang tampan tampak dingin dan datar. Tidak ada ekspresi yang menonjol di sana."Tuan, ini makanannya." Ijah mendekati Arion membawa nampan berisi makanan untuk Ashe