"Nona, tenangkan dirimu!" Fathan kaget melihat Ashera marah dan bisa dikatakan mengamuk.
Ashera terus saja menyalahkan Fathan yang tidak tau apa-apa tentang kematian ibunya, tentang kelicikan Aleysa. Yang dia tau hanya tentang rekaman video dan pengakuan Ashera. Bahkan Arion pun tidak mengatakan apa-apa tentang ini"Kenapa tidak kalian bunuh saja aku seperti kalian bunuh ibuku, ha?" pekik Ashera tidak bisa dikendalikan oleh Fathan.Lagi-lagi Ashera menyebut ibunya dan pembunuhan yang diklaim sebagai perbuatan Aleysa dan Kafi. Hal itu membuatnya semakin tidak mengerti. Apalagi melihat emosi Ashera tidak bisa dikendalikan dan terus saja berteriak meminta agar dia membunuhnya juga."Ashera!" bentak Fathan dengan suara lantang dan cukup keras.Fathan sudah tidak memiliki cara lagi untuk membuat Ashera diam dan tidak terus menyerangnya dengan kemarahan sehingga membentaknya adalah cara satu-satunya yang bisa dia pakai agar Ashera diam.Tatapan dan wajah dinginnya"Apa kamu yakin?" Arion memutar tubuh menghadap Fathan dan menatapnya lekat."Aku tidak salah mendengar. Dia dengan jelas mengatakannya," jawab Fathan.Setelah mengantar dan menenangkan Ashera, Fathan langsung menemui Arion dan menceritakan apa yang terjadi dan apa yang dikatakan Ashera dalam kemarahannya. Awalnya dia tidak percaya dan tidak yakin atas apa yang dia dengar, tapi melihat cara dan emosi Ashera saat itu membuat Fathan merasa ada yang harus diselidiki dan dibicarakan pada Arion."Apa menurutmu Aleysa tega melakukan hal itu?" Arion merasa ragu. Arion yang tadi duduk dengan bersandar, kini punggungnya condong ke arah Fathan dengan kedua tangan terlipat di atas meja."Aku tidak berani mengatakannya. Kamu lebih mengenalnya," jawab Fathan tidak berani berpikir terlalu jauh tentang Aleysa. Kini giliran Fathan yang menyandarkan punggungnya.Arion ingin tidak percaya dan memungkiri apa yang dia dengar dari Fathan tentang kematian ibu Ashera yang disebabk
"Aleysa, maukah kamu menceritakan padaku tentang saudaramu itu?" tanya Arion dengan tatapan lekat dan penuh harap pada Aleysa.Aleysa sedikit terkejut mendengar permintaan Arion hanya saja dengan cepat dia dapat mengubah air mukanya untuk kembali tenang hingga menurutnya Arion tidak akan pernah mencurigainya atau berpikir dia telah berbuat jahat pada Ashera saudaranya."Arion, untuk apa membahasnya?" Aleysa menunjukkan keberatan."Ya, hanya sekedar ingin tahu saja. Selama ini aku tidak mengetahui kalau kamu mempunyai saudara perempuan," jawab Arion.Aleysa tersenyum tipis."Sudahlah, tidak perlu dibahas. Dia tidak penting," sahut Aleysa."Tapi dia saudaramu. Tidak salah bukan kalau aku ingin mengetahui juga?" "Ya, dia memang saudaraku, tapi kami berbeda meskipun wajah kami sangat mirip," ucap Aleysa menunjukkan rasa enggan membahas Ashera.Meski Aleysa terus menolak untuk menceritakan tentang Ashera pada Arion, tapi tunangannya itu terus memaksa deng
"Apa dia sudah tidur?" "Sepertinya sudah. Dari pagi nona Ashera tidak keluar kamar. Dia juga tidak mau makan."Mata Arion membuka sedikit lebih lebar. Sejak dia meminta Fathan membawa Ashera ke rumahnya setelah diperbolehkan pulang dari rumah sakit, baru kali ini dia sempat mengunjunginya. Tepatnya pulang ke rumah itu. Dia pikir tidak akan muncul di hadapan Ashera karena ingin Ashera menenangkan diri setelah kejadian waktu itu. Hanya saja mendengar bila Ashera tidak mau makan dan tidak keluar dari kamarnya, Arion merasa khawatir."Bi, tolong siapkan makanan untuknya!" minta Arion."Baik, Tuan." Wanita setengah baya yang setia menjadi ART di rumah itu segera menyetujui perintah Arion.Sembari menunggu Ijah menyiapkan makanan untuk Ashera, Arion duduk sembari mengutak-atik ponselnya. Wajahnya yang tampan tampak dingin dan datar. Tidak ada ekspresi yang menonjol di sana."Tuan, ini makanannya." Ijah mendekati Arion membawa nampan berisi makanan untuk Ashe
Ashera tersenyum kecut."Kamu pikir aku akan melakukan hal itu? Kamu takut tunangan kesayanganmu itu memiliki nama buruk? Kamu takut dia stres terus menjadi gila karena dituduh membunuh aku setelah pengakuan ini?" seru Ashera dengan nada kesal dan semakin meninggi. "Itu khan yang kamu takutkan, Tuan Arion?" Arion menggepalkan tinju menahan kemarahan dalam hatinya. Jelas kata-kata Ashera mengena di hati dan menghantam sanubarinya. Semua yang dikatakan adik Aleysa itu memang benar. Dia tidak mau nama Aleysa jatuh dan buruk. Ya, dia melakukan itu semua untuk melindungi Aleysa.Tatapan keduanya kembali saling beradu, hanya saja keduanya memiliki sorot mata yang berbeda. Arion terlihat lebih dingin dan tenang, sedangkan Ashera memiliki sorot mata kemarahan dan penuh kebencian yang mendalam. Bahkan napasnya pun memburu tersengal dan panas seperti ingin menelan mentah-mentah Arion."Kamu menang saja, Tuan Arion! Kamu memiliki segalanya untuk melakukan semua itu padaku," sa
"Dasar laki-laki aneh! Dia yang mememecat orang, kenapa aku yang dijadikan kambing hitam?" Ashera mempercepat langkahnya seiring dengan omelannya yang memiliki nada cepat pula. Meski penjaga itu mengatakan bila dia adalah wanita istimewa, tetap saja hal itu tidak berlaku untuk kemarahannya.Setelah mendengarkan ocehan penjaga yang terus menyalahkannya karena Arion memecat Ijah, Ashera segera pergi dari halaman belakang rumah. Kakinya terus melangkah menuju kamar Arion, dia ingin meminta penjelasan dan pertanggungjawaban Arion atas ocehan yang diterimanya hari ini.Dengan rasa kesal, Ashera mengetuk pintu kamar Arion beberapa kali. Tidak ada jawaban dan tidak ada tanda-tanda ada orang di dalam kamarnya. Kembali terdengar dengus kesal dengan helaan napas panjang."Awas saja kalau kamu datang!" ancam Ashera tanpa ada orangnya.Saking kesalnya, Ashera menghentakkan tangan pada handel pintu, tiba-tiba pintu kamar itu terbuka dan dia terkejut."Hah?!" Bibirnya membuka
"Dasar manusia aneh! Laki-laki tidak bermoral!" maki Ashera berjalan keluar meninggalkan kamar Arion.Kesal, marah, ingin memaki, namun tidak berdaya. Itulah yang dirasakan Ashera saat ini. Arion menekan dirinya dan mengatakan bila mulai hari ini dia adalah asistennya. Segala keperluan Arion, dia yang bertanggung jawab. Bahkan sampai menyiapkan pakaian, makan dan semuanya sampai hal yang terkecil dan pribadi pun, dia yang harus melakukannya.Bibir Ashera terus komat-kamit memaki dan menggerutu apa yang telah dilakukan Arion padanya."Ini namanya bukan asisten, tapi babu," gerutunya."Tidak baik wanita cantik sepertimu memasang wajah cemberut." Tiba-tiba Ashera dikejutkan dengan suara pria di hadapannya. Jelas saja hal ini membuat gerakan bibirnya langsung terhenti.Melihat siapa yang datang, bukan mengobati rasa kesalnya, dia malah semakin kesal. Ashera mengabaikan sapaan Fathan dan berlalu dari hadapan pria itu, lalu duduk dengan kasar di sofa. Matanya sini
"Pakai sendiri!" Ashera menyampirkan celemek pada bahu Arion.Sembari berputar, sembari menyambar alat masak dan sendok sayur dari tangan Arion. Dia mengambil alih apa yang akan dilakukan oleh Arion, sedangkan Arion sendiri terdiam. Pria itu mengambil celemek dan meletakkan pada lengannya dan membiarkan Ashera melakukan tugasnya.Arion menjauh dari Ashera ketika ponselnya berdering dan menjawab. Pria itu melakukan obrolan cukup lama dan Ashera melihatnya sekilas, lalu cuek melanjutkan pekerjaannya. Ketika menoleh lagi, Arion sudah tidak terlihat di tempatnya berdiri."Dasar manusia aneh!" gerutu Ashera.Dia merasa Arion adalah pria paling aneh dan tidak bisa dimengerti sepanjang dia mengenalnya. Sikapnya selalu berubah-ubah tidak bisa ditebak. Terkadang dingin, cuek dan datar, tapi terkadang juga perhatian dan sok patuh."Makanannya sudah matang," ucap Ashera saat melihat Arion baru keluar dari kamarnya dan berjalan, sembari menghidangkan masakan di atas mej
"Silakan menikmati harimu!" Fathan merentangkan kedua tangan saat mereka telah tiba di tempat tujuan. Sebuah pantai laut lepas terbentang di hadapan Ashera dan Fathan. Tidak terlalu ramai pantai itu, hanya beberapa orang saja yang ada di sana. Lebih tepatnya hanya beberapa pasang. Mungkin karena bukan hari libur, mungkin juga karena siang hari, mereka takut hitam.Ashera mengedarkan pandang ke laut lepas, lalu melihat Fathan. Dia tidak tau apa tujuan pria itu membawanya ke sana, ke tempat yang bisa dikatakan sepi. Katanya mau merefresh otaknya, tapi hanya ada pasir putih dan birunya air laut."Aku tidak suka pantai," ucap Ashera sembari berjalan kembali masuk ke dalam mobil.Fathan tercengang, lalu berjalan mengikutinya dan berdiri di samping pintu mobil di mana Ashera duduk."Kenapa?" tanyanya dengan tatapan ingin tau."Tidak suka saja. Apa harus ada alasan?" seru Ashera menunjukkan nada tidak senang."Harus! Setiap hal pasti ada alasan," desak Fathan.