"Tidurlah lagi!" perintah Arion ketika melihat Ashera terbangun dari tidurnya dan hendak duduk.Ashera tersentak. Tubuhnya hampir melonjak. Seharusnya dia tidak seperti ini karena bukan kali pertama, setiap dia bangun selalu melihat Arion ada dalam satu ranjang bersamanya. Namun, setiap kali melihatnya ketika matanya terbuka, tetap saja tubuhnya melonjak kaget."Kenapa tidak membangunkan aku?" tanya Ashera.Melihat Ashera duduk dan menarik tubuhnya ke belakang untuk bersandar, Arion yang sedang sibuk dengan monitor mininya langsung peka. Pria itu menumpuk dua bantal untuk mengganjal punggung Ashera."Hari ini tidak usah bekerja," ucapnya.Dua hari setelah Ashera dan dirinya diperbolehkan pulang dari rumah sakit, sejak saat itu mereka berdua belum pernah pergi ke perusahaan. Arion lebih memilih melakukan pekerjaannya dari rumah dengan alasan pemulihan, begitu juga dengan Ashera. Arion yang memintanya tetap di rumah bersamanya."Bukankah kamu bilang, hari ini aku sudah boleh bekerja lag
“Arion.”Fathan mendekati Arion, namun masih terhalang oleh meja kerja. Merasa kasihan, khawatir dan cemas ketika melihat Arion terdiam mematung dengan mata tidak berkedip sama sekali. Dia takut Arion shock setelah mlihat video yang tadinya ingin dia sembunyikan. Namun, karena Arion memaksa dan malah mengancam akan memecatnya, akhirnya dia menyerahkan dengan tanpa berdaya.Setelah melihat video yang diberikan Fathan padanya tubuh Arion mematung. Bahkan rasanya dia tidak bernapas sama sekali. Tidak ada pergerakan yang terlihat. Dunianya sangat amat gelap tanpa sedikit pun celah untuk secercah cahay masuk.“Arion, aku masih menyelidikinya lagi, apakah video itu asli atau hanya editan saja,” ucap Fathan mencoba untuk menghibur.“Tidak perlu!” larang Arion. Meski telah menanggapi Fathan, namun sama sekali tidak mengubah gesture dan ekspresi wajahnya. Bahkan tatapannya masih terpatri pada layar monitor yang tidak lagi bergerak memutar.“Tapi-““Ini alasan kenapa aku memintamu menyelidiki me
“Ashera, kamu hebat!” puji Trixi.Trixi langsung menyambut Ashera dengan pelukan. Dia merasa senang karena pada akhirnya Ashera berani mengambil keputusan, meski penuh dengan resiko. Namun, paling tidak dia telah melakukan pembelaan dan pembersihan nama baiknya.“Trixi, aku gugup,” ucap Ashera.“Kamu sudah melakukan hal yang benar, Shera. Aku bangga memiliki teman sepertimu,” hibur Trixi.“Aku juga merasa lega, Trixi. Akhirnya aku bisa mengungkap semua kejahatan Aleysa.” Sebenarnya Ashera ingin menangis, ingin juga tertawa bahagia. Ada rasa lega di dalam hatinya setelah mengungkapkan semua yang mengganjal dalam hatinya selama ini. Sebenarnya hal ini sudah ingin dilakukan sejak lama, namun Arion selalu melarangnya demi keselamatannya.Kepalanya kini terasa ringan seolah beban yang selama ini memperberat hidupnya telah berkurang. Bibir Ashera tersenyum. Namun, beberapa saat kemudian kebahagiaan itu berubah menjadi wajah kesedihan dan keraguan. Ashera kembali merasakan sedih.“Shera, ad
“Astaga, Ashera. Aku sama sekali tidak bisa membayangkan bagaimana wajah Aleysa ketika semua orang menghujatnya,” ucap Trixi sembari memegangi perutnya yang terasa kaku dan sakit.Untuk menghibur kegelisahan Ashera, Trixi melontarkan kata-kata lucu dan terkadang konyol saat membahas masalah Aleysa dan reaksi wanita itu. Bahkan dia membayangakan Aleysa dilempar telur busuk oleh emak-emak yang membenci kejahatannya.“Tapi Aleysa bukan wanita seperti itu, Trixi. Aku rasa urat malunya telah putus dan otaknya sudah konslet,” sahut Ashera.Dia tidak yakin bila Aleysa akan memiliki rasa malu dan trauma atas video klarifikasinya. Menurutnya, Aleysa adalah wanita berhati baja yang telah berkerak. Wajahnya pun telah menjadi wajah dinding penuh molen cor yang tebal sehingga tidak memiliki rasa malu.“Emmm, benar katamu, Shera. Perempuan itu adalah nenek lampir yang mengerikan, tidak tau malu sama sekali.” Trixi kembali tertawa.Setelah lelah tertawa, keduanya kembali hening dengan pikiran masing
"Hidupmu normal, Ashera."Arion mendekati Ashera lalu memeluknya erat membawa tubuh langsing Ashera ke dalam dekapan hangatnya. Meski Ashera memberontak, namun Arion tidak melepaskannya. Bahkan semakin erat memeluknya."Lepaskan, Arion! Aku jijik dengan pria munafik sepertimu!" pekik Ashera terus berusaha melepaskan diri.Sekuat apa pun Ashera memberontak dan ingin melepaskan diri, Arion tetap bergeming. Pemberontakan yang dilakukan Ashera sama sekali tidak sebanding dengan tenaga dan kekuatan tubuhnya.Semakin memberontak, semakin habis tenaga Ashera. Apalagi tangis dan teriakannya tidak berhenti, semakin menguras tenaga sehingga kini hanya tinggal rasa lelah dan lemah. Tubuh Ashera terkulai lemah dalam dekapan Arion."Tolong lepaskan aku, Arion! Biarkan aku menjalani hidupku sendiri. Biarkan aku pergi jauh darimu dan juga Aleysa!" ucap Ashera dalam tangis dan ketidakberdayaannya.Tubuh Ashera luruh ke lantai setelah Arion melonggarkan pelukannya.Tidak membiarkan Ashera menangis sen
"Bagaimana dengan Aleysa?" Ashera menatap lekat, namun ragu. "Apa kau mencintaiku?" tanya Arion sebelum memberi jawaban atas pertanyaan Ashera."Aku tidak mau menjadi madu saudaraku sendiri. Meski dia telah jahat padaku, tapi aku bukan wanita jahat yang suka merebut kekasih wanita lain, apalagi saudaraku sendiri.""Jawab saja pertanyaanku! Apa kamu mencintai aku?" Arion kembali mendekap wajah Ashera."Aku tak tau." Ashera menyingkirkan tangan Arion dari wajahnya, lalu berputar haluan dan menghindarinya. Dia memilih menjauhi pria itu. Pertanyaan Arion tidak pernah dipikirkan selama ini. Jangankan untuk memikirkan cinta, Ashera hanya butuh kebebasan saja.Arion pun memutar tubuh, pandangnya mengikuti arah perginya Ashera. Dia menunggu jawaban."Apa yang aku katakan belum bisa membuatmu percaya?" Arion kembali mendekati Ashera.Ada keraguan dalam hatinya Ashera. Dia tidak berani mengatakan apa yang dirasakan selama ini karena dia mencintai Arion. Dia juga tidak berani mengatakan bila
"Ashera, apa yang kamu lakukan?" Arion memperhatikan Ashera saat mengambil ponsel dan mengutak-atik layarnya."Menghubungi Trixi," jawab Ashera sembari memperhatikan ponselnya."Jangan lakukan!" Arion mengambil ponsel dari tangan Ashera."Kenapa? Aku hanya tidak ingin Trixi khawatir padaku." Kembali Ashera merebut ponselnya."Aku sudah mengatakan pada temanmu itu kalau malam ini kamu bersamaku.""Aku hanya ingin mengatakan pulang sedikit terlambat agar dia tidak tidur.""Tidak perlu! Malam ini kamu tidak akan kembali ke hotel itu." Arion kembali mengambil ponsel Ashera dan menyimpannya."Kenapa? Aku ke sini datang bersama Trixi dan yang lainnya. Kamu datang dan mengacaukan semuanya.""Aku tau apa yang harus aku lakukan, Shera. Jadi, jangan membantah!"Ashera terdiam, namun dalam hati memaki. Sebenarnya dia sangat kesal dan marah atas apa yang dilakukan Arion padanya. Pertama, Arion telah masuk ke dalam kamar dan memaksa pergi bersama. Kedua, pria itu sekarang melarangnya menghubungi T
"Jangan!" Ashera menahan Arion saat tangannya hendak melepaskan kancing pada pakaian bagian atas.Ashera merasa shock di antara napas terengah setelah beberapa saat terbuai oleh manisnya cinta dalam penyatuan bibir mereka. Arion telah mencumbunya dan beberapa saat yang lalu dia pun terlena. Kesadarannya baru pulih ketika merasakan tangan Arion mulai turun dan bermaksud melepaskan kancing bajunya."Kenapa? Apa kamu masih belum percaya kalau aku mencintaimu?" Arion menatap lekat mata Ashera yang tampak ragu.Bila ditanya apakah Ashera percaya pada cinta yang dikatakan Arion? Jawabannya adalah ragu. Mungkin hanya 65% dia mempercayai perkataan cinta Arion, selebihnya belum percaya. Cukup sulit untuk membuat kepercayaan itu menjadi 100% atau minimal 90%. Mendengar rumor perasaan cinta pria itu pada Aleysa membuatnya tidak yakin.Masih terdiam mengunci tubuh Ashera, Mata Arion menjelajah manik keraguan Ashera. Bukan perkara kecil saat Ashera menghentikan gairah cinta yang mulai membara set