Share

Chapter 10 Pilu

Hatinya peluh, seakan ruh hilang sebagian. Andai semua tidak terjadi, andai semua tidak dilaksanakan, mungkin tidak akan seperti ini. Apadaya setelah tanah merah sudah terbuka, terbaring lemah disana, hanya duka yang kini terdengar dan penyesalan tanpa arti.

Air matanya masih menggulir deras disamping pria tua yang merangkulnya, melihat kepergian sosok cinta pertama dalam kehidupan kini terbaring dalam tanah merah. Masih ada kebencian yang tertuai, dendam yang belum meredam, dan kehidupan yang masih terlihat cacat.

Upacara pemakaman telah usai, semua berjalan sebagaimana mestinya, para pelayat pun perlahan berhambur meninggalkan. Namun seorang gadis rapuh dan pria tua tetap disana, menatapi batu nisan yang tertancap, air matanya masih berlinang. 

“Waktunya kita pulang, Linara. Ayah sudah tenang di alam sana,” Aathif berupaya mengajak Linara untuk pulang karena matahari akan tak lama lagi akan berubah senja.

“Semua salah Linara, Semua tidak akan terjadi, kalau Linara tidk menurutinya.” Sesal Linara masih dalam duka, apa yang disesalkannya? Hingga membuat luka begitu dalam?

“Sudahlah ... Kakek masih ada bersama kamu, Linara.”

***

Mata sembab berbekas, duduk disudut ruang kamar yang dulu Linara singgahi, bau ruangan yang tidak asing mencuatkan kenangan bersama Ayah. Meja belajar masih tertata rapih, begitupun dengan indahnya kenangan belajar bersama Ayah. Rasanya masih melekat hadir Ayah disana.

Sederet buku pun masih berjajar rapih, jemarinya mulai menggapai Album Foto pada deretan akhir. Lembaran demi lembaran melihatkan kenangan indah, senyuman bahagia terlihat begitu hangat. Rasanya ingin mengulang waktu itu. 

Saat ruang sedang mengajak nostalgia, sesaat buyar ketika suara kenop pintu terdengar jelas. Seseorang masuk kedalam. Membuat Linara menoleh arah, siapa gerangan yang masuk kedalam kamarnya tanpa mengetuk itu?

“Mau apa kamu kesini?” tanya Linara sinis saat mendapati Zelline sedang berjalan mendekati dirinya, masuk tanpa permisi membuat sebagian orang jengkel bukan? Layaknya tidak tahu tata krama.

“Aku cuma mau kasih ini,” balas Zelline dengan melemparkan sepucuk Amplop yang tergelak tepat hadapan Linara.

Linara menatap Amplop itu, rasanya janggal apabila Zelline yang memberinya, “Bagiku isinya tidak penting, mungkin bagi mu itu penting. Kalau bukan karna harta warisan itu, aku tak sudi memberikan surat drama ini dari tua bangka tak berguna itu!” celetuk Zelline membuat api amarah Linara tersulut.

“Sekali lagi kamu panggil Ayahku seperti itu, aku tidak akan segan menjahit bibir dusta anda, nyonya Zelline!” balas Linara cukup pedas, membuat Zelline diam dan berkerut dahi.

“Kamu sudah berani melawan pada Ibu mu sendiri ya, Linara?” ungkap Zelline begitu santai dengan menengadahkan dagu Linara.

Linara menumpas tangan Zelline yang berani menyentuhnya, “Aku tidak pernah menganggap kamu Ibu, kamu itu hanya benalu yang tidak tahu malu hidup dikehidupan orang lain!” tukas Linara.

“Kurang ajar! Jaga omongan kamu!” hampir saja Zelline melayangkan tamparan pada Linara, namun layangan tangannya berhasil ditepis.

“Memang betul kamu itu, Benalu!” 

Zelline tampak lebih kesal, mengepal tangannya kuat, lantas menghembus napasnya upaya untuk menenangkan hatinya.

“Kalau tidak karena warisan ini, aku sudah membuang kamu bahkan kubunuh dulu sebelumnya. Karena untuk apa kamu hidup? Kamu sudah tidak berguna ini, apalagi Cacat!” Zelline menyeringai terhadap Linara, ucapannya begitu menusuk apalagi dengan sorot mata yang mengarah pada Kaki Linara.

“Lebih baik hidup dalam kekurangan tapi tidak menjadi benalu kehidupan orang lain sepertimu, Zelline! Wanita yang tidak mampu bahagia, hingga merengut kebahagian orang lain, bukankah itu jalang?” delik mata Linara semakin memanas keadaan, Zelline benar-benar sudah diambang batas emosi.

“Kamu memang sudah tidak waras, Linara!” pekik Zelline.

“Harusnya Aku yang berbicara seperti itu, kamu itu membunuh Ayah aku, demi harta bukan? Kamu itu jalang!” balas Linara begitu santai.

“Aku bukan pembunuh Ayah mu!” tukas Zelline.

Linara tertawa sindir, “Mana mungkin ada maling ngaku? Tenang saja biar bukti yang akan berbicara, hingga kamu tidak mampu berbicara lagi!” 

“Linara! kamu keterlaluan!”

“Anda yang keterlaluan, demi harta sampai segininya. Benar-benar tidak waras! Maaf ruangan ini tidak menerima orang tidak waras, jadi tolong keluar!” titah Linara dengan tangan yang menunjuk pintu keluar kamar pada Zelline.

Zelline menatap dengan sorot kekesalan pada Linara, tangannya mengepal begitu keras seperti emosinya.

“Apa kamu tuli? Cepat keluar!” perintah Linara dengan nada tinggi, Zelline tampak kalah dalam situasi ini, langkahnya langsung berbalik keluar dengan langkah yang terhentak emosi.

Pintu tertutup dengan suara hentakan cukup keras, Zelline membantingnya. Sungguh tidak sopan. Tapi disisi lain Linara berhasil membuat amarah Zelline memuncak. Linara menghembuskan napas lega, duduk kembali berhadapan dengan meja. Membuka sepucuk surat yang diberi Zelline.

‘Dear Linara,

Ayah sengaja menuliskan sepucuk surat ini padamu, Nak. Kenangan akhir yang bisa Ayah beri ada dalam kotak abu dilemari kerja Ayah. Ayah harap kamu menjaganya dengan baik. 

Kamu harus tetap menjadi wanita baik ya, Nak. Kita hanya berbeda alam saja, doakan selalu Ayah ya..

Maafkan Ayah belum bisa menjadi yang terbaik untukmu, Linara..

Ayah sayang Linara’

Segelintir air mata menetes membasahi kertas terakhir Ayah, sesak sekali membaca ukiran akhir seorang yang sangat Linara sayang. Kini telah berpulang pada pangkuan Tuhan, tapi sisi lain Linara tenang, karena Ayah tidak perlu menahan sakitnya lagi.

***

Linara segera berlalu pergi ke ruangan kerja mendiang Ayahnya. Dia berusaha mencari Kotak abu pemberian akhir Ayahnya. Dan dalam hati Linara semoga Zelline tidak membuntuti dan mengganggunya lagi. Lantas Linara mengunci rapat pintu, upaya agar tidak ada orang yang mengganggunya termasuk Zelline juga.

Akhirnya Linara berhasil menemukan kotak Abu yang dimaksud Ayah. Kotak berwarna Abu dengan kondisi sedikit berdebu seperti sudah lama tidak terbuka. Linara tidak sabar membuka dan tahu isi dalam kotak tersebut. perlahan Linara mengibaskan debu yang ada dipermukaan kotak juga sedikit ditiupnya.

Perlahan Linara membukanya, kotak tersebut berisi rekaman video dan buku catatan kecil, juga bunga mawar yang sudah layu namun masih tersimpan rapih. Linara mulai dengan membaca catatan kecilnya.

‘Linara kamu benar, Ayah sangat salah dalam menilai Zelline. Dia adalah manusia yang begitu kejam, dia mempelakukan Ayah seperti binatang. Kami sering bertengkar, padahal Ayah dalam kondisi sakit tapi Zelline dengan berani selalu membawa mantan suaminya ke rumah. Sebagian harta sudah Zelline pegang, namun Ayah segera mengamankan sebagiannya lagi. Ayah sudah memalsukan beberapa berkas, setelah Ayah meninggal kamu harus segera urus-urus berkas asli dan palsunya, jangan sampai Zelline tau hal ini.’

“Dasar jalang!” Linara mengepal tangannya kesal saat membacanya, lantas membuka lembaran selanjutnya.

‘Dan Ayah juga sangat bersalah pada Bunda. Ayah ingin meminta maaf pada Bunda namun pencarian Ayah tidak berhasil. Tolong sampaikan permintaan Ayah pada Bunda dan berikan Liontin ini padanya, katakan pada Bunda bahwa Ayah sangat menyayanginya. Hanya kamu satu-satunya harapan Ayah, Linara.’

“Ayah ... kenapa kamu baru menjelaskan padaku setelah kematian mu? Kenapa kamu menyuruhku untuk tinggal bersama Kakek? Ya, Tuhan...," Linara semakin membledak tangisnya. Keadaan sangat pilu.

'Dan Ayah juga tidak ingin kamu melihat kesengsaraanku, biar Ayah menebus kesalahan Ayah. Biarkan Zelline menyiksa Ayah, tapi Ayah tidak ingin kamu tersiksa melihat kondisi Ayah. Jaga diri kamu baik-baik ya, Nak. Ayah sangat sayang pada Linara.'

Akhir dari lembaran catatan Ayah menyisakan tangis yang tersedu, rasa dendam yang ingin segera terbalaskan itulah pikir Linara pada kelakuan bejat Zelline. 

Lalu Linara memutar rekaman Video, disana berisi video saat Linara kecil, dimana hangat sekali kondisinya, apalagi saat merayakan ulang tahun Linara waktu itu, membuat air mata Linara haru kembali. Namun, diakhir video terselip file dengan nama Akhir Titik temu, membuat Linara semakin penasaran dan segera memutarnya.

"Hallo, Linara. Ayah harap ayah bisa mengucapkan Ulang Tahun padamu, Ayah membuatkan Video ini takutnya Ayah tidak bisa mengucapkan ulang tahun di sisa umur Ayah. Sebelumnya Selamat Ulang Tahun ya, Linara Putri Atmaja. Gadis tangguh Ayah kini berusia dua puluh satu tahun, semoga kamu sukses ya, Nak!" Pesan singkat Ayah pada rekaman tersebut, padahal kondisi Ayah sangat terlihat lemah dengan wajah yang begitu pucat pasi.

Di rekaman video terlihat dua perawat sedang membantu Ayah dalam pembuatan rekaman, saat itu kondisi Ayah sedang sakit. Ayah meminta tolong pada perawatnya untuk membuatkan Video akhir untuk anaknya. Sungguh manis sekaligus tragis, bukan?

Video singkat yang merekam keindahan senyuman Ayah untuk terakhir kalinya. Tanggal pembuatan Video dua hari sebelum Ayah meninggal dunia, rasanya semakin pilu. 

"Linara juga sayang Ayah, semoga Ayah tenang disana. I love u, Ayah!"

***

Sedikit bercerita dengan Zelline, dia adalah Ibu tiri Linara. Zelline bisa dibilang orang ketiga yang hadir dalam keluarga Linara. Zelline seorang janda yang telah bercerai dengan suami sah nya, dia bercerai dengan suaminya yang seorang pemabuk dan kasar yang akhirnya memutuskan berpisah.

Lantas Zelline hadir dalam lingkup keluarga Linara, awalnya Zelline bersahabat baik dengan Bunda Linara yang bernama Adelia. Tapi, sayang sekali Zelline memberi titik hitam pada persahabatannya itu. Zelline berhasil menggoyahkan keluarga Linara. Tidak segan-segan Zelline merebut suami Adelia hanya karena harta.

Zelline berhasil menebar fitnah pada keluarga Linara, Adelia adalah orang pertama yang menjadi korban, Adelia dicampakkan begitu saja. Sampai sekarang Linara tidak tahu keberadaan Bundanya itu. Padahal sejak dulu Linara selalu ada dipihak Adelia, tapi sayang Linara gagal dalam memperkuat tatanan keluarganya. 

"Aku harus segera mengurus Berkas ini," Linara segera bergegas pergi sesuai amanat akhir Ayahnya. 

Kebetulan Zelline sedang keluar, mungkin dia sedang berfoya-foya diluar sana. Waktu yang tepat untuk Linara segera bertindak. Namun saat hendak pergi, Linara tertegun melihat seorang yang berdiri dihadapannya. Avraam yang memantung tepat depan pagar rumah Linara.

Avraam? Kenapa Avraam bisa mengetahui tempat tinggal Linara? Dan apa tujuannya? Apakah Linara salah Lihat? Yasudahlah... mari lanjut bercerita. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status