Senja mendengus kesal, sudah berulang kali ia melihat Amanda membawa botol yogurt pemberian Dion sore tadi. Wanita itu tampak tidak berniat melepasnya barang sebentar saja. Dan ya, sebenarnya itu berhasil membuat Senja merasa kesal. Pria itu bahkan mengembuskan napas berulang kali setiap melihat Amanda memandang botol kecil itu dengan tatapan penuh binar.Langit mulai menggelap walau ini masih pukul enam sore. Begitu mendapati Amanda berjalan begitu saja, Senja langsung mencekal pergelangan sang gadis. Tatapannya yang terbilang netral berhasil membuat Amanda menghela napas panjang. Kedua alisnya terangkat, lalu menatap Senja dengan pandangan bertanya tanpa berniat mengudarakan suaranya.“Kamu mau pergi kemana?” tanya Senja. Pasalnya, gadis itu berniat berjalan menjauhi lokasi perkemahan. Amanda berdecak, mengapa ia tidak menyadari sejak dulu jika Senja adalah orang yang menyebalkan seperti ini? Benar-benar membuat kesal.“Apa pedulimu?” tanyanya ketus. Amanda berusaha melepaskan cen
Angin malam yang datang berhembus membuat perkemahan itu terasa begitu dingin. Amanda yang tengah berada di luar, langsung dihampiri oleh Dion yang tengah memakai jaket berwarna hitam miliknya. Sementara itu, Senja yang tengah memandang Amanda dari tenda satu regunya hanya bisa menahan kesal ketika Dion mendekati gadis itu.“Lagi-lagi dia benar-benar membuatku kesal!” batin Senja dalam hati. Bahkan ia beberapa kali memukul sebuah bambu yang digunakan sebagai penyangga tenda milik regunya. “Pakai ini.” Pria bernama Dion itu lalu melepas jaket yang dikenakannya untuk Amanda, ia merasa tidak tega melihat seorang gadis cantik kedinginan di tengah malam yang begitu ramai dengan para peserta kemah.“Ti- tidak perlu.” Amanda merasa sungkan ketika Dion meminjamkan jaket miliknya padanya, namun Dion tampak tidak mempermasalahkan itu.“Kamu hari ini begitu cantik, mau aku foto?” Dion menawarkan kepada gadis yang berada di sebelahnya saat ini, dengan senang hati Amanda menerima tawaran dari pri
Setelah berbincang dengan Dion sebelumnya, Amanda kembali bersama dengan Marsha yang telah menghampirinya menuju tenda regunya. “Amanda?” Gadis bernama Marsha itu memanggil nama sahabatnya sambil menggandeng tangannya. Amanda yang saat itu tengah memikirkan sesuatu lalu menatap sahabatnya, “Ada apa?” “Sebenarnya kamu pilih Dion atau Senja, sih? Aku perhatikan kamu juga suka pada mereka,” celetuk Marsha yang rupanya telah mengamati hubungan sahabatnya dengan kedua laki-laki bernama Senja dan Dion itu. Mendengar hal itu, Amanda tertegun, gadis itu tampak kebingungan ketika akan menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh sahabatnya itu.“A-aku …” Amanda tak mampu mengatakan sesuatu di hadapan Marsha. “Aku apa?” tukas Marsha ketika sahabatnya itu tidak melanjutkan apa yang dikatakannya. Marsha menghela nafasnya sejenak.“Aku tahu perasaanmu, Amanda. Tapi … harusnya kamu pilih salah satu dari mereka,” tutur Marsha menasehati salah satu sahabatnya itu. Amanda tampak tertunduk lesu, meman
Amanda jatuh pingsan setelah mendapatkan hukuman dari pembina, Bianca yang tahu lalu tersenyum ketika gadis yang dibencinya itu mengalami suatu masalah. Marsha, selaku sahabatnya segera membantu agar Amanda lebih cepat siuman. Gadis itu membubuhi minyak kayu putih pada tubuh Amanda. "Astaga, Amanda." Marsha merasa iba dengan keadaan teman dekatnya. Senja yang berada di luar tenda, menunggu agar Amanda agar cepat siuman. Tak lama kemudian, Marsha menghampiri Senja yang berada di luar tenda. "Sebenarnya apa yang terjadi dengan Amanda? Kenapa dia sampai dihukum seperti itu?" Tak lama kemudian, Marsha pun menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. "Dia dituduh mendorong Bianca, makanya dia sampai dihukum dengan pembina." Mendengar hal ini, Senja benar-benar merasa geram atas sikap Bianca yang begitu keterlaluan.“Bianca! Bianca!” Senja berteriak memanggil nama gadis yang sudah menuduh Amanda. Pria itu tampak menghampiri salah satu tenda milik regu putri.“Bianca!” Senja teriak untuk kedu
Hujan deras mulai mereda. Aliran air pun mengalir di sekitar genangan yang mengelilingi area tenda para peserta kemah yang dibuat mereka sebelumnya.Kegiatan yang seharusnya dilakukan pada pagi hari, kini diubah menjadi siang hari. Cuaca yang semula mendung dengan awan hitam kini telah berganti menjadi cuaca yang begitu cerah dengan langitnya berwarna biru serta matahari yang bersinar indah. Membuat suhu yang semula dingin menjadi hangat.“Amanda?” Marsha memanggilnya, saat itu gadis cantik bersurai hitam dan panjang tersebut masih meringkuk di dalam selimut yang menutupi tubuhnya karena cuaca dingin. Suhu tubuhnya pun mulai membaik, Amanda tak lagi demam setelah meminum paracetamol yang diberi Marsha sebelumnya.“Amanda? Amanda?” Terdengar suara seorang pria dari luar tenda, Senja datang untuk menemui Amanda untuk memastikan keadaan gadis itu baik-baik saja.Marsha membuka resleting tenda untuk melihat siapakah yang telah memanggil Amanda kali ini, “Senja? Ada apa?” Marsha bertanya,
Senja rupanya telah melakukan sebuah pelanggaran karena dengan berani masuk ke dalam tenda milik regu putri. Dengan tegas, Senja menjawab, "Tidak mau! Aku melakukan ini karena ada yang sedang sakit, dan tidak ada temannya yang berjaga di dalam tenda! Apa aku harus membiarkan dia begitu saja?" Tak ingin kalah dari Sang Pembina, intonasi suara Senja pun seketika naik dua oktaf. Hal ini membuat Sang Pembina merasa benar dan menganggap Senja telah membangkang dari segala aturan yang dibuat sebelumnya. "Berani kamu melawan saya? Kamu akan mendapatkan hukuman saat ini juga!" Pembina yang tidak diketahui namanya tersebut berusaha menarik Senja dari tenda milik regu putri, pria itu masih berada di bagian dapur. "Lepas! Biarkan aku memasakkan makanan untuk dia! Amanda belum makan dari tadi pagi!" Intonasi suaranya kembali meningkat ketika Pembina itu berusaha menariknya dengan paksa keluar dari tenda milik regu putri. Karena terjadi sebuah kegaduhan, Pembina bernama Lulu mendatangi keduany
Amanda merasa kebingungan ketika Senja meminta maaf tanpa adanya alasan yang jelas. “Memangnya dia salah apa ya? Dia aneh!” batin Amanda dalam hati sambil memikirkan kesalahan apa yang dilakukan oleh pria bertubuh jangkung dengan kaki jenjang yang dimilikinya. Ketika berada di tengah lamunannya, Marsha datang menghampirinya dengan membawa siomay hangat yang dibungkus dengan plastik transparan lalu diberi saus kacang yang semakin membuatnya berselera.“Terima kasih.” Amanda mengucapkan terima kasih kepada salah satu teman dekatnya dan menarik kedua sudut bibirnya hingga membentuk sebuah lengkungan indah di bibir ranumnya.Saat itu, hari mulai berganti menjadi sore. Matahari masih memancarkan cahayanya di ufuk barat dan hampir menenggelamkan wujud indahnya.“Aku dengar, Senja mendapat hukuman karena merawat kamu. Apa benar itu, Amanda?” Marsha bertanya, saat gadis berparas imut itu tengah pergi bersama dengan Michelle, tanpa sengaja ia mendengar pembicaraan salah satu peserta kemah yang
Keduanya mengayunkan langkahnya menuju kedai bakso yang dipenuhi oleh para pengunjung, Amanda duduk di sebelah Barat dari kedai tersebut. Sedangkan Senja, masih berbicara dengan salah satu pegawai kedai tersebut untuk memesan bakso serta minumannya.Tak lama kemudian, Senja pun mendatangi Amanda dan duduk berseberangan dengannya. Amanda yang saat itu sedang dilirik oleh Senja, enggan untuk menatap pria yang kini berada di hadapannya. Mereka berdua bahkan terlihat begitu canggung ketika berhadapan satu sama lain. Senja bahkan harus menahan rasa gugupnya yang kini sedang mendominasi dirinya. Pria itu bahkan tidak tahu harus memulai percakapan dengan Amanda dari mana. Sementara itu, Amanda tak begitu canggung, namun pandangannya masih kemana-mana dan enggan menatap Senja yang berada di hadapannya. “A …” Tak lama kemudian, pelayan datang menghampiri mereka berdua dengan membawa sebuah nampan yang berisi dua porsi bakso berukuran besar sesuai pesanan Senja sebelumnya.“Senja? Apa kamu me