Makan malam berakhir dengan situasi canggung luar biasa. Senja hanya bisa melirik beberapa kali ke arah Amanda yang setia duduk di sebelahnya. Gadis itu subuk mengunyah makanan tanpa membuka suara, dan itu membuat suasana menjadi berbeda. Senja tidak terbiasa mendapati Amanda terdiam seperti sekarang ini, ia merasa ini tidak benar.Mungkin karena sudah terbiasa dengan sifat banyak bicara Amanda, lalu terkejut begitu mendapatinya terdiam dalam kurun waktu cukup lama. Senja merasa jika gadis itu sedikit tersinggung dengan apa yang beberapa waktu lalu ia katakan. Dan jika memang benar begitu, ia menyesal.“Aku sudah selesai.” Amanda lantas bangkit dari posisi terduduknya. Ia beranjak tanpa berniat menatap Senja yang kini tengah tengadah guna menatap ke arahnya. Amanda merasa suasana hatinya menurun drastis setelah berdialog panjang dengan pria itu. Perkataan Senja terlalu menamparnya, Amanda tidak siap untuk disadarkan paksa. Walau yang dikatakan pria itu tidak salah, Amanda masih sulit
Amanda setia bergeming. Bahkan setelah tangannya membuka kotak makan pemberian Senja, ia belum berniat mengudarakan suara. Fokus atensinya tertuju pada isi kotak makan dalam pangkuan, olahan daging kesukaanya dengan nasi sebagai pelengkap. Senja pasti berusaha keras untuk mendapatkannya, pria itu berkata disiapkan saat subuh tadi. Jika seperti ini, bukannya sepadan atas apa yang pria itu katakan semalam, Amanda malah merasa berhutang. Sudah cukup lama ia tidak memakan daging, dan sekarang keinginan terpendamnya terpenuhi oleh Senja. Pria itu selalu memiliki kejutan tidak terduga.“Makanah, acara hari ini sangat santai. Hanya perlu bertindak seolah sedang bermain, aku harus pergi membantu Michel mengangkut beberapa ranting kayu untuk api unggun malam nanti,” jelas Senja panjang lebar. Pria itu siap bangkit dari posisi terduduk, tetapi gerakannya terhenti begitu Amanda mencekal pergelangan tangannya.“Darimana kamu mendapatkan ini?” Amanda bertanya, gadis itu terpaksa menengadahkan waja
Kini Amanda duduk lebih mendekat dengan Senja. Setelah Brilian menyelesaikan ucapannya mengenai kesepakatan bersama selama perkemahan pesisir pantai dimulai, tiap-tiap pasangan dipersilakan menuju tenda masing-masing sampai pukul sembilan datang.Ternyata, proyek ini memerlukan bantuan banyak kru acara. Perekaman tertunda karena menunggu beberapa juru kamera datang ke lokasi. Tentunya membutuhkan waktu cukup lama mengingat jarak antar kota Kota Jakarta dengan pantai terpencil ini jelas jauh jaraknya. Dan sebenarnya, itu membuat Amanda sedikit lebih rileks. Ia sempat merasa gugup bukan main saat Brilian menjelaskan bahwa dua hari ke depan, kegiatan yang akan mereka lakukan akan berhubungan dengan air.Amanda takut ada kompetensi berenang karena ia tidak bisa berenang, terlebih ia tidak bisa terlalu lama berada di dalam air karena riwayat asmanya. Lebih baik dan lebih disarankan untuk dihindari.Namun jika nanti memang benar ada dan Amanda menghindarinya, Bianca pasti akan mengatainya
Amanda langsung menghentakkan tangan Senja dengan gerakan sedikit kasar. Kini keduanya sudah berada di depan tenda. Senja langsung menatapnya dengan pandangan bertanya, kedua alisnya serta terangkat karena merasa tak mengerti dengan situasi yang terjadi saat ini. Mengapa Amanda merasa kesal? “Kau benar-benar merasa tidak enak badan?” Senja bertanya sambil mengerutkan dahi. Ia tahu jika ucapan Amanda saat ia dikerubungi tim tata rias memang berbohong, tetapi tidak ada salahnya bertanya bukan?Amanda malah beralih menatap ke arahnya dengan pandangan tak percaya. Kini gadis itu berkacak pinggang, tampak seperti ibu-ibu yang siap memulai perkelahian.“Sepertinya kamu memang menikmati waktu bersama gadis-gadis itu,” sindir Amanda. Gadis itu berdecak, lalu memalingkan wajah ke arah lain. Ia menunggu Senja mengudarakan balasan sembari menikmati semilir angin laut yang menerbangkan rambut.Seperti yang sudah Amanda duga, Senja malah tertawa. Pria itu memiringkan kepala, menatapnya dalam deng
“Kamu bicara apa?” tanya Senja. Laki-laki itu sempat mendengar gumaman tidak jelas yang Amanda udarakan sembari menatap lautan lepas. Gadis itu menoleh, menghembuskan napas panjang. Raut wajah bertanya Senja membuatnya kesal.“Bukan urusanmu!” ketusnya. Manda langsung berjalan menjauhi Senja, mencoba merasakan dinginnya air laut lebih lama dari perkiraan. Ia tidak benar-benar kesal terhadap Senja, hanya saja Amanda tidak akan bisa mengendalikan raut wajah bersemunya jika terus menerus ditatap lembut sedemikian. Jadi, ia memilih untuk bersikap ketus. Sikap yang biasa ia paparkan saat berada di dekat Senja. Salahkan saja pria itu, siapa suruh membuat jantungnya berdegup kencang? Padahal ia tidak memiliki riwayat penyakit jantung.Senja tersenyum sebentar, pria itu langsung menyusul Amanda dengan kedua kaki lebarnya. Raut wajah lembut itu sama sekali tidak berbeda. Senja bahkan kembali menampakkan senyuman terbaiknya saat Amanda menatap ke arahnya dengan raut wajah tak bersahabat.“Seper
Tidak seperti yang Amanda bayangkan, rupanya hari ini hanya acara pembukaan. Bahkan saat hari mulai menjelang petang, tepatnya saat matahari terbenam, hanya ada beberapa hal penting yang bisa disimpulkan.Pertama, acara perkemahan pesisir pantai ini diubah menjadi tiga hari. Kedua, acara dimulai tepat saat api unggun malam nanti. Dan yang terakhir, ia harus menelan fakta jika setiap pasangan tidur dalam satu tenda yang sama. Hal yang terakhir ini, sebenarnya Amanda sudah menduga. Namun ia tetap berharap ada sedikit jarak. Ia bukan tidak percaya pada Senja, hanya saja Amanda takut tidak bisa mengendalikan dirinya.Bagaimana jika tubuhnya bereaksi abnormal saat berada di dekat pria yang ia sukai? Memikirkannya, Manda langsung membuang napas kasar.Karena terlalu sibuk dengan pemikirannya sendiri, Amanda tersentak saat tubuhnya sedikit terhuyung ke belakang. Laki-laki dengan pakaian serba hitam lengkap dengan masker yang menutupi wajahnya baru saja melintas. Amanda mengerutkan dahi, meng
Perpotongan lehernya terasa basah, Amanda tertegun saat menyadari Senja sedang menumpahkan tangis. Dalam jarak sedekat ini, ia bisa merasakan tubuh dingin milik Senja yang jelas tidak sedang dalam keadaan baik-baik saja.“Kau berada dalam pengaruh obat,” ujar Amanda membalas. Senja tak langsung menanggapi. Amanda mematung saat merasakan embusan napas milik Senja pada perpotongan lehernya. Ini memang tidak benar, tetapi sensasi tubuhnya tidak bisa berbohong. Amanda tidak mempermasalahkan apa yang sebelumnya dilakukan Senja. Toh, pada ujungnya ia turut serta menikmatinya.“K-kau sudah sadar?” tanyanya. Amanda bertanya dengan nada terbata, ia tetap merasa gugup saat merasakan embusan napas Senja untuk kesekian kalinya.“Tidak, obatnya malah semakin bereaksi,” jawab Senja dengan nada rendah, terdengar tertekan. Amanda tahu itu, lagipula sangat tidak mungkin reaksi obat perangsang akan menghilang dengan cepat. Paling tidak, Senja harus mendapatkan puncak kenikmatan.Yang paling membuatnya
Dengan wajah bersemu, Amanda memilih untuk segera keluar dari tenda. Wajahnya bahkan memanas hanya karena mendengar alasan yang beberapa detik lalu baru saja Senja udarakan. Ia merutuki diri dalam hati, mengapa ia harus melupakan hal sebesar ini? Apalagi Senja yang mengingatkannya, mau Manda letakkan dimana wajahnya?“Aish, benar-benar memalukkan,” rutuk Amnanda. Gadis itu berdiri di sisi tenda, lalu memukul pelan kepala sembari mengumpat pelan. Merutuki dirinya sendiri yang sama sekali tidak peka dengan kondisi. Jika permainan panas mereka terus berlanjut, rasa malunya pasti berlipat-lipat. Sepertinya ia harus bersyukur karena Senja memberitahukan hal ini lebih cepat.Amanda mengipasi wajahnya yang terasa panas, sensasi menggairahkan itu masih bisa dirinya rasakan.Ia mengedarkan pandangan sebentar, lantas memilih untuk berjalan menjauhi kawasan tenda. Kerongkongannya terasa kering, jadi ia memilih meraih gelas satu kali pakai untuk meneguk air dingin yang tersedia pada pos berbentuk