Amanda langsung menghentakkan tangan Senja dengan gerakan sedikit kasar. Kini keduanya sudah berada di depan tenda. Senja langsung menatapnya dengan pandangan bertanya, kedua alisnya serta terangkat karena merasa tak mengerti dengan situasi yang terjadi saat ini. Mengapa Amanda merasa kesal? “Kau benar-benar merasa tidak enak badan?” Senja bertanya sambil mengerutkan dahi. Ia tahu jika ucapan Amanda saat ia dikerubungi tim tata rias memang berbohong, tetapi tidak ada salahnya bertanya bukan?Amanda malah beralih menatap ke arahnya dengan pandangan tak percaya. Kini gadis itu berkacak pinggang, tampak seperti ibu-ibu yang siap memulai perkelahian.“Sepertinya kamu memang menikmati waktu bersama gadis-gadis itu,” sindir Amanda. Gadis itu berdecak, lalu memalingkan wajah ke arah lain. Ia menunggu Senja mengudarakan balasan sembari menikmati semilir angin laut yang menerbangkan rambut.Seperti yang sudah Amanda duga, Senja malah tertawa. Pria itu memiringkan kepala, menatapnya dalam deng
“Kamu bicara apa?” tanya Senja. Laki-laki itu sempat mendengar gumaman tidak jelas yang Amanda udarakan sembari menatap lautan lepas. Gadis itu menoleh, menghembuskan napas panjang. Raut wajah bertanya Senja membuatnya kesal.“Bukan urusanmu!” ketusnya. Manda langsung berjalan menjauhi Senja, mencoba merasakan dinginnya air laut lebih lama dari perkiraan. Ia tidak benar-benar kesal terhadap Senja, hanya saja Amanda tidak akan bisa mengendalikan raut wajah bersemunya jika terus menerus ditatap lembut sedemikian. Jadi, ia memilih untuk bersikap ketus. Sikap yang biasa ia paparkan saat berada di dekat Senja. Salahkan saja pria itu, siapa suruh membuat jantungnya berdegup kencang? Padahal ia tidak memiliki riwayat penyakit jantung.Senja tersenyum sebentar, pria itu langsung menyusul Amanda dengan kedua kaki lebarnya. Raut wajah lembut itu sama sekali tidak berbeda. Senja bahkan kembali menampakkan senyuman terbaiknya saat Amanda menatap ke arahnya dengan raut wajah tak bersahabat.“Seper
Tidak seperti yang Amanda bayangkan, rupanya hari ini hanya acara pembukaan. Bahkan saat hari mulai menjelang petang, tepatnya saat matahari terbenam, hanya ada beberapa hal penting yang bisa disimpulkan.Pertama, acara perkemahan pesisir pantai ini diubah menjadi tiga hari. Kedua, acara dimulai tepat saat api unggun malam nanti. Dan yang terakhir, ia harus menelan fakta jika setiap pasangan tidur dalam satu tenda yang sama. Hal yang terakhir ini, sebenarnya Amanda sudah menduga. Namun ia tetap berharap ada sedikit jarak. Ia bukan tidak percaya pada Senja, hanya saja Amanda takut tidak bisa mengendalikan dirinya.Bagaimana jika tubuhnya bereaksi abnormal saat berada di dekat pria yang ia sukai? Memikirkannya, Manda langsung membuang napas kasar.Karena terlalu sibuk dengan pemikirannya sendiri, Amanda tersentak saat tubuhnya sedikit terhuyung ke belakang. Laki-laki dengan pakaian serba hitam lengkap dengan masker yang menutupi wajahnya baru saja melintas. Amanda mengerutkan dahi, meng
Perpotongan lehernya terasa basah, Amanda tertegun saat menyadari Senja sedang menumpahkan tangis. Dalam jarak sedekat ini, ia bisa merasakan tubuh dingin milik Senja yang jelas tidak sedang dalam keadaan baik-baik saja.“Kau berada dalam pengaruh obat,” ujar Amanda membalas. Senja tak langsung menanggapi. Amanda mematung saat merasakan embusan napas milik Senja pada perpotongan lehernya. Ini memang tidak benar, tetapi sensasi tubuhnya tidak bisa berbohong. Amanda tidak mempermasalahkan apa yang sebelumnya dilakukan Senja. Toh, pada ujungnya ia turut serta menikmatinya.“K-kau sudah sadar?” tanyanya. Amanda bertanya dengan nada terbata, ia tetap merasa gugup saat merasakan embusan napas Senja untuk kesekian kalinya.“Tidak, obatnya malah semakin bereaksi,” jawab Senja dengan nada rendah, terdengar tertekan. Amanda tahu itu, lagipula sangat tidak mungkin reaksi obat perangsang akan menghilang dengan cepat. Paling tidak, Senja harus mendapatkan puncak kenikmatan.Yang paling membuatnya
Dengan wajah bersemu, Amanda memilih untuk segera keluar dari tenda. Wajahnya bahkan memanas hanya karena mendengar alasan yang beberapa detik lalu baru saja Senja udarakan. Ia merutuki diri dalam hati, mengapa ia harus melupakan hal sebesar ini? Apalagi Senja yang mengingatkannya, mau Manda letakkan dimana wajahnya?“Aish, benar-benar memalukkan,” rutuk Amnanda. Gadis itu berdiri di sisi tenda, lalu memukul pelan kepala sembari mengumpat pelan. Merutuki dirinya sendiri yang sama sekali tidak peka dengan kondisi. Jika permainan panas mereka terus berlanjut, rasa malunya pasti berlipat-lipat. Sepertinya ia harus bersyukur karena Senja memberitahukan hal ini lebih cepat.Amanda mengipasi wajahnya yang terasa panas, sensasi menggairahkan itu masih bisa dirinya rasakan.Ia mengedarkan pandangan sebentar, lantas memilih untuk berjalan menjauhi kawasan tenda. Kerongkongannya terasa kering, jadi ia memilih meraih gelas satu kali pakai untuk meneguk air dingin yang tersedia pada pos berbentuk
Rupanya, keterdiaman Senja berlangsung hingga malam semakin larut. Amanda tak bisa mengalihkan pandang dari pria itu semenjak api unggun menyala. Bahkan saat ia memiliki kesempatan untuk mengajak pria itu berbicara, Senja memilih untuk menghindarinya. Manda tidak mengerti mengapa segalanya berakhir serumit ini. Apa tingkahnya saat berada di dalam tenda kelewat berlebihan? Mungkinkah itu yang Senja merasa kesal? Untuk kesekian kalinya, embusan napas Manda mengudara. Senja benar-benar membentangkan jarak, sama seperti yang Marsha katakan."Manda, kamu tidak berniat masuk ke dalam tenda?" Marsha mendekati gadis itu, kini Manda masih terduduk di depan api unggun yang mulai padam. Kerumunan manusia sudah sirna, mereka sudah kembali pada kesibukan masing-masing. Para kru dan tim sibuk mempersiapkan agenda besok pagi.Amanda menoleh sebentar, ia menatap Marsha sembari memberikan senyuman simpul."Senja sudah di dalam tenda, dia mendiamiku. Rasanya canggung jika aku ikut masuk," ujar Manda
Sesuai dengan jadwal yang sebelumnya sudah disepakati bersama, agenda pagi pukul enam tepat adalah olahraga bersama. Instruksi Brilian sebagai penanggung jawab terdengar, Amanda yang baru saja keluar dari tenda mendengus tidak senang. Ia bangun terlambat dan tidak menemukan Senja di dalam tenda. Pria itu bangun tanpa berniat membantunya bangun seperti hari-hari sebelumnya.Brilian berseru dengan sebuah speaker dalam genggaman tangan, meminta semua orang segera berkumpul agar kegiatan tidak berakhir terlalu siang.Amanda kembali mengedarkan pandangannya, ia berharap menemukan Senja di antara banyaknya orang yang mulai berbaris rapi. Harapannya terkabul, ia melihat Senja. Keduanya bersitatap sebentar, tetapi Senja dengan cepat memutuskan kontak mata. Suasana hati Amanda sedang tidak baik-baik saja pagi ini, mungkin faktor datang bulan yang tak kunjung usai. Begitu melihat Senja memutuskan kontak mata, ia tertawa sumbang dengan wajah kesal. “Menyebalkan sekali, dia masih berniat mengab
Senja menatap gadis di depannya dengan pandangan dalam, terbesit rasa gundah tiada tara yang membuatnya merasa serba salah. Amanda tampak kesal dengan bahu yang naik turun, napasnya juga tidak beraturan. Senja terus menatapnya tanpa berniat mengudarakan suara, sepertinya Amanda belum menyelesaikan ucapannya. Namun tak berselang lama. Laki-laki itu terperangah saat mendapati air mata tergenang pada pelupuk kedua mata milik Amanda. Gadis itu berniat menangis.“Amanda, don’t cry please,” pinta Senja. Pria itu mengudarakan tangan untuk menangkup wajah gadis di depannya, tetapi Amanda sudah lebih dulu menghindar. Gadis itu mundur dua langkah untuk menciptakan jarak, setelahnya menatap balik Senja sembari mengusap kasar kedua matanya. Usapan kasar itu meninggalkan jejak kemerahan pada mata hazel miliknya.“Kamu tidak bisa berlaku seperti ini,” ujar Amanda.Senja mengerutkan dahi, merasa tidak mengerti dengan arah pembicaraan mereka saat ini. “Aku tidak mengerti,” balasnya.Amanda sudah t