Amanda tidak bisa berbuat apapun saat Senja membawanya pergi dari hadapan Dion. Laki-laki itu menggenggam satu tangannya dengan kuat, berjalan dengan tergesa menuju lokasi dimana mereka akan memulai permainan pertama.“Sudah jelas sekali jika pria itu menyukaimu,” ketus Senja memberitahu. Amanda yang sebelumya sibuk mengerucutkan bibir dengan raut wajah masamnya langsung menengadahkan wajah. Ia menatap Senja sembari mengangkat kedua alisnya. Mengapa pria itu membicarakan Dion tiba-tiba.“Pria itu? Siapa?” tanya Amanda pura-pura tidak mengerti. Senja langsung menghentikan kedua langkah kakinya, pria itu menatap manda dengan raut wajah geram, lalu menghembuskan napas panjang saat mendapati raut wajah polos yang kini tengah Amanda perlihatkan. Gadis itu terlihat menggemaskan.“Laki-laki yang tadi menghadang jalanku,” jelas Senja. Rupanya pria itu percaya jika Amanda tidak memahami ucapan sebelumnya. Amanda langsung mengangguk-anggukan kepala sembari mengulum senyum. Mengapa pria itu haru
“Mengapa permainan pertamanya harus berat seperti ini?” Amanda bertanya dengan nada kesal pada Marsha yang berdiri di sampingnya. Merasa diajak berbicara, wanita itu lantas menolehkan pandang sembari terkekeh pelan. Terhitung empat kali ini Manda mengudarakan pertanyaan yang sama dengan arah pandang tertuju pada senja.Kini keduanya, ralat, bersama Bianca juga, sedang berdiri di sisi lokasi permainan.“Jangan terlalu berlebihan, Manda. Ini tidak masuk ke dalam kategori permainan berat,” balas Marsha sebelum menggeleng-gelengkan kepalanya.Manda menoleh ke arah wanita itu sebentar, lalu mengembuskan napas panjang. Sepertinya memang begitu, ia yang terlalu berlebihan. Permainannya hanya memanah dengan buah sebagai bidikkan, tetapi bagi ia yang tidak pernah melakukannya, tetap terasa berat bukan?“Senja!” Gadis itu berteriak tanpa mengindahkan banyak pasang mata yang langsung tertuju ke arahnya. Senyuman merekah pada bingkaian wajah gadis itu begitu pria yang dipanggilnya menolehkan pand
“Tetap saja, jangan melihatnya terlalu lama!” balas Manda dengan nada tidak rela. Jelas gadis itu merasa tidak senang karena pesona tak terbantahkan milik pasangannya menjadi fokus atensinya banyak gadis di area ini.Mendengar nada tidak rela itu, Marsha langsung terkekeh. Ia hanya bercanda saat berkata sebelumnya. Walau Senja memang memiliki pesona luar biasa, bagi Marsha hanya Michel yang berhasil membuatnya jatuh hati.“Oh, meleset?” Manda bertanya saat panah pertama milik Senja tidak mengenai buah apel sama sekali. Sementara sorakkan tepuk tangan terdengar saat Brillian berhasil menancapkan panahnya pada sasaran walau tak berhasil membuatnya terjatuh.Amanda mengangkat kedua alisnya sendiri, sepertinya Senja tidak terlalu menyukai permainan ini. Itu hanya persepsinya, ia tidak tahu pada kenyataanya seperti apa. Namun dilihat dari raut wajah serius pria itu, Manda langsung merasa jika Senja ingin memimpin permainannya.“Senja! Kau harus menjatuhkan apel jika tidak ingin tidur di lu
“Aku sudah tidak datang bulan.” Amanda mengatakannya sembari merekahkan senyuman.Senja menaikan kedua alis begitu mendengar ucapan Amanda. Mengapa gadis itu membeberkan informasi sensitif seperti ini? Dimana urat malunya? Senja benar-benar tidak mengerti.“Untuk apa kamu memberitahukan hal seperti ini?” Senja bertanya dengan nada ketus. Mendengarnya, Liona langsung mengerjapkan kedua mata. Benar juga, mengapa ia harus mengatakannya?Gadis itu langsung tergagap sembari memalingkan wajah ke arah lain, “Oh, maaf. Aku hanya merasa saat aku menstruasi, suasana hatiku selalu berubah-ubah. Sepertinya itu sedikit mengganggumu,” jelas Liona mencoba memberikan alasan yang logis. Namun yang jelas, bukan itu alasan yang sebenarnya. Senja menyembunyikan senyuman dengan cara memalingkan wajah sebentar, ekspresi gadis di hadapannya begitu menggemaskan. Senja memang tidak mengerti apa yang sedang Amanda pikirkan, ia hanya fokus pada ekspresi wajah gadis itu detik ini.“Benar bukan? Marsha dan Michel
“Sama seperti sebelumnya, permainannya sangat tidak masuk akal,” ketus Amanda dengan kedua tangan bersedekap di depan dada. Arah pandang wanita itu tertuju pada lokasi permainan yang masih sama di lokasi memanah.“Benar juga, jika dipikir-pikir, mengapa harus ada lomba balap karung? Panitiannya sungguh tidak kreatif,” sambung Marsha membenarkan. Keduanya berdiri di garis finish seperti yang diminta oleh panitia. Tentu saja tujuannya agar semua peserta bisa tertangkap dalam kamera.Amanda menutup mulutnya sendiri untuk menahan tawa yang siap dikeluarkan begitu mendapati Senja memakai karung goni dengan wajah netral. Pria itu tampak tidak keberatan, tetapi malah terlihat lucu. Dibanding tiga pria lainnya, Senja lah yang memiliki tubuh paling tinggi. Alhasil pria itu harus meluruskan tangan agar karung goni itu bisa bertahan.Senja menatap Amanda sebentar, ia menyadari jika gadis itu sedang menahan tawa karena melihatnya melakukan permainan lelucon ini. Oh ayolah, Senja langsung merasa t
Amanda mengambil alih botol di genggaman tangan Senja. Arah pandang gadis itu menengadah, lebih tepatnya tertuju pada Senja yang masih menatapnya dengan seulas senyuman."Aku boleh meminumnya?" tanya Amanda dengan kedua alis terangkat. Senja langsung menganggukkan kepala guna dijadikan respon balasan. Setelahnya, pria itu kembali mendudukkan diri di kursi samping Amanda. Yakni kursi yang beberapa jam lalu sempat ia singgahi.Melihat ekspresi kelewat tenang yang tengah Senja perlihatkan, Amanda mengerjapkan pandangan. Senja terlalu tenang, padahal secara tidak langsung pria itu memberikan akses penuh untuk Amanda, agar meminum air mineral bekas bibir pria itu secara langsung. Mungkin, bagi Senja ini adalah hal sepele yang tidak perlu dibesar-besarkan. Namun menurut Amanda, ini cukup membuatnya gugup. Mau bagaimanapun, ia pernah berdekatan dengan pria lain tapi tidak sampai minum dengan satu botol yang sama dengan mereka. Bisa dikatakan jika ini adalah pengalaman pertamanya.Sejak dulu
Makan siang berakhir lebih lama dibandingkan prediksi Amanda. Setelah membereskan bebas makanannya sendiri, gadis dengan rambut tergerai bebas itu mengedarkan pandangan. Ia mengerutkan dahinya saat tidak menemukan Senja di manapun. Kemana pria itu pergi? Padahal, mereka berdua makan bersama tadi. Namun Senja selesai lebih dulu dan pamit untuk pergi ke toilet. Namun hingga sepuluh menit berlalu, keberadaan Senja belum tertangkap dalam indra penglihatan gadis itu.“Kemana dia pergi?” tanya Amanda dengan dirinya sendiri. Sejenak, gadis itu kembali memutar tubuh. Namun bukannya menemukan Senja, Amanda malah melihat Dion berjalan mendekat dengan senyuman tulus.Ada bagian dari diri Amanda yang merasa was-was, ia takut Senja melihat Dion. Mau bagaimanapun, pertemuan terakhir kedua pria itu tidak bisa dikatakan baik. Jadi menurut Amanda, emosi Senja bisa saja keluar jika kembali melihat Dion mendekatinya.“Halo, Manda,” sapanya kelewat hangat. Senyuman pada wajah pria itu masih terbit denga
Sepeninggal Dion, Senja masih mempertahankan raut wajah masamnya. Amanda hanya menahan senyuman karena wajah tak biasa yang pria itu perlihatkan.“Senja,” panggilnya. Gadis itu menahan senyum saat pria di sampingnya kembali mengalihkan pandangan ke arah lain. “Apa yang sedang kamu lakukan? Menghindari tatapanku, heh?” sambung Amanda bertanya. Senja langsung mendengus kesal, lalu menatap ke arah Amanda dengan tatapan yang tidak bisa dideskripsikan.“Memang menghindar, puas?” Senja kembali memalingkan wajahnya ke arah lain setelah memberikan respon. Sementara Amanda langsung terbahak. Demi neptunus, baru pertama kali ini ia melihat raut wajah masam milik Senja. Pria itu seolah-olah melepaskan cangkang dengan label ‘pria cool’ di mata Amanda. Mendengar tawa yang Amanda udarkan, Senja semakin merasa kesal.Persetan dengan keadaan sekitar, mungkin ada banyak orang yang merasa terkejut karena ikut ia pelototi saat ini. Bahkan ada beberapa gadis dari tim tata rias yang langsung mengurungka