Bab145Rumah tangga Jeremy dan Desca semakin dingin. Bahkan, wanita itu tidak pernah sama sekali lagi mau bicara pada Jeremy. Semenjak keguguran 1 bulan yang lalu, Jeremy pun tidak berani mengganggu Desca. Sadar akan kesalahan diri, Jeremy mengalah.Lelaki itu pun enggan memaksa sang istri untuk bicara, hanya sesekali menyapa, meski jarang ada sahutannya.Jeremy selalu berusaha sigap mengurus Desca. Hatinya perih, ketika melihat wanita itu termenung seorang diri.Wajahnya tidak berseri lagi, pucat dan seperti kehilangan gairah hidup."Sayang, bagaimana kalau kita pergi liburan?" tanya Jeremy, mendekati Desca dan memeluk wanita itu dari belakang."Untuk apa liburan? Lagi pula aku sudah tidak memiliki semangat lagi menjalani hidup. Selain gagal menjadi istri, aku juga sudah gagal menjadi Ibu. Rasanya hidup ini sangat percuma, hanya kegagalan yang menimpaku."Suara itu terdengar putus asa.Jeremy mengeratkan pelukannya dan meletakkan wajahnya di pundak Desca."Siapa bilang kamu gagal me
Bab146Jose White menyeka air matanya. "Sudah sangat lama kamu pergi, meskipun ragamu di dekat kami, tapi jiwamu lama berkelana. Ayah senang, dan sangat bersukur kamu mau kembali.""Maksud Ayah apa sih? Aku benar- benar tidak paham.""Kamu lama gila, Nak. Tolong jangan lagi seperti itu, Ayah mohon."Mary terhenyak mendengar penuturan ayahnya. Wanita itu terdiam, seakan teringat bayangannya yang mengamuk dan seperti layaknya anak kecil yang tidak dituruti kemauannya. Hanya itu perasaan yang menuntutnya untuk mengamuk."Yah, apakah Joe ada mencariku? Atau membantu mengurusku?" tanya Mary dengan dingin.Jose White menggeleng. "Sudahlah, Nak. Dia bukan lelaki yang baik. Kini seluruh harta kita disita pengadilan, dan akan di kembalikan kepada adik Jeremy.""Apa? Mengapa itu bisa terjadi, Yah?" Mary bertanya dengan nada tinggi.Seketika ada perasaan sesal di dalam hati Jose White. Tidak seharusnya Mary diberitahukan dengan semua ini."Sudahlah, Nak. Ayah akan berusaha lebih baik lagi, untuk
Bab147Satpam itu pun panik, dan membawa Case kembali ke depan rumah, menjauh dari depan gerbang.Teramat kesal, karena wanita itu ternyata tidak berhenti dan malah meneruskan perbuatannya. Akhirnya Satpam pun meminta Pelayan menghubungi Tuan Joe.Pelayan dan Satpam membawa Case ke dalam rumah, dan mengopres benjolan di wajah wanita itu dengan air hangat.Joe yang mengetahui kedatangan Elvina yang mengamuk, pun langsung berpamitan untuk pulang kepada asistennya.Lelaki itu meminta asistennya untuk menghandle kerjaannya, karena Joe memang harus pulang.Mobil melaju cepat, perasaan Joe sudah tidak karuan lagi, karena memikirkan kondisi Case yang katanya terkena lemparan batu di wajahnya.Berkali- kali Joe mengepalkan tinju, merasa marah mengingat Elvina sang adik yang dulu menjadi kesayangannya.1 jam setengah perjalanan Joe dari perusahaannya menuju rumah.Terlihat sosok Elvina dari kejauhan, sedang mengumpulkan batu dan melempar ke arah pos satpam berkali- kali.Mobil Joe melaju, hin
Bab148"Dalam sepanjang hidup masa sulitku, kamu adalah saudara yang begitu kejam, tidak pernah mencariku sama sekali. Aku bertahan hidup dengan berbagai cara, sedangkan kamu hidup dengan nyaman di rumah ini tanpa beban. Kamu pasti tidak pernah merasakan takut akan kelaparan, seperti yang sering aku rasakan," lirih Elvina.Joe dan Case terdiam."Aku marah, sangat marah setelah tahu kamu mengurus seluruh tanah peninggalan kakek, tanpa mencariku terlebih dahulu. Bisakah kukatakan kamu serakah?" Joe menarik napas, dan mengeluarkan ponselnya, menghubungi seseorang."Datanglah, dan bawa seluruh berkas yang aku minta," tegas Joe kepada lelaki di telepon. Usai panggilan telepon di matikan, Joe kembali menatap Elvina."Katakanlah, apa maumu sekarang ini. Jika kamu ingin tinggal di tempat ini, maaf tidak bisa. Biar bagaimana pun juga, aku tahu tabiatmu begitu jelek kepada Case.""Suamiku jangan begitu! Biar bagaimana pun juga, Elvina adalah saudara perempuanmu, dia kerabat kita.""Tidak! Aku
Bab149"Suamiku ...." Desca memeluk suaminya dari belakang.Jeremy tersenyum. "Kamu belum tidur?""Belum! Aku pengen makan pizza." "Pesan sayang." Jeremy mengusap lembut tangan sang istri."Sudah, aku mau disuapin sama kamu," bisik wanita itu di dekat telinga suaminya."Untuk malam ini saja, tolong." Jeremy menghentikan aktivitasnya dan melepaskan pelukan Desca, kemudian lelaki itu berdiri, menghadap istrinya sembari tersenyum."Ayo!" Kata Jeremy tersenyum, membuat Desca sumringah. Keduanya keluar kamar, dengan Jeremy yang merangkul mesra istrinya itu.Hari- hari Desca di penuhi kebahagiaan, apalagi saat dia positif hamil kembali, setelah 2 bulan yang lalu dia keguguran._______"Bos yakin akan ke Negeri Fantasy? Bukankah nyonya Jovanka sudah mewanti Anda, untuk tidak muncul di kehidupan nona Desca lagi.""Aku hanya ingin bertemu dia, cuma sekali saja, memastikan dia bahagia. Aku mendengar kabar beberapa bulan yang lalu, dia keguguran anakku.""Bos, ada baiknya untuk kita menjauhi ny
Bab150Jeremy tertegun, melihat kedua anak itu."Clara, Ansel," teriak seorang wanita, dengan suara yang tidak asing di telinga Jeremy.Jeremy menoleh ke arah wanita itu. Wanita yang mengenakan baju kaos hitam ketat, dengan rok lebar bawahannya.Rambut pendek bergelombang, membuat Jeremy sangat terkejut."Rebecca," gumam lelaki itu. Wanita itu pun sama, terkejut karena bertemu pandang dengan Jeremy."Mami ...." Kedua anak itu berlari senang ke arah wanita tadi. Dengan cepat, wanita itu memeluk kedua anak itu dan membawanya menjauh.Jeremy berniat mengejar. Namun suara panggilan Sam dan Desca mengalihkan perhatiannya."Mami kenapa begitu terlihat panik? Dan kenapa kita pulang secepat ini?" tanya Ansel."Iya, Mami nggak asik, baru juga kita mau berenang," celetuk Clara, kesal."Mami lupa, kalau Mami ada urusan. Kita pulang dulu, oke.""Benar- benar jalan- jalan yang mengesalkan, tidak sesuai dengan harapan," ungkap Clara bernada kecewa."Sudahlah, nanti kalau Mami di pecat, kita semua d
Bab151"Kita naik taksi online lagi? Om Zacob nggak jemput kita?" tanya Clara mengulangi pertanyaannya tadi."Betul sayang! Om Zacob itu sibuk!" sahut Rebecca lembut."Ah, orang dewasa selalu saja sibuk," celetuk Clara tak senang."Nanti kalau kita dewasa, kita tidak usah sesibuk itu untuk pergi bekerja," sahut Ansel menimpali.Mereka duduk di sebuah halte."Kalau kalian tidak sibuk bekerja, pastikan kalian memiliki uang yang tidak akan pernah habis." "Tentu saja, aku calon wanita sukses dan kaya! Mam. Lihat wajahku, aku cocok menjadi artis di masa depan." Clara menyahut dengan pongahnya, juga dengan gaya centilnya, membuat Rebecca terkekeh."Baiklah, Mami coba percaya itu, oke." "Ansel, kamu sendiri bagaimana?" tanya Rebecca, menoleh ke arah Ansel."Aku calon dokter, Mam. Jadi, jika Mami sakit, aku bisa mengobatinya." "Oke baiklah, kita perlu pembuktian dari ucapan kalian berdua, oke." "Oke." Ketiganya memasuki taksi online. Di perjalanan, sebuah mobil terlihat mengejar ke arah
Bab152Panas dingin, kini Rebecca mendadak kaku, dan seakan kesulitan untuk menoleh ke belakang."Siapa nama kamu?" tanya lelaki itu."Ansel, menghindar! Kamu lupa yang Mami katakan? Jangan bicara dengan orang asing," bentak Clara.Gadis berwajah imut itu menarik tangan Ansel, membawanya menjauh dari Jeremy."Aku bukan orang asing," sahut Jeremy. "Mami, Ansel bicara dengan orang asing," kata Clara mendekati Ibunya. Jeremy yang semula berjongkok karena berbicara pada Ansel, pun kini berdiri.Tidak jauh dari mereka berdiri, seorang wanita yang Clara panggil Mami itu seakan mematung."Ayah," seru Samuel, membuat Jeremy menoleh."Suamiku, kamu di sini? Ayo pulang, pendaftaran sudah selesai," seru Desca.Jeremy serba salah, ingin sekali melihat dan menyapa Rebecca lagi. Ah, bukan hanya itu, dia ingin sekali menanyakan tentang kedua anak ini.Hanya Ansel yang ingin dia tanyakan, sedangkan Clara? Jeremy meyakini, bahwa Rebecca telah menikah lagi, dan Clara anak keduanya."Ansel namanya," gu