"Hei, jangan menangis. Semua akan baik-baik saja. Mereka sudah pergi." Rully mencoba menenangkan Delisa yang kini sedang menangis disertai tubuh bergetar di dalam pelukan Rully. Saat Rully telah berhasil mengalahkan dan menyuruh para berandalan itu pergi. "Aku takut mereka kembali. Mereka adalah gengster wilayah ini. Tentu, mereka tidak akan melepaskanmu begitu saja," ucap Delisa dengan sesegukan. Rully mengusap punggung wanita itu. Sepertinya, gadis ini memang hanya anak remaja yang sedang mencari jati dirinya. Karena melihat Delisa begitu ketakutan saat bertemu dengan para berandalan-berandalan tersebut."Sudah malam, aku tidak dapat menemukan orang yang berjualan balon jika kamu terus-terusan menangis," ucap Rully lembut. Delisa yang merasa dirinya dianggap seperti Anak kecil pun segera mendorong tubuh Rully. Wajahnya menekuk manja. "Ih… apaan, sih! Aku benar-benar ketakutan," jawabnya dengan mata yang masih berpelangi saat mata Gadis itu tertimpa cahaya lampu jalan. Rully te
"Hmm… Rai, nanti Mama jelasin, ya. Sekarang, Rai tidur. Karena besok Rai akan sekolah," desak Evelyn ingin mengalihkan pertanyaan Buah Hatinya itu.Raizel kekeh, wajahnya penuh penekanan meminta penjelasan dari Ibu—Ayah. Raizel kecil masih belum mengerti apa itu kata "perceraian" sebab, Raizel sering melihat Teman-temannya sering bersama orang tua mereka. Mereka Saling berpelukan dan saling memberi ciuman kasih sayang satu sama lain. Lantas mengapa orang tuanya berbeda? "Mama, Rai tidak akan tidur jika Mama dan Papa tidak menemani Rai. Pokoknya, Rai akan ngambek." celetuknya dengan wajah masam. Ethan beberapa kali membuang nafas frustasi. Memikirkan dirinya satu ranjang dengan Raizel dan Evelyn, membuat otaknya sudah tidak mampu berpikir. Saat ini, Ethan berharap jika Evelyn mampu membujuk Raizel agar tidak tidur bersama. "Ethan," Ethan terkesiap saat Evelyn memanggilnya. Wajah merah dan canggung itu masih tampak terlihat jelas di paras pria berwajah western tersebut. "Hmm… Raizel
"Cukup, Nenek! Aku muak dengan tingkah kalian yang selalu menyudutkan Evelyn. Dia di sini hanya pengasuh untuk menemani dan mengurus Raizel," Ethan menahan tongkat Neneknya yang hendak memukul Evelyn. kini Wajah Ethan begitu emosi saat melihat Rosalie. Alice dengan cepat menundukkan kepalanya. Sedangkan Evelyn, memeluk tubuh Raizel yang terduduk di atas lantai dengan rasa takut jika wanita tua itu berhasil menyakiti Raziel."Ethan, kau benar-benar sudah terpengaruh dengan wanita ini. Lihat, sejak kau bertemu dengan wanita rendahan ini, kau sampai berani membentak Nenek-mu sendiri!" Rosalie memekik geram. Ethan membuang nafas panjang. Entah kapan kedamaian akan hadir di dalam hidupnya. Neneknya sendiri menginginkan seorang cicit untuk dijadikan sebagai penerus. Sedangkan, cicitnya membutuhkan Evelyn yang notabenenya sebagai Ibu. Lantas kenapa harus ada ketimpangan mengenai kasta. Seharus, mereka cukup berlapang dada jika Evelyn mau tinggal di kediaman Zoldyck untuk mengasuh Raziel."
Di dalam ruangan kantin taman kanak-kanak, Raizel tengah duduk menikmati makanan di meja kantin sekolahnya. Karena Raizel merupakan anak baru, Raizel masih belum mempunyai teman dan dirinya harus duduk seorang diri di dalam kantin itu."Lihat, uwu banget sih, dia." "Ayo kita kenalan. Dia terlihat sendirian." "Ayo!" Beberapa anak gadis dengan nampan di tangan berjalan ke meja Raizel. Raizel mengangkat wajahnya dan mendapati 3 anak gadis seusianya sudah berdiri. "Kamu murid baru?" tanya seorang gadis berkuncir dua kepada Raizel. "Iya." jawab Raizel acuh dan kembali menyantap makanannya, sebelum jam masuk kembali berbunyi. "Kita duduk di sini ya, kita temanin," izin dua gadis itu. "Silahkan." jawab Raizel dengan suara dingin. Dua gadis kecil itu saling berpandangan. "Ayo, duduk." ajak seorang anak kecil kepada temannya. Mereka pun duduk saling berhadapan. Hanya saja, Raizel tetap menunduk menikmati makanannya. Dua gadis itu merasa Raizel anak yang sombong karena hanya berdiam dir
"Ayo minta maaf, segera bersimpuh di depan kami! Dasar Anak tidak beradab!!" Wanita paruh baya dengan dandanan mentereng itu sedang memarahi Raizel. Raizel menundukan kepalanya sambil memainkan jari-jarinya gelisah ketika dirinya dimarahi."Ih… malah diam. Apa kamu mau membuat ku marah, hah! Ayo bersimpuh!" desak wanita itu menjewer telinga Raizel dengan kuat. Sampai-sampai, Raizel harus meringis kesakitan."Sakit, Tante! Aku tidak akan minta maaf, Anak Tante yang salah, bukan saya! Saya tidak akan bersimpuh, saya laki-laki yang punya harga diri!" Raize kesakitan. Anak yang melempar tulang ayam itu hanya tersenyum licik dan merasa sangat puas saat Ibunya kini sedang memberikan pelajaran kepada Raizel. "Kau menyalahkan, Anakku? Kamu ini, kecil-kecil pintar sekali melawan, ya!" Guru yang berada di dalam ruangan itu tidak berbuat apa-apa. Karena mereka tentu tahu siapa orang tua dari Anak didiknya itu. Merekalah yang banyak mendonasikan sekolah dimana Raizel bersekolah. Sehingga Guru
"Rully, apa yang kau lakukan? Lepas!" Evelyn mengelak. Ia tidak ingin jika yang melihat dan salah kaprah. Rully enggan mendengarkan penolakan Evelyn. Dirinya semakin liar menyapu bibir Evelyn. Ethan berjalan gusar, kini kedua tangannya terkepal. Emosi sudah tidak dapat dibendung lagi oleh Ethan. Rasa panas sudah membakar dada. "Bajingan!" Ethan meraih pundak Rully. "Bugh! Bugh!" bogem demi bogem Ethan layang tanpa jeda. Evelyn ketakutan, ia panik melihat kehadiran Ethan yang langsung membabi buta menghajar Rully. "Ethan, stop! Berhenti, Ethan. Tolong hentikan!" Evelyn merentangkan kedua tangannya. Mencoba menenangkan mantan suaminya itu. "Kau ingin mati keparat! Berani sekali kau menyentuh wanitaku!" murka Ethan tanpa sadar, dia berkata demikian. Deg! Evelyn tertegun mendengar apa yang Ethan katakan. 'Wanitanya? Sejak kapan dia mengakui diriku sebagai wanitanya?' Evelyn membatin tak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar. Rully yang terbaring di atas paving blok menyeka
"Ethan, jangan lakukan. Kumohon…," Evelyn mengelak saat cumbuan kecil Ethan berikan. Melihat Evelyn yang menggeliat, membuat pria itu semakin liar memberikan cumbuannya. "Ah… Ethan," desis Evelyn saat lidah Ethan sudah mulai bermain di ceruk leher Evelyn. "Kenapa? Bukankah, tadi kamu menikmati saat pria brengsek itu memberikan ciumannya? Mengapa sekarang jual mahal dengan mantan Suamimu sendiri?" desis Ethan di telinga Evelyn. Ucapan Ethan tentu sangat menyakitkan. Enam tahun lalu, setelah Ethan menggaulinya, pria di atas tubuh Evelyn mencampakkannya seperti sampah. Dan saat ini, Evelyn diperlakukan seperti wanita murahan. Ucapan Itu membuat Evelyn benar-benar menyimpan sakit hatinya. Dan sekarang, Ethan memaksanya untuk melayaninya."Ethan, ku mohon hentikan…!" Evelyn mengiba dengan air mata yang sudah luruh saat Ethan memperlakukannya dengan begitu kasar. "Bisakah kau tenang dan menikmatinya saja, Evelyn? Jangan berpura-pura kau tak menginginkannya. Jika kau menolakku, ku past
"Apa maksudmu dengan menjadi teman ranjang?" Syok mendengar perkataan mantan suaminya. Hal aneh apalagi yang Ethan minta dari dirinya. Perbuatan keji ini saja, Evelyn begitu sangat malu. Apalagi harus menemani pria ini di atas ranjang tanpa sebuah ikatan apa-apa. "Kau tidak bodoh, kan? Apa perlu aku membayarmu setiap kali kau melayaniku?" Evelyn terbelalak. Dengan cepat, ia memutar tubuhnya, "plak!" Evelyn memberikan tamparan telak di pipi Ethan hingga tangannya bergetar. "Aku bukan pelacur!" Evelyn berteriak tepat di depan wajah mantan Suaminya itu. Air matanya luruh, bibir Evelyn kini bergetar. Mau sampai kapan dirinya diperlakukan seperti ini? Dan bodohnya, kenapa hati malah memilih cinta yang salah? Kenapa logika Evelyn seakan tumpul saat berhadapan dengan Pria yang bernama Ethan. "Lancang! Kau berani menamparku?" Ethan mencengkram leher Evelyn dengan kuat. "Uhuk— bunuh saja aku… jika kehadiranku kau perlakukan seperti sampah," ucap Evelyn terbata saat ia merasakan sesak d