"Ethan, Kira-kira yang ini bagus tidak?" tanya Evelyn saat dirinya melihat mode gaun pengantin. Sudah 2 minggu setelah acara di kaki gunung. Dan hari ini, Ethan dan Evelyn sedang mengurusi masalah pernikahan mereka yang akan digelar satu bulan kemudian. Ethan yang melihat gaun yang ditunjuk oleh Evelyn pun mengerutkan alisnya. "Sepertinya, ini terlalu sederhana," ucap Ethan. Apa? Terlalu sederhana? Bahan yang terpampang di dalam katalog yang dilihat oleh Evelyn saja membuat lehernya tercekik. Evelyn tidak habis pikir dengan pikiran Ethan, bisa-bisanya Ethan mengatakan ini sederhana. "Ethan—" "Mulai sekarang, panggil aku Si ganteng yang membuat hatimu meleleh!" potong Ethan. Evelyn terbelalak. Apalagi ini? Semakin kesini kenapa Ethan menjadi lebay? Kenapa nama panggilan harus seabsurd itu? Evelyn tersenyum aneh menatap Ethan. Dia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Si.. Ganteng…," Evelyn meragu mengucapkan panggilan itu. "Aaa… Ethan, kepada harus lebay sekali?" gerutu Evelyn
Di dalam kamar mandi, rintik shower membasahi tubuh kekar Rully. Rully terdiam dengan tetesan air shower yang membasahi tubuhnya. Kedua tangan kini menopang pada dinding kamar mandi, Rully memejamkan matanya dengan perasaan yang kacau."Aku harus bersikap bagaimana kepada Amelia? Bagaimana jika penyakit yang diderita Amelia tidak sembuh? Atau mungkin dia hanya Pura-pura?" gumam Rully dengan kacau. "Haah…! Mungkin dia membohongiku karena himpitan ekonomi yang dialami oleh keluarganya. Dan memaksa dirinya untuk berpura-pura pikun atau amnesia?"Rully terlihat frustasi dan lelah menerka-nerka apa yang terjadi kepada Amelia. Wanita yang begitu misterius kehadirannya. Bahkan tempat dimana Rully menabrak Amelia pun, tidak ada satu orang yang mengenali Amelia. Rully keluar dari kamar mandi, ia dapati Amelia sudah tertidur, wanita ini sedari tadi memaksa tidur bersama Rully. Rully pun naik ke atas ranjang dengan hati-hati, karena ia takut akan membangunkan Amelia yang sudah terlelap.Rul
"Evelyn!" Evelyn mendongak wajah mencari suara wanita yang memanggilnya . Hari ini, dia sedang membuat janji dengan temannya yang waktu itu sempat bertemu di toko perhiasan. Rena, wanita bersurai emas sedikit ikal itu memanggil Evelyn sambil berlari. Evelyn segera berdiri dia menyambut Rena sambil berpelukan. "Bagaimana kabarmu, Rena?" tanya Evelyn. "Aku tentu baik." Rena melepaskan pelukannya. Dia sedikit mendorong tubuh Evelyn memberi jarak. "Aku tidak menyangka kau mengundangku datang ke kafe saat kita masih bekerja," ucap Rena. Evelyn memberikan seuntai senyuman. "Silahkan, duduk." Evelyn mempersilahkan.Rena pun segera duduk berhadapan dengan Evelyn. Dia tidak sabar ingin mendengar cerita dari temannya itu. "Oww … Eve, kudengar kau akan menikah. Aku merasa sangat gembira mendengar kabar ini.""Dari itu aku mengundangmu sebelum aku akan menikah. Agar kita bisa menghabiskan waktu," ucap Evelyn. "Kamu, pesan apa yang kamu inginkan, Rena." sambung Evelyn. Rena tersenyum menggod
"Rully, tapi aku … badan aku kurang enak. Bisakah lain kali?" kilah Amelia. Rully yang sudah melepaskan kemejanya itu menaikan satu alisnya mendengar penuturan Amelia. Semakin penasaran dengan kondisi Amelia yang sebenarnya. "Amelia, katakan yang sebenarnya. Kau siapa? Apakah waktu itu kau pura-pura menabrak mobilku dengan sengaja?" Rully bertanya, dia menekan. "A-aku, tidak mengerti apa yang kau maksud, Suami. D-dan masalah aku tidak bisa karena aku sedang datang bulan," kilah Amelia.Rully berjongkok, dia mencengkram pipi Amelia pelan. Tampak raut wajah Amelia tersirat nanar ketakutan. Entah apa yang disembunyikan wanita ini. "Amelia, mumpung aku berbaik hati. Maka tolong katakan yang sebenarnya, aku tidak akan marah. Sebenarnya, kau berasal dari mana? Mengapa saat mobilku menabrakmu, kau bahkan tidak cedera?" tanya Rully. Amelia semakin gelisah dengan pertanyaan yang dilontarkan oleh Rully. Gelagatnya tidak nyaman dan tertekan. "M-maafkan aku jika aku membuatmu bingung. Tapi d
"Saudara Rully, sebelumnya mohon maaf. Berapa lama anda berhubungan dengan Nyonya Amelia." Ruangan yang minim cahaya, hanya ada bohlam kuning yang bercahaya saya di ruangan Interogasi. Rully kini duduk berhadapan dengan seorang penyidik. "Baru beberapa Minggu. Sebenarnya, aku ingin mengantarnya pulang. Namun wanita itu selalu memberikan alamat yang salah." Penyidik tersebut menarik nafas panjang lalu membuangnya kasar. "Begini, sebenarnya, aku tidak menyalahkan anda sepenuhnya. Namun, dia adalah penerus Grup Emerson yang kabur." Deg! Rully tercengang. Bagaimana bisa dia tidak mengenali Amelia seorang penerus? Bisa-bisanya dia menyembunyikan penerus grup yang berkuasa di kota tempat Rully tinggal. Namun dalam pikiran Rully, kenapa Amelia sampai bisa kabur dan menyembunyikan identitasnya. Jika Rully tertuduh, matilah Rully karena sudah berani menyembunyikan keberadaan Amelia. 'Untung, aku belum sempat Unboxing wanita itu. Jika dia menuntutku bagaimana?' Rully membatin. Rully kemu
“Amelia, apakah kau sudah siap?” Rully berteriak di depan pintu kamar Amelia.Terdengar suara derap langkah kaki berlari menghampiri pintu. “krek!” Pintu di hadapan Rully terbuka. Sosok Amelia yang menggunakan kaos dengan jaket jeans, kini telah berdiri dan memberikan senyuman lebar kepada Rully.“Aku sudah siap. Apakah kita akan pergi sekarang?” “Ya, kita harus check-in,” jawab Rully. Rully memperhatikan bawaan Amelia. “Hanya ini bawaanmu?” tanya Rully.Amelia mengangguk, dia pun menjawab, “Ya, hanya beberapa setelan baju.”Rully menarik koper kecil itu sambil berkata, “ayo berangkat.” dia berjalan ke arah pintu keluar.Amelia mengikuti punggung Rully. Hari ini, mereka berdua ingin pergi ke negara xxx untuk menghadiri pernikahan Evelyn yang akan dilangsungkan dua hari kemudian.“Tentu temanmu ini sangat berarti, ya, Rully?”Saat menuju bandara, Amelia melayangkan pertanyaan tersebut. Amelia masih berpikir jika teman yang Rully maksud adalah seorang pria. Karena Rully hanya mengatak
"Bu. Aku pulang!" seru Rully saat dirinya baru saja menginjakan kaki di rumah Ibunya yang berada di kampung. Pandangan Amelia kini sedang mengamati setiap sudut bangunan rumah yang tampak sederhana khas pedesaan. Halaman yang luas dan beberapa pohon-pohon cemara masih tumbuh menjulang memberikan kesan asri yang begitu damai. "Rully, ini rumahmu?" tanya Amelia berbisik saat dia berada di belakang tubuh Rully. Rully yang menunggu pintu terbuka pun menoleh ke belakang. "Ya, tempat aku menenangkan diri. Apa kamu tidak suka? Jika kamu tidak nyaman dengan suasana pedesaan kita bisa mencari hotel." Amelia melambaikan kedua telapak tangannya di dada dengan cepat. "Hah … tidak, aku nyaman. Tadi aku hanya bercanda," jawab Amelia. Rully tersenyum manis. "Aku senang jika kamu menyukai desa ini Amelia. Aku akan mengajakmu berkeliling menggunakan sepeda setelah kita bertemu dengan ibuku. Aku akan menunjukkan sebuah tempat kepadamu," ucap Rully. Manik mata Amelia berbinar. Dia tidak sabar ingi
"Wow, Rully! Danau ini sangat indah! Aku tidak pernah melihat pemandangan seperti ini sebelumnya!"Senja mulai menjelang di Danau Aloeran, dan langit kini tampak berubah menjadi merah jingga yang damai. Rully dan Amelia kini berdiri menatap ke arah danau yang keindahannya tersembunyi oleh rimbunnya pepohonan dan belukar. Saat mereka tiba, mereka disambut oleh angin serta gemericik air dan burung-burung berkicau bersahut-sahutan, menciptakan suasana yang begitu sempurna.Rully tersenyum dan berkata, "Amelia, ini yang ingin aku tunjukan padamu. Danau ini benar-benar tersembunyi, sangat jarang orang yang tahu tempat ini. Ini adalah tempat dimana aku menghilangkan stres dan mengagumi keindahan Sang Pencipta."Amelia menoleh, menatap pria yang berdiri di sampingnya dengan pandangan lurus ke depan. "Apakah kau sering membawa Evelyn kemari?" tanya Amelia, di hatinya terbesit sedikit rasa cemburu. Rully tersenyum kemudian menundukkan kepalanya. Mengingat betapa indah kenangan dirinya bersama