"PT Rubia Angkara, Jonatan Alxander sebagai CEO di perusahaan itu," tutur Alva. Kakinya kini melangkah di gedung di mana Berlian pernah menjadi karyawan dan menjadi tempat awal pertemuan pertama mereka kembali. Awalnya ia tidak menyangka, tapi mungkin ini takdir pikirnya. Namun, jika mengingat Cinta menyebut nama Jo rasanya ia seperti goyah dan seperti ingin menyerah. "Pak Alva, kenapa masih berdiri di sini? Lift sudah terbuka," sapa seseorang."Oh, iya."Alva melangkah masuk lift menuju tempat di mana beberapa perusahaan akan membicarakan tander bersama perusahaan Jonathan. Kali ini tidak seperti biasanya, Alva yang biasanya tak memikirkan banyak hal, kini seolah-olah sedang berada di masalah yang sangat pelik.Bahkan ia membayangkan akan menjadi rival dalam memperebutkan hari Berlian. Walau sesungguhnya dia saja tidak tahu apa hubungan wanita yang berhasil membuat hatinya tak tenang itu dengan Jonathan. Ke luar lift, terlihat tubuh tegap tinggi dan gagah Jonathan. Sepeti biasa,
"Om Jo." Jonathan melihat tangan kecil yang melingkar di pinggangnya lalu membalikkannya badan. Tubuh kecil itu langsung memeluk pria yang mengenakan jas hitam dengan dasi senada. "Cinta, sama siapa di sini?" Terbayar wajah semringah dan bahagia Jonathan saat ia berusaha mencari malah takdir yang bergerak memberikan kejutan padanya. "Sama Uyut, mau beli susu strawberry," paparnya. Jonatan kembali memeluk Cinta, ia kali ini memeluk sebagai seorang ayah yang baru saja mengetahui kalau dirinya memiliki anak.Sementara, Nenek Lastri yang melihat pertemuan itu pun terharu. Wanita tua itu tidak menyangka jika ayah dari Cinta cicitnya memang benar-benar orang kaya. "Saya Uyutnya Cinta. Neneknya Berlian," ujar Nenek Lastri.Jonathan mencium punggung Nenek Lastri walau masih dengan keadaan bingung bisa bertemu mereka di sini. "Kalian sedang berbelanja atau bagaimana?" tanya Jonathan."Mau beli makanan, enggak sengaja Cinta melihat Anda di dalam mobil saat kaca jendela itu terbuka. Dia be
"Tidak ada yang menghalangi kamu bertemu dengan Cinta." "Lalu, kenapa kamu menghilang?" tanya Jonathan.Berlian menarik napas dalam, menghadapi Jonatan membutuhkan tenaga dan pikiran. Bisa salah dikit, akan membuat bumerang baginya. Apalagi kini pria itu sudah menjadi calon Papa idaman sang putri.Keduanya kembali saling menatap tajam. Berlian lebih dulu membuang muka, pesona pria tampan itu memang membuat setiap wanita terpesona. Bahkan, sampai saat ini hati Berlian sering tidak karuan pada ayah sang anak. "Aku punya privasi yang harus di jaga. Hanya itu saja," ujar Berlian. "Tidak mungkin, apa yang di katakan Papaku hingga kamu pergi. Aku tahu, setelah bertemu dia, kamu mengundurkan diri." Sontak Berlian terkesiap mendengar ucapan dari Jonathan. Pria itu sungguh mencari tahu hingga ia mengumpat ke lubang semut pun pasti akan bertemu dengan dirinya.Apa yang dibicarakan dengan Pak Ferdinand tidak mungkin ia katakan pada Jonathan. Kepergiannya hanya untuk menghindari sebuah masala
"Apa aku tidak terlalu jahat berbuat seperti itu?" tanya Jonathan."Hanya menggertak, tidak mungkin kamu mengambilnya karena dia yang mengurus sejak kecil. Bahkan, sedikit hak saja sepertinya tak akan diberikan," timpal Rara. Jonatan merasa serba salah, apa yang harus di lakukannya. Pasti Berlian pun akan marah jika tahu dirinya mengambil sampel rambut Cinta.Jonathan mengusap wajah kasar, apa lagi ini pikirnya. Teringat ucapan Cinta yang dengan semangat ingin dirinya menjadi ayahnya. "Kecuali kamu menikahinya, tapi itu tidak mungkin," papar Arnold. Ia yakin kedua orang tuanya tidak akan mengizinkan adiknya menikah dengan wanita yang jauh di bawah mereka. "Iya, banyak hal yang harus aku bereskan, terutama Alea dan keluarganya."Jonathan kembali menjelaskan. "Kalau bisa, Papa dan Mama jangan sampai tahu hal ini." Arnold pun menyetujui apa yang di katakan oleh Jonathan. Adiknya berhak bahagia walau dengan wanita yang biasa saja. Mungkin jalannya akan sangat lama mendapatkan restu."J
"Karena Cinta sudah menganggap aku ayahnya. Apa salah seorang ayah ingin yang terbaik untuk anaknya," ujar Jonatan. Berlian merasa tidak percaya dengan apa yang di katakan oleh Jonathan. Dirinya masih bertanya-tanya tentang semuanya. Bagaimana bisa Jonathan datang kembali dan bicara tentang masa depan Cinta. "Biarkan aku membawa Cinta besok untuk mendaftar sekolah."Lagi, Jonathan memohon pada Berlian. Wanita itu merasa iba pada pria itu. Bagaimana pun dia adalah ayah kandungnya. Namun, ia hanya takut suatu saat atas landasan balas Budi Jonathan mengambil sang anak begitu saja. "Aku tidak setuju, Cinta bukan bagian dari hidup kamu. Buah apa kata orang tuamu dan orang sekitar, Cinta anakku kenapa harus kamu yang menyekolahkan." Berlian kembali mencari alasan. Hawa panas menjalar keseluruh tubuh, Jonathan merasa kesal berulang kali mendapat penolakan. Ia ingin membawa Cinta karena sudah tahu anak itu adalah putrinya."Kalau sudah tidak ada yang akan di bicarakan, lebih baik kamu pul
"Maaf, aku emosi." Jonatan mengusap wajah kasar. "Walau tidak emosi pun akan sama bukan, mengatakan hal yang menyakitkan." Sorot mata Berlian menyimpan sebuah kebencian. Jonatan menyesal karena dirinya suka keceplosan bicara dan membuat hati berlian sakit. Ia hanya ingin cinta mendapatkan pendidikan yang lebih baik. Jika hidup bersama berlian belum tentu cinta akan mendapatkan hal yang seharusnya didapatkan. "Aku tidak bermaksud seperti itu, besok aku akan kembali. Sekali lagi maaf," ujar Jonathan.Tidak ada pembahasan siapa anak siapa. Berlian pun sepakat tak mau membuka mulutnya. Ia melihat punggung pria itu menghilang di balik pintu mobil. Rasa di hati begitu bercampur, antara senang pria itu sudah tahu kebenarannya. Juga perasaan sedih karena Jonathan sekali lagi menyinggung hatinya.Nenek Lastri sudah berdiri di ambang pintu, melihat sosok itu Berlian pun berhambur memeluknya."Nenek paham bagaimana hati kamu sekarang.""Salah aku bertahan seperti ini Nek, dia mau mengambil C
"Maaf, jika pertandingan aku membuat kamu tidak suka," ujar Alva.Bukan tidak suka, hanya saja Berlian malas mengulang cerita yang ingin ia kubur. Lagi pula, apa untungnya menceritakan masa lalu yang menyebalkan itu pikirnya. "Bukan tidak suka, intinya hubungan dengan orang yang jauh di atas kita itu menyeramkan bagiku. Bukan hanya menghadapinya satu dua orang, tapi bisa jadi cibiran sekitar." Akhirnya Berlian menjawab. "Aku tidak seperi itu, makanya aku kenalkan dengan kedua orang tuaku saja, bagaimana?" tanya Alva.Alva sangat ingin menjadikan Berlian teman hidupnya. Sejak dulu, sampai sekarang rasa terpendamnya itu masih ada. Ia baru memiliki keberanian saat ini, waktu pun yang membuatnya benar-benar berani. "Untuk saat ini aku tidak bisa, Va. Ada hal yang belum aku selesaikan dengan ayah kandung Cinta," ujarnya.Lagi Alva tersentak mendengar kalimat dari Berlian. Belum merasa aman karena ia melihat mobil Jonathan tadi, kini ia malah harus bersabar saat Berlian harus membereskan
"Sudah jangan bertengkar. Kalian harusnya akur, bukan sepeti ini." Bu Santi merelai mereka."Aku sudah bilang sedang tidak baik hari ini. Jangan pancing aku dengan apa yang tidak aku sukai, selama ini aku menghormati Papa. Tolong hargai privasi aku." Jonathan menatap sang ayah yang sejak tadi mencoba berdiri tenang. Dada kiri Pak Ferdinand sepertinya sudah terasa nyeri, tapi ia tak mau terlihat lemah di hadapan sang anak. Setelah Jonathan pergi, barulah ia terduduk lesu di bantu oleh Bu Santi. "Papa ngeyel sih. Sebentar mama ambilkan air hangat," ujar Bu Santi.Bu Santi pun gegas mengambil air hangat, lalu dengan cepat memberikan air hangat itu pada sang suami. Sikap keras kepala membuat susah diri sendiri.Jonathan begitu keras Sama halnya dengan sifat Pak Ferdinand yang menurun pada anaknya itu. Namun, Pak Ferdinand bersikeras bicara dan hasilnya ia malah kecewa hingga dadanya begitu sesak."Lebih baik lupakan perjanjian itu. Alea wanita cantik, banyak yang mau menikah dengannya. T