Selesai sarapan, Ervan berinisiatif mencuci piring bekas mereka makan. Sementara Gea hanya duduk saja sambil memperhatikan. Mereka tak banyak bicara sejak tadi. Ada rasa canggung di dalam hati masing-masing.
Ervan pun selesai dengan tugasnya dan mengambil ponsel yang baru saja berdering di saku celana. Ternyata itu panggilan telepon dari Bagus."Halo, Pa.""Halo, Van. Kamu di rumah, kan?" tanya Bagus dengan suara yang terdengar cemas.Ervan duduk berhadapan dengan Gea, lalu menjawab, "Iya, Pa. Kenapa?""Ck! Ada masalah di kantor gara-gara ulah kamu. Beberapa saham ditarik sama pihak investor. Kita butuh bantuan dana dari investor lain. Kalau nggak ketemu juga, perusahaan terancam gulung tikar. Kamu juga sempat pakai uang perusahaan, kan? Sekarang, kamu harus tanggung jawab," ucap Bagus di seberang sana.Ervan menghembuskan napas panjang. Ia memijat pelipisnya yang terasa sakit. "Iya, Pa. Nanti aku usSetibanya di kantor, Herman yang bertugas menangani kasus Ervan pun menunjukkan beberapa bukti pada Ervan. Bukti itu didapatkan dari salah satu penyidik kepolisian. Salah satunya bukti rekaman cctv bar.Herman memutar rekaman cctv itu di depan Ervan. Saat melihatnya, Ervan tidak terkejut. Karena sebelumnya, ia sudah menduga kalau pelaku yang merekam kebiasaannya itu adalah Fahri. Tak bisa dipungkiri lagi karena Ervan selalu pergi ke bar bersama Fahri, bukan dengan Wahyu atau yang lainnya.'Tapi, ada hubungan apa Fahri sama Intan? Kok bisa Fahri ngerekam gue, terus dikasih ke Intan? Kan Fahri temen kampus gue. Sedangkan Intan … mantan gue waktu SMA. Kok bisa mereka saling kenal? Atau jangan-jangan …?' batin Ervan mulai terusik.Kali ini, Ervan penasaran dengan hubungan Fahri dan Intan. Haruskah ia menyelidikinya sendiri? Atau … meminta bantuan Herman lagi?"Gimana, Pak Ervan? Hasil penyidikan ini mau diproses atau nggak?" tanya
Ting!Ponsel Ervan berdenting saat dirinya sedang menandatangani sebuah berkas. Ervan menoleh ke arah ponsel yang ia letakkan di samping tangan kanannya.Satu notifikasi dari … Gea.Kedua mata Ervan langsung melebar. Untuk pertama kalinya ia mendapatkan notifikasi dari sang istri. Ervan tersenyum tipis.Diraihnya ponsel itu dan membacanya.[Mas, tadi cctv udah dipasang. Terus, penjaga yang Mas suruh juga udah datang.]Ervan mengetik sebuah balasan sambil tetap tersenyum. Merasa bangga orang suruhannya selalu datang tepat waktu.[Oke. Kalau ada sesuatu yang aneh, langsung pantau dari cctv. Jangan lupa kabari aku.]Tak berapa lama, ada balasan masuk dari Gea.[Iya, Mas. Tapi, apa nggak terlalu berlebihan? Oh iya, kamu juga pakai pesan kopi di kafe segala lagi. Kan aku bisa buatin kopi untuk mereka. Buang-buang uang, Mas.]Ervan tercenung sesaat. I
Dua hari kemudian, Ervan tak sengaja bertemu dengan Intan di salah satu kafe. Kebetulan Ervan baru saja mengadakan pertemuan dengan salah satu klien yang datang dari Singapura. Ervan menyempatkan waktu untuk bertemu kliennya di sebuah kafe yang letaknya tak jauh dari lokasi kantor.Setelah klien tersebut pergi, Ervan memandang ke arah lain, dimana Intan berada. Wanita itu yang terlebih dulu memanggil namanya."Mas Ervan."Ervan menarik napas dalam-dalam, lalu membuangnya perlahan. Tatapan sinis Ervan tunjukkan agar Intan tahu, betapa marahnya ia karena ulah kurang ajar Intan dan Fahri."Mas," panggil Intan sekali lagi."Mau apa kamu kesini?" tanya Ervan dengan ucapan tidak ramah sama sekali."Aku mau ketemu sama Mas Ervan. Aku mau jelasin kalau aku itu ….""Kalau kamu itu memang cewek sialan," lanjut Ervan, memotong ucapan Intan.Intan langsung melotot tidak suka. "Aku kan
Intan tergesa-gesa memasuki kawasan perkampungan, dimana Fahri tinggal. Intan harus tahu, dari mana Ervan mendapatkan semua bukti itu. Jika Ervan sudah tahu, niat busuknya untuk mendapatkan kembali apartemen dan mobilnya pun akan sirna.Sesampainya di salah satu rumah berukuran sedang, Intan mengetuk pintunya dengan kasar. Mengetuk beberapa kali sampai akhirnya si pemilik keluar dengan wajah tidurnya.Fahri menggaruk kepalanya dengan mata terpejam. Nyawanya masih belum terkumpul sepenuhnya."Fahri!"Mendengar teriakan Intan, Fahri pun terlonjak dan langsung membuka mata. "Loh, Intan? Mau ngapain ke sini? Nanti ketahuan sama Ervan gimana? Dia sering datang ke sini loh.""Udah deh, nggak usah pura-pura kamu. Ervan udah tahu semuanya dan pasti kamu kan yang bilang sama dia?" tuduh Intan tanpa bukti."Heh, jaga omongan kamu!"Intan mendengus kesal sambil masuk ke dalam rumah Fahri tanpa izin. Fahri sedikit terkejut dan celingukan ke kanan dan kiri. Tidak ada yang mengawasi. Fahri pun lang
Pukul 17.00, jam kerja telah selesai. Ervan berencana untuk pulang lebih awal karena harus membeli kebutuhan dapur bersama Gea. Tadi, sebelum berangkat ke kantor, Gea sempat meminta izin untuk pergi ke pasar seorang diri. Tentu Ervan tidak mengizinkan. Mengingat ada calon anaknya di dalam perut Gea. Itu sebabnya, Ervan pulang lebih awal hari ini.Saat Ervan baru saja membuka pintu mobil, tiba-tiba ponselnya berdering. Ervan berpikir itu Gea. Tapi, setelah dilihat lagi, ternyata itu nomor telepon yang tak ia kenali."Halo," jawab Ervan."Halo, selamat sore. Bisa bicara dengan Pak Ervan?""Ya, ini saya. Ada apa ya?" tanya Ervan heran.Ervan masuk ke dalam mobil sambil menekan tanda speaker di ponselnya. Mobil melaju perlahan meninggalkan area perkantoran. Namun, beberapa detik kemudian, Ervan menginjak rem secara tiba-tiba. Wajahnya tampak terkejut."Apa?! Intan keguguran?!""Iya, Pak. Kami sudah berusaha semaksimal mungkin, tapi Tuhan berkata lain," ucap salah satu pihak yang ternyata d
"Ayo turun."Ervan mengajak Gea turun setelah tiba di salah satu pusat perbelanjaan. Tak lupa, Ervan membukakan pintu mobil untuk sang istri. Gea yang mendapat perlakuan itu merasa terharu, namun enggan menunjukkannya. Wajahnya tetap terlihat biasa saja, meski hati sedang berbunga-bunga."Kita belanja keperluan dapur dulu ya, Mas," ucap Gea saat memasuki pusat perbelanjaan tersebut."Iya. Beli sekalian yang banyak untuk sebulan.""Iya, Mas."Ervan mengambil satu buah troli besar dan mendorongnya. Mengikuti sang istri yang sibuk memilih bahan-bahan makanan dan beberapa snack ringan untuk camilan di rumah.Saat sibuk memperhatikan sang istri, Ervan dikejutkan dengan suara dering ponsel di saku jas. Gea turut memperhatikan Ervan yang sedang berhenti mendorong troli dan mengambil ponselnya."Dari siapa, Mas?" tanya Gea, penasaran.Ervan menatap Gea. Menunjukkan layar ponselnya ke arah Gea sambil menjawab, "Dari Wahyu, teman sekolah dulu. Kamu lanjut aja pilih belanjaannya. Aku nelpon di d
"Mas, ini kebanyakan loh."Gea memperhatikan paper bag yang ada di pangkuannya. Mereka sudah berada dalam perjalanan menuju rumah Nurma dan Bagus. Memang Gea yang ingin pergi menemui mertuanya."Nggak apa-apa.""Tapi, mahal semua, Mas," ucap Gea dengan bibir cemberut. "Uang kamu bisa habis kalau belanja mahal kayak gini."Ervan tersenyum mendengar pernyataan Gea. Lucu sekali. "Walaupun habis, kan habisnya untuk istri. Bukan untuk yang lain."'Mulai lagi deh rayuan mautnya,' batin Gea."Ya iya sih. Cuma agak berlebihan aja, Mas.""Udah nggak apa-apa. Anggap aja itu hadiah pernikahan kita," pungkas Ervan.Mendengar kata 'pernikahan', Gea kembali teringat dengan surat perjanjian itu. Pernikahan mereka hanya akan bertahan sampai bayi ini lahir. Setelah itu, Gea akan pergi ke suatu tempat, dimana dirinya harus membesarkan anaknya seorang diri.Hati Gea mendadak se
Setelah berpelukan cukup lama, tangis Gea juga sudah mereda, Ervan merenggangkan sedikit pelukannya. Menatap wajah sendu Gea. Rasa bersalah itu tak hilang meskipun Ervan sudah minta maaf berulang kali.Ada masa depan yang hancur karena ulahnya. Rasa marah yang mendalam terhadap perlakuan Intan, membuatnya menjadi pria yang brutal. Selalu mempermainkan wanita dan menyelesaikan segalanya dengan uang.Tak peduli seberapa banyak uang yang akan dikeluarkan. Asalkan masalahnya cepat selesai.Salah satu alasan Ervan tidak ingin berkomitmen adalah karena patah hati. Kekecewaan terhadap Intan sangat besar sehingga berakibat fatal."Aku—"Belum sempat Ervan mengatakan sesuatu, bunyi klakson mobil dari belakang membuat keduanya tersentak dan saling melepas pelukan.Ervan menoleh ke arah belakang."Setan!" Ia mengumpat kesal.Gea sedikit terkejut mendengar umpatan Ervan. Kemudian tert