Melihat pertengkaran mereka berdua Sabrina tersenyum puas. Dia memandang licik kea rah mereka bertengkar. Dalam hatinya menyuruh mereka terus saja bertengkar.
Ilham mengetuk pintu kamarnya karena dikunci oleh sang istri .
“Sayang, kok jadi marahnya sama aku, sih?” Ilham Mengetuk pintu kamar. Namun tidak bergeming.
“Sayang, jangan gitu dong.” Tias melempar sesuatu ke arah pintu. Hal itu membuat Ilham kaget.
“Jangan ganggu aku,ih. Minta maaf dulu dengan Bi Minah baru aku akan bukakan pintu.” Ilham menarik napasnya sangat dalam.
“Baiklah! Baik aku minta maaf sama Bi Minah. Jangan ngambek ya Ilham pergi menemui Minah untuk minta maaf.
“Bi … Bi ….” Bi Minah yang dipanggil tergopoh-gopoh menyongsong sang majikan.
“Iya, Tuan.” Wanita paruh bay
“Tidak bisa, Sayang. Ingat dedek bayi.” Suara desahan dari mulut Ilham terasa membahana bagi telinga Tias. Dia terus menuntut dan menuntut agar lelakinya itu memuaskannya. Libidonya sangat besar meminta untuk dipuaskan. Namun tentu sang suami harus ekstra hati-hati seperti saran dari dokter.“Aku keluar sekarang, ya? Ahhh ….”:***Meyyis_GN***Ilham sedang lapar ketika sekertarisnya menuju ke ruangan rapat tersebut. Aditya memang keluar dari ruangan rapat karena ada yang tertinggal di ruangan Ilham. Dan lelaki itu disuruh untuk mengambil dokumen itu. Aditya mengerutkan kening, ketika mendengar ponsel bosnya berdering. T“Halo, ada apa, Nyonya Bos?” sapa Aditya.“Adit? Sampaikan saja kalau begitu.” Aditya mengangguk, walau Tias tidak mungkin melihatnya.“Bos sedang rapat. Apa ada yang gawat? Nan
Aku Kangen dengan kalian readersku. Komen, dong.Kebahagiaan yang diperoleh Ilham karena istrinya yang tengah hamil, berbanding terbalik dengan Galih. Kini Galih sudah sedikit demi sedikit meninggalkan Tias di pikirannya. Dia konsen dengan putranya yang baru berusia sekitar tiga bulan. Milea tidak mau mengurusnya. Dia selalu saja pergi dan pergi. Bahkan dia menolak memberikan ASI. Alhasil Galih yang harus pontang-panting merawatnya. Walaupun sudah ada perawat di rumah, namun dia kurang percaya dengan orang lain.Seperti malam ini, lagi-lagi Milea tidak pulang. Galih sudah lelah berdebat dan berantem sama Milea. Dia mulai membanding-bandingkan sifat Tias dan Milea. Jika dulu dia berantem dengan Tias, Tias yang akan memilih untuk tidak meladeninya, hanya diam dan menerima saja. Tapi sekarang Milea bahkan tanpa ada pemantik apa pun selalu saja memancing pertengkaran. Dia sudah malas memperingatkannya. Biarkanlah mau
Hai ... komen dong, biar aku semangat up nya.“Aduh! Kenapa aku menyuruh dia untuk istirahat, sih? Aku belum mandi. Gimana ya?” Dia memandang wajah pula situ, yang tertidur dalam gendongannya.“Sayang, kamu tidur di sini dulu ya? Papa mau mandi dulu. Jangan berulah. Nanti jatuh.” Lelaki itu melepas semua pakaiannya dan dan masuk ke kamar mandi.Dia hanya sekedar membersihkan tubuhnya sangat kilat. Boleh dibilang seperti mandi bebek. Mira datang ke kamar Galih untuk memberikan minuman kepada lelaki itu. Tidak bermaksud apa-apa tetapi karena Galih baru pulang, tidak ada istrinya, maka dia berinisiatif membuatkan minum. Segelas teh dengan campuran mint, tetapi dia menjerit ketika melihat Galih hanya memakai handuk saja.“Aaa.” Dia meletakkan gelas itu di meja.Galih yang ikut kaget juga melonjak sehingga ha
Hai Readers ... aku menyapamu ... komen dong, aku nggak semangat ini.“Baik, Tuan. Saya akan masak untuk Anda.” Wanita itu langsung setengah berlari menuju ke dapur. Rasanya, Galih ingin mendekatinya melihat, lebih tepatnya, apa yang dia masak? Namun dia pun terlalu canggung karena kejadian tadi. Kali ini, hanya mengintip dari dinding kosong di atas bar yang menampilkan tubuh Mira setengah badan sampai ke dadanya, yang terlihat bergerak meliuk memeprlihatkan keterampilannya di dapur. Terlihat sesekali Gadis itu tersenyum. Mungkin karena masakannya sudah hampir jadi. Tidak berapa lama, Mira membawa sepiring kwetiau goreng yang sudah dihias mirip di restoran.Ada parsley yang menyerupai sebuah pita rambut, dengan helaian kwetiaw itu sebagai rambutnya dan dibawahnya ada sedikit nasi yang dibentuk pipih sehingga mirip seperti wajah. Bibir yang tersenyum terbuat dihias dari telur dadar yang diiris ti
Hai, Readers, aku menunggu kalian komentar lho, hari ini sengaja up banyak.“Jadi kamu enggak usah terlalu sensi kita makan bersama.”“Tapi, Pak?”“Enggak ada tapi-tapian.” Galih menyendok kwetiaw tersebut kemudian memasukkan ke mulut Mira, sehingga wanita itu berhenti bicara. Wajah Mira sudah semerah buah cerry.Mereka makan bersama tanpa bersuara sesekali saling melempar senyum. Mira mulai malu-malu dan mungkin juga mulai baper. Saat sudut bibirnya, terlihat kotor dengan saus, Galih menyekanya dengan jempol kananya, sedikit lembut.Nyes … terasa dadanya berdesir hebat. Mungkin saja, darahnya sudah digelondorkan bareng dengan salju, di musim kemarau. Terasa sejuk namun hangat.Walaupun dia nampak wajah tidak seganteng artis-artis Korea idolanya, tapi tetap saja menunjukkan kharis
Mungkin hampir tamat novel ini Readers ... komen dongGalih tersenyum penuh arti melihat wanita itu itu berlalu meninggalkannya dan masuk dapur. Dia menggigit bibir bawahnya, seolah mengisyaratkan sesuatu yang berdesir dalam hatinya. Mungkin saja akan terulang pengkhiantannya kepada pernikahannya sendiri. Tapi akan lebih hati-hati, dia menginginkan seorang Mira, tapi juga menginginkan Gibran tetap disisinya.“Kita lihat saja nanti?” Dia menyorot tajam ke arah punggung Mira yang terlihat, karena dia sedang mencuci piring di dapur. Sepertinya memang Galih mudahs ekali jatuh cinta, tepatnya kelelakianya membutuhkan pelampiasan, setelah hampir lima bulan tanpa sentuhan dari Milea. Apakah malam ini dia akan memakan Mira? Sepertinya tidak! Karena dia ingin Mira selamanya, bukan hanya pemuasnya malam ini. Dia jatuh cinta pada pengasuh anaknya itu.“Apakah aku ma
“Aku seperti merasakan hidup kembali. Nggak usah pulang, Milea. Tiga bulan saja, maka jatuh talakku.” Galih menyeringai.Galih bangun tidur agak siang karena semalaman tidak bisa tidur. Perkaranya apa lagi kalau bukan pengasuh dari putranya, Mira selalu menari di pelupuk mata.“Bisa pakaikan ini?” dia memberikan dari garis merah hitam pada Mira. Terlihat Mira ragu masuk ke kamarnya. Karena memang dari semalam Gibran tidur di kamarnya, maka Mira mau tidak mau harus ke kamar majikannya tersebut. Walau dada tidak bisa mengelak. Dentumannya sangat keras saat dekat dengan majikannya tersebut.“Bapak sudah mau berangkat?” Mira sedikit gugup.“Iya, bisa minta tolong inkatkan aku dasi?” ulang Galih.“Tapi Pak?” Mira terlihat bingung. Bagaimana bisa dia mengikatkan dasi untuk majikannya. Apalag
“Kamu itu keterlaluan ya, Mas. Aku telepon nggak diangkat, WA juga nggak dibales maunya apa sih, ih?” kesal Milea.Galih tidak menggubris ucapan Milea. tetapi Demi Tuhan dia jadi tidak selera makan. Dia Letakkan kembali roti gandum tersebut. Kemudian minum susu coklat buatan Mira.“Hah, kamu minum susu coklat? Lagian Sejak kapan kamu pagi-pagi minum susu?” Milea langsung pasang tampang sangar merasa miliknya telah dipecundangi oleh Mira. Ya, pasti Mira yang mengurus Galih.“MIra!” Dengan arogansinya Milea berteriak memanggil Mira.“Iya, Bu.” Mira membopong Gibran yang masih diselimuti oleh handuk karena memang baru selesai mandi.“Kamu mau buat anakku sakit? Kok cuma diselimuti handuk? Nggak dipakein baju.” Suara Milea yang cempreng sudah laksana kaleng ditabuh.“M