Kecewa, marah, benci. Itu tergambar jelas di wajah lelaki dua puluh sembilan tahun itu. Mengapa wanita itu berubah sekarang? Mengapa tidak ada kelembutan lagi untuknya? Beberapa hari lalu, Tias masih dengan lembut memperlakukannya. Mungkinkah dia berubah pikiran? Padahal, kemarin dia mengatakan sudah memaafkan. Tapi, kemyataannya perkataannya sangat pedas.
“Yas, kamu kenapa?” tanya Ilham sambil kembali duduk di kursinya.
“Tidak ada. Apa maksud Anda?” tanya Tias
“Maksud saya? Kamu tahu maksud saya. Dari tadi, kenapa kamu marah-marah terus? Apa yang terjadi?” ucap Ilham.
“Tidak ada apa-apa. Saya permisi,” pamit Tias.
Tias tertegun, kemudian beranjak pergi. Ada rasa yang hilang. Mengapa rasanya begitu sakit! Tapi, dia harus bisa. Dia sudah memilih kembali ke pelukan suaminya. Apapun yang dipikirkan Ilham, dia harus abaikan. Tias kembali menoleh sebelum keluar dari ruangan itu. Ilham masih saja, setia melihat ke jendela tanpa menolehnya. Saat mendengar pintu di buka, Ilham berlalik kemudian menarik Tias ke pelukannya. “Jangan tinggalkan aku lagi.” Ilham melepaskan pelukannya. Bibir itu saling bertemu. Ilham tidak kuasa menahan rasa lagi. Dia melumat habis bibir itu. Lelaki itu mulai berani. Tangannya meraih dua bola kembar yang ada di dada Tias dan meremasnya dengan lembut.Jujur, Tias menikmatinya. Sudah lama dia tidak mendapat sentuhan dari suaminya. Dia wanita normal. Bahkan untuk menyalurkan hasratnya, dia kadang mecolok sendiri miliknya sambil menonton film-film biru. Terkadang juga mengegsekkan ke sebuah benda agar mendapatkan klimaks.&nbs
Tias mengerutkan kening melihat ribut-ribut yang ada yang ada si depan ruangan Ketua Dinas itu. Seorang lelaki yang dia kenal sedang beradu jotos sama kedua satpam itu. Dia begitu terlihat sangat emosi. Tias berlari menuju ke arah ketiga orang yang sedang berantem itu.“Stop! Saya mohon stop!” teriak Tias.Mendengar Tias berteriak, Ilham kelauar dari ruangannya. Dia mengerutkan keningnya, ketika melihat seorang lelaki di pegangi oleh dua satpam. Darah lelaki yang di pegangi satpam itu mendidih. Rasanya, dia ingin melempar pria di depannya itu dari gedung lantai lima ini.“Oh, bagus! Sudah jelas sekarang! Kamu tidak pulang, karena bersama lelaki ini? Murahan!” cibir Galih.“Lepaskan gue!” teriak Galih pada satpam itu.Tangan Ilham sudah mulai mengepal. Rasanya, dia ingin mencabik-cabik mulut tajam lelaki itu. Galih, kata orang berp
Beberapa saat lalu, dia masih percaya diri, akan dapat dengan mudah merebut tias kembali. Akan tetapi, melihat kejadian hari ini, dia sedikit pesimis. Dia memutar penanya yang diambil dari kotak di depannya. Kebiasaan dia, kalau sedang galau selalu melakukan hal itu. Dia menajamkan matanya, ketika otaknya mengulang kembali kejadian yang dialami. Baru saja, dia bercinta dengan panas walau tidak sampai berhubungan intim. “Aditia, ke kantor segera. Aku tinggu!” Tidak menunggu jawabannya, lelaki itu memutuskan sambungannya.Tias dan juga Galih melakukan perjalanan pulang dalam diam. Mereka memilih dengan pikiran masing-masing. Tias hanya melihat dan fokus ke arah jendela. Tangannya memegang pipi bersihnya. Sesekali dia memejamkan matanya untuk mencoba menetralkan rasa yang mendesak memenuhi dadanya yang sempit. Rasanya menghimpit, sehingga tidak ada lagi.Mereka sampai di rumah. Ya, semua rumah ini menjadi rumah impian Tias dan sejut
Tias menghembuskan napas menyaksikan Galih berlutut di depannya. Rasanya muak melihat ini. Mudah sekali dia meminta maaf setelah membuat keributan dan mempermalukan diri mereka di depan umum, di depan staf di kantor. Kali ini, dia pasti sudah menjadi bahan gosip seluruh kantor. Saat kejadian itu, memang tidak ada yang melihat kecuali kedua satpam dan bosnya sendiri. Tapi, bagaimana dengan CCTV? Di sana terpampang jelas CCTV yang bisa di lihat oleh umum.Melihat istrinya tidak bereaksi, Galih mendekat dan memeluk kaki Tias yang sedang duduk di tepian ranjang. Dia sungguh-sungguh kali ini. Dia ingin memperbaiki rumah tangganya. Dia sudah sadar, bahwa selama ini telah menyia-nyiakan istrinya tersebut.“Lepaskan, Mas. Jangan seperti ini. Kita bicara baik-baik,” tukas Tias sambil mengangkat tubuh Galih. Galih menurut. Lelaki itu duduk di samping Tias, memandang lekat wanitanya itu. Dia akan memilih kembali kepada sang wanita. Menilik
“Mat, kamu urus segera. Harus sampai bersih,” tegas Galih. Rahmat sang asisten menelponnya, bahwa usaha mereka sudah mulai tercium oleh pihak yang berwenang. Galih memang sedang menggarap tender yang dia menangkan dari pihak pemerintah. Membuat gedung mewah milik suku dinas pendiidkan. Gedung itu akan digunakan sebagai gedung dinas terpadu. Gedung itu berdiri di tanah seluas sepuluh hektare, dengan alokasi dana sampai milyaran. Sementara itu, selepas kepergian Galih dan Tias, datanglah Aditia seorang asisten Ilham. Dia adalah lelaki yang paling dipercaya oleh Ilham untuk mengurus segala sesuatu yang berhubungan dengan bisnisnya. Sementara, tugasnya memang mengawasi pendirian gedung itu. Gedung itu direncanakan terdiri dari berbagai kompleks gedung dengan satu gedung utama sebagai tempat pertemuan saat seluruh suku dinas pendidikan di wajibkan untuk bertemu. Walau saat ini pandemi, bukan berarti pembangunan dapat terhenti, karena anggaran sudah di persiapkan ja
“Hahaha, I see. Tapi, aku tidak yakin David akan membiarkanmu. David akan memarahimu kayak tante-tente rempong. Lagian, kenapa harus istri orang si Bos. Dari sekian banyak cewek, kenapa harus istri orang?” ledek Aditia.“Dia memang selalu ribet. Tenang saja, setelah kuberi pengertian pasti dia akan mengerti dan takluk. Dia memang saudara dan sahabat yang baik. Tapi tingkahnya yang selalu lebay kadang membuatku. Kenapa harus istri orang, karena lebih legit dan ...” Kalimat Ilham tercekat saat menyadari knop pintu dibuka. Terlihat sosok tegap berbaju kemeja putih.“Wueh, seru amat. Lagi ngomongin apa?” David datang. Lelaki berparas tampan itu masuk ke ruangan Ilham, kemudian duduk di sofa.“Tumben lo kemari siang? Ada apa?” tanya Ilham.“Gue mungkin nanti sore tidak bisa ke rumah. Mau ganti perban lengan lo, sekaligus ngecek suda
“Terserah lo, lah. Gue sudah nyerah ngasih tahu lo. Gue Pamit dulu,” pamit David. Lelaki bermata sipit itu menata tools box-nya, kemudian beranjak pergi setelah menuliskan resep. Ilham mengantar lelaki itu sampai depan pintu. David melambaikan tangan kemudian masuk ke lift yang terletak agak jauh dari ruangan itu.Ilham masuk kembali ke ruangan-nya. Aditia masih setia duduk di sofa itu. Dengan langkah jenjang-nya, Ilham melangkah menuju ke kursi, kemudian menduduki kursi kebesarannya. Aditia melanjutkan kembali menjelaskan hasil analisanya. “Menurutmu, bagaimana kita bisa menghancurkan CV. Merbabu?” tanya Ilham.“Itu sudah jelas, Bos. Dengan kasus itu saja, bos bisa menghancurkan dua sekaligus. Pertama, CV. Merbabu kemudian yang kedua pejabat yang terkait,” ucap Aditia.“Pejabat? Ah, yang terkait berarti bagian penggandaan barang. Tapi, bukannya
Dia sudah bertekad, bahwa tidak akan pernah rela membiarkan air mata Tias menetes lagi. Lelaki dengan baju kemeja berwarna putih itu mengepalkan tangannya untuk meredam emosi. Jangan sampai, karena emosi menjadikan semua berantakan. Dia akan memakai cara-cara elegan untuk memporandakan seorang Galih. Ya, tidak perlu mengotori tangannya dengan sarkasme, dia akan hancur sendiri jika itu terjadi. Tinggal tunggu tanggal mainnya. Sorot mata elangnya siap menghujam jantung lawannya.Aditia pamit pulang. Sedangkan Ilham masih setia dengan laptopnya di ruangannya. Mendung mulai menggelayuti kota Bogor. Kota yang memiliki sebutan kota hujan ini memang selalu mengguyurkan air langit tanpa terduga. Petir mulai bersahutan, dan kilat terlihat berkedip-kedip di luar gedung. Karena ruangan dia di lantai lima dan berdinding kaca di bagian luar, maka dengan mudah dirinya melihat kejadian di luar gedung itu.“Sepertinya turun hujan lagi. Baiklah, mungki