Entah setan dari mana? Zahwa yang saat itu bernama Rara sebagai nama panggilan, memegang lembut milik Damian itu, sehingga Damian merasakan sensasi nikmat yang sangat membuatnya tidak bisa menghentikan aksi ini. “Kamu yakin, Nona? Karena kamu tidak bisa mundur ketika aku sudah berada di atas puncak.” Damian menghentikan aksinya. Zahwa tidak peduli. Dia menyerahkan mahkotanya sehingga Damian mengguncang tubuhnya dengan sangat dahsya sehingga mereka bergoyang hingga keduanya melepaskan seluruh hasarat menjadi milik mereka berdua yang bahkan tidak saling mengenal.
Entah mereka melakukannya berapa kali, namun mereka nyatanya saling menikmati hingga tenaga sama-sama terkuras habis. Hingga saat mereka terjaga hanya kaget saja. Zahwa menjerit karena keget tanpa busana dengan seorang pria, sedangkan Damian karena teriakan Zahwa.
“Begitu ceritanya ....” Zahwa mengakhiri ceritanya.
“Jadi, maksudmu seb
Damian duduk di balkon rumahnya. Dia menyesap minuman yang baru diambilnya dari kulkas. Dia menuang ke gelas kristal. Setelah itu menggoyangkannya seakan dapat mencampurkannya.“Rara, aku tidak tahu kau memiliki apa? Tapi aku sangat ingin memilikimu. Seandinya dapat ketemu dari dulu, mungkin sekarang kau sudah menjadi milikku. Aku ....” Damian meninggalkan gelasnya di meja. Dia melihat lurus ke arah menara-menara yang kelap-kelip entah apa? Mungkin apartemen, atau mungkin tower. Damian memandnagnya lekat seolah di sana ada yang dia cari. Tidak berapa lama terdengar bunyi telepon. Damian mengembuskan napasnya sangat lelah. Dia melihat siapa yang menelpon.“Ada apa, Cassandra?” tanya Damian.“Kenapa kamu menyiksa anakku?” tanya Cassandra dengan penuh berapi-api.“Anakmu? Kalau kau merasa dia anakmu, maka peliharalah. Kamu sudah dibohongi oleh anakmu Cassandra.
Zahwa nampak sangat kaget ketika membuka mata ada Damian di sofa yang sudah dia letakkan di samping ranjang Zahwa. Untung saja dia tidak menjerit. Dia menepuk pipinya sebelah kanan, kemudian pipi sebelah kiri agak keras. “Au, sakit. Ini bukan mimpi? Kenapa Ingrid jadi Damian?”“Sudah, kau bisa memerah pipimu kalau kau pukul terus. Ini beneran aku. Bukan mimpi. Bangga ‘kan ditunggui pria ganteng seperti aku?” Zahwa membelalakan matanya. Dia kaget sekaligus kesal. Damian masih memejamkan matanya, tapi tahu aktivitas Zahwa.“Ngapain kamu di sini? Aku tidak butuh kamu! Kemana Ingrid? Kamu buang ke mana?” Zahwa sangat marah sekarang. Mentang-mentang bos mau seenaknya. Zahwa mencoba bangun. Dia lebih baik sekarang.“Dia pulang. Kamu ini memang tidak tahu terima kasih. Aku sudah bebaik hati menjagamu, tapi malah bangun tidur membangunkan dengan marah-marah,” ucap Zahwa
Terdengar suara ketukan pintu. Namun karena mereka sedang berciuman sangat dalam tidak mendengarnya, sehingga sang pengetuk pintu tersebut masuk. Petugas menganga ketika melihat aksi mereka. Namun dia harus memberikan obat untuk disuntikkan di infus Zahwa malam ini. “Permisi!” Damian melepaskan tautan bibirnya. Zahwa bersemu merah karena kepergok orang lain. “Maaf, Nyonya dan Tuan saya harus memberikan obat ini sesuai jadwal. Tidak bermaksud mengganggu aktivitas kalian,” ucap suster.“Ah, baik, Sus. Lakukan agar istri saya cepat sembuh,” tukas Damian. Hal itu membuat Zahwa membelalakkan matanya. Bagaimana Damian bisa seenak jidadanya begitu? Siapa yang tidak kenal dia dan Cassandra. Seantero dunia tahu mereka. Sedangkan Zahwa? Dia akan dicap pelakor nanti.“Terima kasih pengertiannya, Tuan. Saya sudah selesai. Silakan dilanjutkan!” Suster tersebut tersenyum dan meninggalkan ruangan itu.
Hari itu Zahwa seakan bertarung dengan seluruh logika-logikanya. Di satu sisi, dia sangat marah dan benci dengan Damian. Di sisi lain Damian seperti memberikan kenyamanan untuknya. Dua sisi itu selalu menghujani pikirannya. Perkataan-perkataan Damian juga terus membayangi pikirannya. Bagaimana mungkin Arsan jahat? Selama ini hanya dia yang membantunya. Tapi perkataan Damian masuk akal juga. Berkali-kali Arsan mengajaknya pindah tanpa alasan. Seandinya waktu itu Zahwa tidak mencuri waktu melamar pekerjaan di Dawson juga mungkin masih bergantung pada Arsan.“Mungkinkah Mas Arsan sengaja membuatku bergantung padanya agar aku tidak bisa lepas? Arghhh ... Damian mau coba meracuniku. Tidak! Aku akan menikah tiga hari lagi. Jangan berpikir yang macam-macam. Zahwa membolak-balik badannya rasanya tidak nyaman. Semua posisi sudah dicoba tapi nihik.“Gelisah? Nungguin aku, ya?” Sebuket bunga nampak menghalangi pandangan Zahwa akan waj
Damian dan Arsan mengikuti Satpam itu, kali ini juga dengan Zahwa sebagai pihat penengah yang bertikai. Mereka menuju ruang satpam. Sambil jalan, mereka juga masih saling berdebat. “Stop! Kalian berdua. Kalian mau esok hari viral? Aku heran sama kalian berdua. Pemimpin perusahaan besar tapi kelakuan minus.” Mereka sudah sampai di ruangan Satpam.“Saya tidak tahu apa yang terjadi antara kalian. Kemarin berantem di tempat parkir. Hari ini di ruangan bahkan main pukul. Sebenarnya apa masalahnya? Tolong dibicarakan. Kalian berdua sudah dewasa. Kalau tidak salah kalian sudah mengunjak usia tiga puluh lebih bukan? Hufff, apa kira-kira kalau sampai khalayak tahu tidak memalukan?” ujar kepala Satpam.“Baik, Pak. Saya minta maaf. Memang saya yang salah. Saya seharusnya mendamaikan mereka. Tapi nyatanya tidak bisa. Karena ini urusan keluarga, bisakah kami selesaikan secara keluarga?” ucap Zahwa sambil membetulkan ka
Sepertinya ada rahasia yang sudah terjadi antara Arsan dan lelaki yang bernama Steve itu. Terlihat Arsan tergagap. Jangan lupa, Keano adalah anak-anak yang sudah tercetak menjadi dewasa. Dia bisa berpikir layaknya orang dewasa.“Oh, dia sahabat, Om. Kenapa?” Arsan mencoba senetral mungkin agar Keano tidak curiga.“Oh, ya sudah kalau belum mau cerita.” Arsan merasa kurang nyaman sekarang. Dia pamit untuk pulang. Untung saja Damian parkir agak jauh. Dia juga bersembunyi di balik tembok. Damian akan menyelidiki siapa Steve tersebut. Damian mengetuk pintu kemudian Keano membukanya. Dia ingin menutupnya tapi Damian menahannya.“Kau yakin? Ada raport di tanganku.” Keano terpaksa membiarkan masuk. “Bisakah kita gencatan senjata? Keano, yang bersalah padamu adalah Gladis. Bukankah tidak adil jika kamu juga membenciku?” Damian mengikuti Keano dari belakang.&ldq
Damian membawanya ke sebuah rumah miliknya. Tidak ada yang tahu rumah itu kecuali dirinya sendiri. Damian menghentikan mobilnya kemudian membuka pintu. Dia mengangkat tubuh Zahwa yang kali ini memang sengaja di buat tidur oleh dirinya. Rupanya Damian sudah tidak ingin menunggu lagi. “Keano, minta tolong dibuka.” Maka Keano masih melakukannya. Entah apa yang ada di pikiran anak itu. Dia mirip sapi di padang rumput yang mengikuti perintah Damian. Padahal biasanya dia pemberontak yang ulung.“Kamu tidur di sini, ya?” Satu kecupan mendarat di kening Zahwa. Keano hanya dapat melihat saja. Dia belum menyadari jika saat ini Damian bermaksud menyekap mereka berdua dengan cara halus.“Keano, sebelah sana kamar kamu. Aku di sini. Kalau perlu apa pun jangan lupa membangunkan aku.” Keano mengangguk. Sedangkan Damian mulai masuk ke kamarnya. Demikian juga dengan Keano. Zahwa akan bangun sekitar lima jam lagi. Damian me
Pagi hari Damian sudah siap bernagkat ke kantor. Dia mengetuk pintu kamar Keano. Lelaki remaja itu bangkit dan membuka pintunya.” Ada apa?” tanya Keano.“Aku akan pergi ke kantor. Sudah ada sarapan di meja, tadi aku sudah mengudang pelayan ke mari. Kalau mamamu bangun, jelaskan padanya kondisinya. Telepon aku kalau butuh bantuan atau mau jalan-jalan. Aku akan mengirim supir. Sebab di sini tidak ada angkot atau kendaraan umum. Kunci pintunya baik-baik. Jangan biarkan siapa pun masuk, kalau aku tidak mengatakannya.” Keano membelalakan matanya. Kenapa tidak ada? Anak laki-laki itu mulai berpikir jika Damian memang mencoba mengasingkan mereka.“Oh, baik.” Keano hanya memendam kecurigaannya pada pikirannya saja. Damian berbalik dan berlalu. Keano hanya memandang punggung lelaki berjas itu hingga tenggelam karena pintu yang mulai tertutup. Keano masuk ke kamar mamanya yang terletak bersebelahan dengan kamar Dami