"Dina bangun Dina, Ayo bangun. Jangan bercanda seperti ini." Azahra menangis saat menyadari bahwa sahabat sudah menghadap sang pencipta. "Dina, apa kamu gak kasihan lihat Zikra. Dia butuh ibunya." Azahra menangis dengan memeluk sahabatnya. Ia menekan tombol untuk memanggil perawat. Azahra berharap Dina masih ada.
Azahra memandang perawat dan dokter yang masuk ke dalam ruangan dan memeriksa kondisi Dina.
"Pasien sudah meninggal," ucap dokter wanita tersebut. "Catat Jam dan tanggalnya," dokter itu memerintahkan perawat.
Azahra masih tidak percaya saat mendengar ucapan dokter tersebut. Tubuhnya terasa lemas, dan tidak sanggup untuk berdiri. Azahra masih diam dengan terus memandang wajah Dina. "Dok, teman saya masih hidup. Coba dicek lagi. Cobalah lihat dia tersenyum. Dia hanya sedang bercanda dengan saya. Lihatlah dok, saya serius." Melihat wajah Dina yang tersenyum seperti ini, membuat Azahra yakin bahwa Dina masih hidup dan hanya sedang bercanda. Terbukti sahabat
Azahra hanya diam dan menangis memeluk mommynya. Air matanya mengalir dengan derasnya ketika melihat jenazah sahabatnya yang dimandikan dan kemudian dikafani. Semua ini seperti mimpi baginya. Sejak awal masuk kuliah, Dina sudah begitu dekat dengannya. Dina yang memiliki karakter ramah dan mudah bergaul dengan siapa saja, begitu sangat cepat bisa akrab dengan Azahra. Bayangan akan kenangannya bersama dengan Dina, melintas jelas di pandangannya. Namun semua itu kini hanya tinggal kenangan. Air matanya tidak ada henti-hentinya menetes ketika menyadari bahwa sahabatnya sudah tiada."Kami tidak pernah tahu kalau di rumah ibu Indah ternyata ada tamu," ucap para tetangga yang datang melayat ke rumah Indah. Para tetangga dan warga yang tinggal di sekitar rumah Andi begitu kaged ketika mendengar berita duka dari rumah Andi."Sudah 1 bulan ini Dina tinggal di sini, dan saya juga sudah melaporkan keberadaannya di rumah saya dengan pak RT," jelas Indah."Tapi kenapa d
Ada banyak album foto yang tertumpuk di dalam lemari. Ferdi mengeluarkan koleksi album foto miliknya dan meletakkan tumpukan album foto di atas tempat tidur."Ternyata koleksi album foto Abang banyak." Azahra berkata dengan mata yang terbuka lebar.Ferdi mengulum senyumnya ketika mendengar ucapan istrinya. "Abang suka mendokumentasi segala sesuatu yang menurut Abang momen penting," ucapnya."Mommy aja nggak punya bang koleksi foto seperti ini,” Azahra memandang kagum suaminya."Mommy adek mana ada waktu untuk hal seperti ini." Ferdi tersenyum dan mengusap kepala istrinya. Ferdi tahu seperti masa remaja Alisa, yang bahkan tidak memiliki waktu untuk beristirahat."Iya Rara tahu, mommy sering cerita," Azahra tersenyum dan membuka lembar pertama dari album yang berwarna biru."Ini foto-foto abang sama mommy dan juga teman-teman kami waktu sekolah." Ferdi tersenyum saat menjelang tentang foto yang saat ini dilihat istrinya.
Ferdi memandang Azahra yang sedang duduk di atas tempat tidur dengan memandang ponselnya. "Lagi lihat apa?" Ferdi mengusap kepala istrinya."Ini lihat video Zikra." Azahra tersenyum."Lagi apa dia?" Ferdi memandang ke layar ponsel milik istrinya."Pagi ini Zikra sudah lepas impus dan keluar dari dalam inkubator." Azahra tersenyum ketika melihat bayi Zikra yang sudah di lepas oksigen dan di pindahkan ke dalam box bayi."Alhamdulillah, kondisinya sudah semakin membaik." Ferdi tersenyum."Iya Rara jadi nggak sabar pengen cepat ke rumah sakit, pengen gendong dia. Sejak lahir belum pernah Rara mencoba untuk gendong Zikra." Azahra sedikit tersenyum. Selama satu minggu ini Azahra hanya bisa melihat bayi Zikra dari dalam inkubator. Setiap kali ia datang ke rumah sakit untuk melihat kondisi bayi Zikra, bayi cantik itu akan bangun dan memandang Azahra dan Ferdi. Terkadang bila ia menangis, tangisnya akan berhenti ketika melihat Azahra dan Ferdi yang datang m
Malam ini Azahra makan malam bersama keluarganya di rumah milik Daddy nya. Seperti biasanya, setiap akhir pekan, Azahra dan Ferdi akan menginap di rumah orang tuanya dan juga mertuanya secara bergantian. Saat ini Indah dan Andi juga berada di rumah Attar. Azahra sudah berencana untuk menyampaikan kepada kedua orang tua, serta mertuanya mengenai rencananya yang ingin merawat bayi Zikra."Adek, ini nasinya dihabiskan." Azahra melihat nasi Akbar yang masih tersisa."Aku sudah kenyang, tadi aku sudah makan pizza." Akbar berkata dengan pipi yang menggembung."Udah jangan dipaksa Akbar untuk habisin kalau dianya sudah kenyang, kasihan." Ferdi mencegah istrinya. "Ini om, makannya belepotan." Ferdi membersihkan bibir adik kesayangannya dengan tisu.Akbar begitu senang ketika dirinya dibela oleh Abang iparnya. Bisa dikatakan, Abang iparnya akan selalu membelanya seperti ini. "Kapan adik bayi yang di rumah sakit itu dibawa pulang?" Tanya Akbar. Anak laki-laki itu s
Ferdi melihat istrinya yang sedang berbaring di atas tempat tidur. Beberapa bantal sudah disusun rapi di atas tempat tidur yang berukuran besar tersebut. Dua bantal kecil dan guling kecil berwarna biru dan merah muda di letakkan di bagian tengah."Nanti kita tidurnya berempat. Abang tidur di sini, Rara di sini, baby boy disini, Baby girl di sini." Azahra tersenyum. Ia sudah sibuk mengatur posisi tempat tidur untuk kedua anaknya."Apa anak-anak tidur di sini?" Tanya Ferdi."Iya bang, kasihan kalau tidur gak sama kita," jelas Azahra.“Kalau gitu Abang posisinya jangan yang paling ujung dong." Ferdi protes ketika istrinya meletakan posisinya paling ujung di dekat dinding.Jadi abang mau dimana?" Tanya Azahra."Adek disini, Abang di sini dan anak di sini.” Ferdi merubah formasi tempat tidur. Ia memilih posisi di samping istrinya, di bagian paling tepi."Boleh juga." Azahra tersenyum."Menunggu ternyata terasa lama ya de
Azahra berbaring di samping Bayi Zikra. Ia tersenyum ketika melihat bayi Zikra yang memandang ke langit-langit kamarnya dengan mulut yang membulat. "Baru lihat ya dek, yang seperti ini. Selama ini yang dilihat warna putih saja." Azahra tersenyum dan mencium pipi Zikra."Beneran pintar ini, padahal umurnya baru hitungan minggu tapi udah pinter banget diajak ngomong. Lihat ini mulutnya bulat-bulat." Azahra memegang bibir kecil yang bulat milik Zikra. Dirinya gemas sendiri ketika melihat tingkah lucunya bayi berwajah cantik tersebut."Ini rumah kita, kalau disini banyak yang bisa lihat, bukan hanya tempat tidur box." Azahra bercerita dengan tersenyum dan mencolek hidung kecil Zikra. "Adek wajahnya seperti mama Dina. Matanya, hidungnya, bibirnya." Azahra memandang wajah bayi cantik tersebut. Melihat wajah Zikra, sedikit mengobati rasa rindunya terhadap Dina.Azahra mengambil ponselnya yang ada di atas nakas. "Adek ini foto mama. Seperti adek, sama-sama cantik.
Ferdi berbaring di belakang Azahra. Ia memeluk perut besar istrinya dari belakang. Bibirnya menempel di belakang leher istrinya."Abang jangan cium, Rara geli." Azahra memprotes sikap suaminya. Saat ini dirinya sedang meniduri Zikra.Ferdi tidak menjawab ucapan istrinya, ia juga tidak menghentikan pekerjaannya. Pria itu tetap saja melakukan apa yang diinginkannya. Tangan nakalnya kini sudah mulai bekerja. Diangkatnya daster Azahra ke atas dan tangannya masuk ke dalam daster istrinya."Abang, tunggu sebentar, ini Rara mau tidurkan Zikra." Azahra kembali protes atas sikap suaminya."Dari tadi Abang diam aja," jawabnya yang tidak mau memberhentikan kesibukannya.Azahra memajukan bibirnya ke depan. Suaminya memang tidak berbicara namun tangan suaminya begitu mengganggunya. "Abang memang enggak ngomong tapi tangan Abang tuh.""Emang tangan Abang kenapa, cuman gini doang." Ferdi masih terus mengusap-usap bagian dalam daster istrinya.
"Iya," jawab Azahra dengan tersenyum memandang suaminya. Ia berangsur duduk dan beranjak dari atas tempat tidur. Ia berjalan menuju ke lemari dengan memegang perut bagian bawahnya. Azahra mengambil pakaian untuk dipakai suaminya ke masjid.Diletakkannya baju koko, peci, kain sarung serta pakaian dalam untuk dipakai suaminya di atas tempat tidur. Ia kemudian duduk di tepi tempat tidur dengan tersenyum memandang Zikra. "Alhamdulillah, Daddy bisa terima Zikra dengan baik. Daddy juga sayang Zikra. Mommy gak sangka, Daddy bangun tengah malam, buka pampers, walaupun gak bisa pasang lagi ya nak." Azahra tertawa dan menutup mulutnya. "Rara yakin, Dina di sana sudah tenang, melihat anaknya di sini tidak kurang kasih sayang. Nanti bila Zikra sudah besar dikit lagi, Rara akan bawa Zikra ke makam Dina." Ia berkata di dalam hati. Apa yang terjadi dengan sahabatnya di akhir hidupnya, sungguh membuat Azahra prihatin. Hanya kepada Azahra, Dina berani menitipkan anaknya, karena Dina yang tida