"Halo what's up, bro? Bangunlah! Molor melulu, tahajud sana," Hardin berjalan ke teras apartemennya dengan ponsel yang menempel di telinga. Dia kembali mengejek sahabatnya yang seringkali dia sebut sebagai Ustadz tamvan.
"Lo ternyata," sahut Reyhan masih dengan mata setengah terbuka. Diliriknya jam dinding di kamarnya, pukul 03.45 WIB. "Hmmm, kayaknya perasaan gue nggak enak deh," gumam Reyhan lagi sambil membenarkan posisi bantalnya. "Ada baiknya, sebelum ngingetin orang lain, lo ngaca dulu sama diri lo sendiri,"
Hardin tertawa. "Baper banget lo jadi cowok! Salah gue ngomong begitu? Udah mau shubuh, bangun kali Pak Ustadz Reyhan,"
"Udah nggak usah basa-basi busuk lo, ada perlu apaan telepon gue pagi-pagi buta begini?" sembur Reyhan kesal.
"Begini Bro, lusa gue mau ambil cuti ya tiga hari. Besokkan Pak Charles udah masuk tuh, so..."
"Gue nggak mau!" jawab Reyhan cepat sebelum Hardin menjelaskan niatnya lebih jauh.
"Come'on my brother, Dara ngajakin gue Hang Out ke Lombok. Gue nggak mungkin sia-siain kesempatan ini. Lo tau Darakan, Bro? Mubazir kalau gue sampe tolak ajakan dia," pinta Hardin memohon.
Dara Zakier Husain, seorang aktris terkenal yang kini sedang naik daun karena debut film perdananya sukses meraih perhatian masyarakat penikmat film religi. Meski kehidupannya di dunia nyata justru berbanding terbalik dengan perannya di film tersebut.
"Bodo amat! Bukan urusan gue itu sih," sahut Reyhan tak perduli.
"Gue janji deh, abis lo back up urusan kantor gue di Jakarta, begitu gue balik dari Lombok, lo gue bebasin mau kemana aja. Lo mau cuti seminggu juga nggak apa-apa. Lagian gue juga nggak bakal gangguin lo kalau gue udah dapet asisten baru. Zaman sekarang susah, cari orang yang bisa dipercaya. Sementara ini, cuma lo satu-satunya orang yang paling gue percaya di Kantor, Han," bujuk Hardin lagi.
Reyhan berpikir sejenak. Boleh juga sih tawaran Hardin. Sudah lama juga dia tidak ambil cuti. Bukannya dengan begitu dia bisa memiliki lebih banyak waktu untuk mencari wanita yang selama ini selalu mengacaukan pikirannya. "Oke, gue pegang kata-kata lo," jawab Reyhan pada akhirnya.
Hardin terlonjak girang. Rencananya berhasil.
"Nah gitu dong, itu namanya baru brother gue. Lo itu bukan sekedar sohib atau orang kepercayaan gue di kantor. Lo itu lebih dari itu semua. Lo udah gue anggep kayak keluarga gue sendiri. Kesuksesan perusahaan gue sekarang nggak lepas dari hasil jerih payah lo juga, Han,"
"Giliran ada maunya aja lo pinter muji-muji gue. Kalau emang lo anggep gue sebagai keluarga lo, harusnya lo itu pikirin saran gue buat berhenti mainin perasaan cewek. Mereka itu ciptaan Allah SWT yang harusnya kita jaga sebagai seorang laki-laki, bukan cuma dijadiin objek pemuas nafsu sesaat, daripada lo hidup nggak jelas sama cewek-cewek itu, ada baiknya lo married. Cari cewek baik-baik yang bisa lo jadiin istri, yang sayang sama lo, yang bisa buat lo jadi pribadi yang lebih baik. Bukannya suka karena liat isi dompet sama tampang lo doang."
"Ah, lo sih kalau ditelepon ujung-ujungnya ceramahin gue mulu. Tenang aja lagi, biar brengsek begini, gue juga nggak mau sembarangan milih cewek buat jadi istri gue. Intinya sih, tuh cewek harus virgin," Hardin terkekeh.
"Dasar penjahat kelamin! Yaudah ya gue mau molor lagi nih, besok gue berangkat ke Jakarta,"
Lalu telepon itu pun ditutup.
Hardin yang saat itu hanya menggunakan celana boxer pendek bermotif garis-garis biru kembali masuk ke dalam apartemennya. Dia melirik ke ranjang tempat tidurnya yang berantakan. Dan ada seorang wanita yang tengah tertidur pulas di sana. Entah dia wanita ke berapa yang sudah dibawanya ke apartemen miliknya.
Hardin tak punya cukup waktu untuk menghitungnya.
*****
"Eh Nita, lo tau nggak gue ketemu sama siapa tadi di parkiran mobil?" Kisya memekik tertahan. Ekspresinya seperti orang yang baru melihat sang idola. Histeris.
"Ya mana gue tahu kalau lo nggak cerita, gimana sih?" Nita menjawab, acuh.
"Gue ketemu sama cowok, ganteng banget! Dan baru kali ini gue liat dia di sini," jelas Kisya lagi.
Suara Kisya terdengar begitu membahana. Seperti biasa di setiap pagi tiada hari tanpa menggosip dan Katrina hanya bisa menjadi pendengar tanpa berniat untuk berkomentar apalagi ikutan nimbrung. Terima kasih. Hanya buang-buang waktu dan mengurangi pahala. Tambah dosa, iya.
"Ah serius lo? Masih gantengan mana sama Pak Hardin?"
"Sama-sama ganteng sih, tapi yang ini keliatan lebih muda, lebih tinggi, kulitnya putih bersih kayak oppa-oppa korea gitu dan mukanya itu lho, cute banget!" Kisya terlihat begitu antusias.
"Jadi penasaran gue,"
"Nanti siang di kantin kalo ada dia, gue tunjukin deh ke lo,"
Katrina cuma bisa tersenyum-senyum sendiri melihat Nita dan Kisya yang asyik bergosip. Entah membicarakan siapa, tapi sepertinya mereka terlihat seru sekali.
"Permisi Kisya, ini ada beberapa berkas yang perlu di tanda tangani oleh Pak Hardin, titip sama kamu atau aku yang kasih langsung?"
Kehadiran Katrina diantara mereka sepertinya membuat mereka sedikit terganggu.
"Kamu taruh aja sana langsung ke ruangannya Pak Hardin, nanti juga di cek sama dia. Mumpung Pak Hardinnya belum dateng," perintah Kisya pada Katrina.
Katrina pun menuruti perintah Kisya. Sebagai karyawati baru Katrina tidak mau banyak membantah apapun perintah seniornya.
Katrina masuk ke dalam ruangan Hardin. Ruangan itu memang masih kosong. Tak mau membuang banyak waktu, Katrina langsung menaruh berkas-berkas itu di meja dan segera beranjak keluar.
Tapi sialnya ternyata langkahnya kurang cepat. Pintu ruangan kerja Hardin telah lebih dulu di buka dari luar oleh seseorang. Tepatnya seorang laki-laki.
Dan yang jelas, laki-laki itu bukan Hardin.
Hayo... Penasarankah? Vote dan komentnya di tunggu...
Seorang laki-laki berjalan santai keluar dari area parkir perusahaan setelah memarkirkan Grand Livina putihnya. Gayanya terlihat casual tapi tetap formal. Setelan kemeja hitam dengan celana panjang slim fit hitam yang dia padu padankan dengan blazer coklat tua polos membuatnya terlihat begitu rapi. Potongan rambut tipe pompadour menambah kesan macho, trendi dan kekinian di dalam dirinya. Pesona yang dia pancarkan nyaris membuat setiap pasang mata seolah terhipnotis saat melihatnya. Terlebih lagi, bagi lawan jenisnya. Laki-laki itu berjalan ke lobi menuju bagian resepsionis. Belum ada orang di sana. Hanya ada beberapa security, itu pun di luar gedung. Lalu dia mulai merogoh kantong celananya dan mengeluarkan ponsel androidnya yang berwarna silver. Dia mulai menghubungi seseorang. Dalam hitungan lima detik telepon itu pun diangkat.
Di sebuah ruangan kecil yang tertutup. Di dalam toilet khusus untuk karyawan wanita. Seorang wanita bercadar bersandar pada dinding-dindingnya yang dingin. Dia melepas cadarnya dengan satu tarikan tangan. Tubuhnya jatuh terhempas di atas toilet duduk. Dia merasakan dadanya yang tiba-tiba sesak. Nafasnya tersengal tak beraturan. Pandangan matanya kabur tertutup cairan-cairan bening yang mencoba untuk keluar namun dia tahan. Wanita itu menyekanya sebelum air mata itu sempat jatuh. Dia kembali teringat dengan percakapan terakhirnya dengan seorang laki-laki di masa lalunya sekitar sepuluh tahun yang lalu, di taman belakang sekolah. * "Mulai detik ini, aku nggak akan lelah berdoa sama Tuhan, sampai Tuhan bosan dan akhirnya Tuhan mengabulkan doaku," jelas seorang gadis
"Lo mau minum apa, Han?" tanya Hardin sebelum dia menelpon sekretarisnya Kisya untuk memesankan minuman. "Apa ajalah," sahut Reyhan datar. Hardin meraih gagang telepon kantor dan mulai menelepon. "Kisya tolong pesankan saya dua teh manis hangat. Antarkan ke ruangan saya ya? Oh ya, sekalian bilang sama Katrina suruh bagian marketing kirim file dokumen hasil rekap produksi selama dua hari ini, saya tunggu." Setelah mendengar jawaban dari Kisya, Hardin menutup telepon itu. Dia mendapati Reyhan yang menatapnya dengan tatapan yang aneh. Belum sempat Hardin bicara, Reyhan sudah mendahului. "Lo ngomong sama siapa tadi?" tanya Reyhan penasaran. "Sama sekretaris gue, kenapa?" Hardin menangkap ada yang aneh dari pertanyaan Reyhan. "Nama sekretaris lo, Katrina?" tanya Reyhan lagi dengan ekspresi yang benar-benar serius. "Bukan, sekretaris gue namanya Kisya. Katrina itu karyawan baru. Dia gue suruh jadi asistennya Kisya untuk semen
"Lo kenapa nggak tinggal di rumah orang tua lo aja di Medina? Ngapain pake sewa apartemen? Jarak dari kantor ke Medina juga nggak jauh-jauh banget," tanya Reyhan pada Hardin. Selama tinggal di Jakarta Hardin menyuruh Reyhan stay di apartemennya. Sebab Hardin tahu Reyhan tidak memiliki tempat tinggal di sini. "Biar lebih bebas aja sih. Kalau tinggal di sana takut nanti malah jadi omongan tetangga," jawab Hardin acuh. Kini mereka sedang duduk santai di teras apartemen Hardin yang berada di lantai 10. Dari atas sini mereka bisa menikmati suasana malam kota Jakarta yang penuh dengan kerlap-kerlip lampu kota yang berwarna-warni. Bahkan sesekali angin malam menerpa tubuh mereka. "Btw, gue masih penasaran kenapa tadi lo ngebet banget kenalan sama Katrina? Lo kenal sama dia?" lanjut Hardin menyelidik. Jarang-jarang sobatnya yang tampan ini terlihat begitu tertarik unt
Hardin memang keterlaluan. Bisa-bisanya dia memberikan begitu banyak pekerjaan pada Reyhan, sementara dia asik liburan ke Lombok bersama aktris itu.Reyhan benar-benar tidak percaya dengan hal ini. Waktu sudah menunjukkan pukul 12.00 WIB ketika Reyhan tidak juga beranjak dari layar laptopnya. Ada masalah di kantor cabang di Surabaya. Sementara di sana Pak Tristan selaku Om Hardin mengaku tidak dapat menyelesaikan masalah itu. Jadilah Reyhan yang terkena imbasnya. Sebab nomor ponsel Hardin fix tidak dapat dihubungi terhitung mulai dia berangkat ke Lombok bersama Dara malam tadi. Sedari dulu, orang pertama yang paling bisa diandalkan di perusahaan adalah Reyhan. Gagasan-gagasan dan ide-ide brilliant yang diajukan Reyhan selalu sukses membuat perusahaan meningkat satu level ke tahap yang lebih tinggi hingga akhirnya kini perusahaan itu bisa masuk daftar urutan lima besar perusahaan terbesar di Indonesia.
Seharian ini Anggia terus menempel pada Reyhan. Sementara Reyhan cuma bisa pasrah tapi bukan karena dia suka, hanya saja dia tidak mau menyinggung perasaan wanita yang sudah dia anggap seperti adiknya sendiri itu. Reyhan duduk di salah satu bangku panjang di kedai mini. Dimana sisi ujung dari bangku itu tengah diduduki oleh seseorang. Ya, Katrina namanya. Wanita yang cukup menyita sedikit perhatian Reyhan sejak pertama kali mereka bertemu di ruangan Hardin. "Kamu mau makan apa?" tanya Reyhan pada Anggia. "Aku mau makan bakso sama es jeruk. Di Jerman nggak ada bakso soalnya." Reyhan berjalan untuk memesan makanan. Sementara tatapan Anggia tertuju pada wanita bercadar di ujung sana. Bukankah dia wanita yang ada di ruangan Kak Rey tadi? Tebak Anggia. Matanya terus menyelidik ke arah Katrina. Sampai Reyhan akhirnya kembali. "Kak, itu wanita yang pakai cadar itu siapa?" tanya Anggia penasaran. Kalimatnya setengah berbisik. "Itu karyawan bar
Reyhan merasakan ada seseuatu yang berhembus di wajahnya. Membuatnya memicingkan sebelah matanya yang sudah rapat terlelap sejak tadi. Dan Reyhan langsung terlonjak kaget ketika dilihatnya wajah Anggia yang begitu dekat. Seperti seseorang yang hendak menciumnya. "Kamu ngapain?" pekik Reyhan. Reflek menjauhkan wajahnya dari Anggia. Anggia tersenyum malu. "Emang sengaja mau buat Kak Reyhan bangun," lanjutnya jujur meski dalam hati dia kesal karena rencananya gagal. "Aku nggak bisa tidur, Kak. Temen-temen lamaku di Jakarta ngajakin aku kumpul tapi aku takut kalau keluar sendirian jam segini. Inikan hari pertamaku di Jakarta, aku takut kalau nyetir sendirian," lanjut Anggia memberi penjelasan. Mata Reyhan yang masih kabur langsung menengok arah jam dinding. Pukul 22.20 WIB. Ternyata dia tertidur cukup lama tadi. Pikirnya. "Kakak maukan anterin aku? Nggak l
Dear diary... Benar kata orang, masa putih abu-abu itu adalah masa yang tak terlupakan.Masa dimana tumbuhnya perasaan yang membuatmu lebih memahami dirimu sendiri.Awalnya aku hanya mengenal tiga rasa dalam hatiku, suka, kagum dan sayang.Hingga hadirmu menggenapkan seluruh rasa itu, menjadi satu. Yaitu Cinta... Itulah kamu. Duhai cinta pertamaku. Hadirmu menepis kesunyian.Hadirmu mengikis kesepian. Semesta telah mengirimu untukku.Memberikan kedudukan berharga di dalam hatiku.Bertahta di atas singgasana.Bersemayam dalam dekapan.Memberikan sejuta keindahan. Hadirmu nyata.Meski penuh tanda tanya. Berkatmu aku belajar menghargai kehidupan.Berkatmu aku