Bab 3
Lamunanku melayang saat pertama aku menjalani ospek di kampus ini, dengan atribut ospek yang harus kukenakan ternyata sekarang baru kusadari bahwa itu pengalaman yang tidak bisa kulupakan dan bisa membuat aku tersenyum, walaupun dalam keadaan galau seperti ini.
"Hari ini hari ospek kamukan, Aya?" Papa bertanya kepadaku.
"Iya Pa, Insya Allah hari ini Aya di ospek, cuma Aya geli dengan atribut ini Pa, tempat sampah ini harus digandul di leher," sergahku agak dongkol dengan atribut ospek yang harus kukenakan ini.
"Alaa, kamu nih anak manja, baru berpakaian gitu aja sudah mewekk!" celetuk kakakku yang sedang menikmati sarapannya.
"Ihh... Kakak, Ayakan belum pernah pakaian seperti ini terus lagi masak aku akan naik motor dengan pakaian mirip badut seperti ini!" seruku manja kepada Kakakku.
"Terus lihat deh rambut Aya ini Ma, harus diikat dengan jumlahnya sesuai dengan tanggal. Aduhh.... Aya bingung dengan segala peraturan Ospek ini Maa!" seruku masih dongkol dengan segala peraturan pakaian Ospek.
"Alaa... Segitu aja dongkol, ntar di kampus kamu lihat, bukan cuma kamu saja yang pakaian seperti itu, tapi semua teman-temanmu yang diospek pun berpakaian sama, di kampus-kampus lain pun seperti itu kok." Kakakku menjelaskan panjang lebar kepadaku.
"Iyah bener, dan itu pengalaman kamu yang pasti gak akan kamu lupakan, kalau gak ada yang kayak inikan gak ada pengalaman ospek dengan pakaian yang aneh-aneh." Papa menjelaskan juga sambil tertawa.
"Aya.. Ayaa.. Papa dan Mama juga pernah ngalamin seperti kamu, memang seperti itu kok Orientasi Kampus, mungkin maksudnya supaya kalau kalian melihat sampah, langsung masukin saja ke tempat sampah yang kamu bawa itu," ujar Mama membenarkan perkataan Papa dan Kakakku.
"Iya sih Ma, biar gak digandulin gini dengan tempat sampah, Aya juga sering kok mungut sampah di jalan terus Aya buang ke tempat sampah!" seruku membela diri.
"Ayo diminum susunya dulu baru kamu berangkat," kata Mama sambil menyodorkan segelas susu kepadaku dan aku langsung meminumnya sampai habis.
"Makasih susunya, Mah," ujarku sembari membetulkan atribut ospek yang melekat di badanku.
"Baiklah, Aya berangkat dulu Mah, Pa, Kak. Assalamualaikum!" seruku sembari bersiap-siap berangkat ke kampus.
"Dan diperjalanan menuju kampus aku merasa seperti makhluk luar angkasa yang sedang mengendarai sepeda motor." gumamku dan aku sedikit merasa terhibur dengan mengingat kenangan ospek itu.
"Hey... Aya, kuliah sudah selesai! Kamu akan terus duduk di sini?" seru Indri menyadarkan aku dari lamunanku.
"Ohg... Sudah selesai," ujarku gelagapan karena memang aku tidak konsentrasi hari ini.
"Udah yok ke kantin aja," kata Irma sembari beranjak dari kursinya.
"Ayo lah kita makan dulu," kata Lenny sembari menarikku mengikuti langkah Irma menuju ke kantin.
Aku berjalan masuk ke kantin dan mataku tidak sengaja beradu pandang dengan sepasang mata dingin yang duduk sendirian di pojokan sambil menyantap makanannya.
"Kenapa dia tidak lagi menyapaku, yah? Seperti tadi pagi dia hanya melihatku dan kemudian berlalu." Perih dalam hatiku melihat sikap dingin Kak Adit.
"Ayo masuk, Aya." Lenny mendorongku yang masih berdiri di depan pintu.
"Haii, Kak Adit!" seru Lenny begitu melihat Kak Adit.
"Hai juga, ayo gabung di sini!" seru Kak Adit memanggil kami untuk bergabung di mejanya.
"Ayo deh, kita duduk dekat Kak Adit saja," kata Lenny yang dengan lincah duduk di depan Kak Adit seraya menarik tanganku agar duduk di sampingnya.
"Halo, Kak Adit," sapaku kepada Kak Adit, biar bagaimanapun Kak Adit adalah Asisten Dosen kami jadi sangat wajar kalau aku menyapa duluan.
"Halo Aya, apa kabar?" tanya Kak Adit seraya menatapku lekat.
"Baiklah Kak, jangan menatap seperti itu ke Aya, kok aku yang ngeri!" seru Lenny yang disambut dengan teman-teman gengku dengan tertawa.
"Aku menatap biasa aja kok," kata Kak Adit seraya menghabiskan makanannya.
"Oh ya, aku duluan yah, mau masuk ke laboratorium ini," katanya seraya berdiri.
"Baik kak, sampai jumpa..!" seru teman-teman gengku berbarengan sementara aku hanya menatap Kak Adit tanpa berkata apa-apa.
"Aku tidak boleh salah paham mengartikan sikap Kak Adit tadi, mungkin dia tidak mau terlihat terlalu akrab denganku kalau sementara di depan teman-temanku, bukankah aku yang meminta dia untuk merahasiakan sembari mencarikan jalan keluar dari kehamilanku ini?" bisik batinku lagi dengan lirih saat Kak Adit sudah berjalan keluar kantin.
Bab 4 Sore ini Klub Pencinta Alam di kampus akan mengadakan rapat untuk membahas tentang kegiatan mendaki. Aku dan teman-teman gengku sudah sepakat untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan ini, nampak kakak senior sedang membimbing kami tentang peralatan apa yang harus disiapkan, bekal apa yang harus kami bawa dan tentu saja akomodasi apa yang akan kami gunakan nanti pada saat akan ke lokasi kegiatan. Direncanakan kegiatan akan dilaksanakan pada hari Sabtu Minggu, berarti masih ada tiga hari untuk mempersiapkan semua bekal yang akan kami bawa mendaki. Tidak terasa, akhirnya saat berangkat mendaki telah tiba segala bekal telah aku siapkan, dan bersiap-siap berangkat untuk kumpul dulu di kampus, tidak lupa aku pamitan dulu kepada Papa dan Mama untuk berangkat. "Ma, Aya izin mau pergi mendaki bareng teman-teman kampus, doain Aya pulang dengan selamat yah, Ma." aku meminta izin kepada
Bab 5 Udara dingin Gunung Bawakaraeng serta kabut yang masih tebal menyelimuti pendakian kami pagi itu. "Len, lumayan dingin yah," kataku kepada Lenny sembari merapatkan jaketku sembari tidak sadar aku meraba perutku "Selamat menikmati pendakian ini anak, Sayang" bisikku dalam hati yang mulai merasakan adanya kedekatan dengan anak di rahimku ini. "Iya Aya, kabutnya juga masih tebal banget," tukas Lenny yang berjalan di depanku. "Iya nih, untung aku sudah mandi tadi jadi hawa dinginnya ngga terlalu menusuk," tukasku sambil terus berjalan Walaupun tas ransel dipunggungku isinya cuma mie instan dan air gelas tapi cukup menambah berat beban perjalananku. Tetapi entah kenapa aku merasakan ada tenaga yang mendorongku hingga aku dengan mudah mencapai puncak Gunung Bawakaraeng. Kakak-kakak senior berjalan di depan kami,
Bab 6 Jam sembilan malam, suasana Pantai Losari sudah sangat ramai. Pantai Favorit anak-anak muda Kota Makassar ini setiap malam Minggu pasti sangat ramai oleh pengunjung.Kami kemudian mencari tempat parkir yang sudah penuh sesak.Aku mengambil ponselku ingin menelfon Indri ingin menanyakan lokasi nongkrong mereka "Halo Indri kalian dimana? Aku sudah di Panlos ini sama Kak Adit" kataku begitu ponselku tersambung "Aku di tempat biasa kita nongki, di Lego-lego yang paling ujung, Aya" kata Indri menyebutkan tempatnya. "Oh okey baiklah, aku menuju kesana" jawabku seraya mengajak Kak Adit "Kak, mereka di Lego-lego yang paling ujung, kita jalan-jalan saja kesana yuk" dan kami menyusuri Panlos menuju pantai terapung Lego-Lego sembari berbincang-bincang Kak Adit menanyakan keadaanku "Aya, gimana keadaanmu? Maksudku apa kamu tidak mengalami morning sick atau mual di pagi hari sejak sebulan ini kamu gak haid lagi?
Bab 7 "Emang dia sudah punya pacar?" Indri bertanya kepadaku "Dia pernah bilang kalau pacarnya anak Unhas" kataku "Iya sih aku juga pernah dengar dia punya pacar anak Unhas" kata Indri sambil menatapku lekat , dia kemudian melanjutkan "Tapi aku tak yakin mereka masih pacaran deh, sudah dua malam mingguan ini kalian jalan kan? Berarti mereka mungkin sudah tidak pacaran lagi Aya!" Tebak Indri. "Itulah Indri, aku juga bingung, sebenarnya perasaan Kak Adit itu seperti apa kepadaku, aku juga masih bingung!" kataku sambil memainkan handphone ditanganku seraya berfikir apakah kuceritakan saja kepada Indri tentang kehamilanku ini? Tapi tiba-tiba berdering ponsel Indri membuat aku mengurungkan niatku untuk bercerita tentang kehamilanku. "Telfon dari Lenny, katanya hari ini dia izin karena pesanan katering Mamanya lagi banyak" kata Indri begitu selesai berbicara di telepon. "Oh pantesan dia nggak masuk
Bab 8 Jam 7:00 malam, aku dan Kak Adit masih berada di kosan Indri, tugas ketikanku sudah selesai kukerjakan, dengan bantuan kakak terdahsyatku yang jago mengetik sepuluh jari membuat tugas ketikanku cepat selesai. "Capek juga yah, habis ini jalan cuci mata, yuk" ajak Indri. "Aku sih okey aja," jawabku cepat. "Kalau aku kayaknya gak bisa deh, soalnya masih ada tugas Lab malam ini," Kak Adit menjawab "Yah gitu deh, Kak Adit sibuk banget," kata Indri kemudian "Gimana dong,emang kayaknya gitu tugasnya," Kak Adit menjawab kemudian tersenyum "Iyadeh gak papa kalau Kak Adit gak bisa ikut, kita berdua aja Indri, aku juga mau tinta printer ini" kataku kepada Indri. "Iya kalian jalan berdua aja yah, nnti aja kita jalan lagi" Kata Kak Adit kepada ku. "Baiklah kak, siapp!" Kataku kepada Kak Adit. "Ayuh deh kalau Kakak mau pulang, aku antar dulu yuk" kataku kepada Kak Adit "Ayuh, Indri aku pul
Bab 9 Sejak Kakak Bermata Dingin bermalam minggu bersamaku saat syukuran ulang tahun Indri di Pantai Losari Lego-lego, setiap malam Minggu pasti aku akan menjemput Kakak Bermata Dingin di Kampus kemudian kami akan jalan untuk bermalam minggu berdua. Entah kami hanya sekedar nongkrong di Pantai Losari, atau hanya sekedar keluar makan kemudian pulang. Aku merasakan Kakak Bermata Dingin mulai menaruh perhatian kepada ku. Tentu saja aku bahagia dengan keadaan ini, tapi juga aku masih di liputi keraguan, bukanlah Kak Adit pernah mengatakan kalau dia sudah punya pacar? Lantas hubungan dengan aku, apa dong? Apakah hubungan kami bisa dikatakan pacaran? Sementara dia belum pernah mengatakan menyukai ku? "Halo, Kak Adit lagi dimana?" Aku menelepon Kak Adit. "Aku ada di Kampus,Aya. Kamu sendiri dimana?" Balik tanya Kak Adit. "Aku di kosan Indri ini Kak, Kakak kalau ada waktu kosong, Kakak kemari yah?" Sahutku kemudia
Hari ini aku bersemangat sekali mau ke kampus karena ada kuliah praktek sebentar, automatis akan bertemu dengan Kakak Bermata Dingin lagi di Laboratorium Sebelum berangkat aku mematut diriku di depan cermin dan memperhatikan perutku yang masih datar dan kemudian aku pamitan ke Mama "Ma, Aya berangkat dulu Mah!" Kataku sambil mencium tangan Mama. "Okey sayang, hati-hati di jalan yah!" Kata Mama sambil mencium pipiku. Aku mengangguk dan tersenyum kemudian ke Papa dan mencium tangannya juga " Aya berangkat dulu Pa!" "Oke sayang, hati-hati di jalan yah!" Kata Papa sambil mengelus rambutku. "Okey Assalamualaikum!" Jawabku sambil menuju keluar untuk mengambil motor dan langsung gas menuju ke kampus. Sesampai di kampus, aku langsung berjalan menuju ke lantai tiga tempat ruangan Lab Komputer. Sampai di atas ternyata ruangan Lab K
Ayo dong Lenny, jangan menangis, mari fikirkan bersama masalah mu ini!" Ujarku mencoba menghibur Lenny. "Gimana aku nggak sedih Aya, sudah 3 tahun aku gak bertemu Papaku, dan sekarang beliau sakit keras, apakah aku tega sebagai anak untuk tidak pergi menengoknya?" Kata Lenny lirih. "Kamu pergi aja nengok Papamu Len, kalau kamu gak pergi nanti kamu juga akan kepikiran, gimana dong?" Indri memberikan solusi. "Iya Len, kamu berangkat aja, gimana kalau kamu berangkat dengan aku? Aku kepengen lihat kampung, soalnya kampungku jauh sihh!" Aku tiba-tiba saja pengen ke kampung nya Lenny. "Beneran Aya kamu mau ke kampung aku?" Tanya Lenny gak percaya. "Iya bener Len, aku pengen ke kampung kamu, bentar kita izin dulu di kampus kalau kita mau izin 2 hari, gimana?" "Okeylah Aya, kalau aku mah seneng aja kalau kamu ikut, aku ada temen di perjalanan" sahut Lenny dengan gembira. "Iya Len, Insya Allah, semoga Mama dan Papaku juga mengizin