[Davina, kau orang yang paling mengenal Fathan. Seharusnya kau tidak membiarkan Ghina terlalu dekat dengan suamimu. Aku melihat mereka sekarang sering bertemu di luar kantor. Sepertinya kau harus lebih belajar menjaga apa yang sudah engkau miliki. Bisakah kau menangkap percikan api unggun yang telah disapu angin?]*Ghina terkejut melihat foto-foto yang disodorkan Bripda Estu Saragih. Foto itu dia yang mengirimkan kepada Lulu. Foto biasa, saat Ghina dan Fathan sedang menikmati makan malam di pinggir pantai Ancol. Saat itu mereka datang sore sepulang bertemu Arumi untuk membahas masalah kantor. Mereka datang ke pantai bertiga. Saat menikmati sunset, Ghina dan Fathan berdiri di samping cottage dengan posisi bersebelahan. Keisengan Arumi memotret keduanya diam-diam membuat posisi Fathan seolah-olah sedang mencium Ghina. Lulu pasti mendapatkan foto itu dari Arumi. Saat melihat foto itu Ghina sudah memerintahkan Arumi untuk menghapusnya. Ternyata malah Lulu masih menyimpannya."Maaf saya
(Arumi, Kau tidak belajar dari kesalahan. Seharusnya Ghina memberimu pelajaran berharga. Kau baik, teramat baik sampai semua orang tidak ingin menyakitimu. Mungkin kau bisa menyingkirkan Ghina dari Fathan. Tetapi jangan lupa Fathan banyak berutang kepada Ghina. Kondisi perusahaan perlahan membaik, karena budget desain interior bisa ditekan. Tetapi Fathan punya masalah baru dengan perizinan lahan. Ah, kenapa justru kau curhat dengan orang yang salah. Kali ini kau harus menebusnya lebih mahal.)* Penyidik akhirnya mengakhiri penyidikan dengan dua puluh tiga pertanyaan yang cukup melelahkan bagi Ghina. Untung saja pengacara yang disiapkan dari kantor tempat Arumi bekerja cukup bagus. Dirinya tidak lagi perlu menjawab pertanyaan yang mengarah kepada hubungan personalnya dengan Fathan. Pria itu pasti masih menunggunya di ruang tunggu. Ghina tidak ingin lagi mencari masalah. "Pak Barus, maaf boleh saya keluar bersama Bapak? Saya sangat capek dengan penyidikan hari ini. Pak Fathan menung
(Davina, sebenarnya aku ingin bercerita kepadamu tentang Arumi. Beberapa hari lalu seseorang datang ke kantor mencari dia. Aku menyimpan rekaman CCTV yang memperlihatkan sosok pemuda itu, tetapi Fathan melarangku. Saat ini Arumi sedang mengurus perizinan pembebasan tanah di daerah Serpong. Kabarnya situasi tidak menguntungkan untuk kantor kami. Aku bingung harus memberitahumu atau tidak.)*Arumi bukan orang yang buta hukum. Sekarang dia telah terpilih sebagai tim legal di Perusahaan milik Fathan yang mengurus legalitas serta semua hal yang terkait hukum di dalamnya. Arumi tahu, satu jawaban salah atas pertanyaan penyidik bisa berakibat fatal. "Apakah yang Anda maksud dengan 'gift' dan kenapa Anda memintanya kepada saudari Lulu?" Bripda Estu Saragih mengulangi pertanyaannya. "Saya yang mengurus semua perizinan proyek Fathan Corp. Anda tentu paham tentang dunia perizinan kita. Dari bawah sampai atas semua butuh kerja cepat. Kerja cepat hanya bisa dilakukan jika uang bensin cepat di
(Davina, hatiku seperti terbelah. Aku ingin memberitahu bahwa Arumi sekarang bekerja disini, di bagian legal. Fathan melarangku memberitahumu karena dia yang akan melakukannya. Aku harap itu benar. Kamu tahu, Davina, di saat aku ingin berada di pihakmu Fathan seperti tahu yang aku pikirkan. Jika Ghina sudah lebih dulu menjadi partner kerja Fathan, bukankah Arumi juga layak? Kamu tahu Arumi si jenius itu selalu tahu apa yang dilakukannya. Maafkan aku, Davina)* Arumi tesentak kaget mengingat video yang dilihat sekilas dan diputar Bripda Estu Saragih. Apakah video itu yang dikirimkan Lulu via email tetapi belum sempat dibukanya hingga sekarang? Ah, sungguh ceroboh! Arumi kembali berlari menuju ruangan penyidikan. Ruangan itu tertutup rapat. "Belum satu jam Anda sudah kembali Nona Arumi. Apakah Anda sudah merasa lebih baik?" tanya Bripda Estu Saragih yang tiba-tiba muncul di belakangnya."Saya ingin melihat video tadi ..." jawabnya lirih, "dengan lampu yang dinyalakan," imbuhnya. Bri
(Davina, kenapa kau tidak juga belajar mempertahankan semua yang menjadi milikmu? Aku tahu banyak yang terjadi di kantor ini. Kamu bilang sudah menegur Arumi karena dia masuk ke kantor ini tanpa memberitahumu. Yang aku lihat sekarang mereka berdua lebih sering berduaan di ruangan. Aku sudah bilang bahwa Arumi berbahaya, bukan? Davina, kau ini lugu atau bego, sih?) *Bripda Estu Saragih mengakhiri penyidikan setelah mendapat jawaban telak dari Arumi. Semua data memang harus ditelusuri karena kasus kematian Lulu termasuk kasus yang tidak mudah untuk dipecahkan. Kasus tersebut tidak meninggalkan barang bukti maupun sidik jari. Arumi meninggalkan kantor polisi dengan hati lega, meski dirinya tahu situasi belum sepenuhnya aman. Mengapa Lulu mengirimkan video itu kepadanya tanpa pesan? Lulu pergi membawa banyak rahasia tentang dirinya, juga tentang persahabatan mereka. Apa kabar Davina sekarang? Arumi ingin sekali menelepon untuk menanyakan kabarnya, hanya saja dia masih belum siap jika D
(Davina, ini gawat! Fathan tiba-tiba memberi perintah untuk menyiapkan cek kosong. Kamu tahu cek itu untuk siapa? Untuk Arumi! Sejak awal aku sudah curiga gadis ini berbahaya. Setelah mereka menghabiskan malam bersama di ruang kerja Arumi, sekarang dengan mudahnya Fathan memberikan cek. Apakah kamu tidak melihat kejanggalan? Aku akan terus mengawasi mereka. Kamu lemah, Davina! Seharusnya kamu bilang jujur bahwa kamu keberatan karena kehadirannya yang tidak sopan dan tiba-tiba di kantor ini!)*Setelah bertemu Arumi batin Davina sedikit lega. Setidaknya dirinya tahu kenapa sikap Fathan akhir-akhir ini berubah. Di rumah seperti tidak tenang dan lebih banyak berada di ruangan kerjanya. "Mas, aku buatkan jahe susu panas. Kamu sudah berjam-jam di ruangan dingin ini." Davina meletakkan satu cangkir jahe susu yang masih mengepulkan asap. Fathan meliriknya sebentar lalu kembali asyik memandang layar laptopnya. "Makasih, Sayang," jawabnya pendek. Davina mendekati Fathan, berdiri di belakang
(Davina, kau harus menerima ini. Aku berhasil mendapatkan bukti Fathan dan Arumi bersama-sama. Mereka berdua berhasil mengecohmu. Sudah aku bilang Arumi itu berbahaya. Aku tidak tahu bagaimana Fathan akan memperbaiki semua ini. Kabar baiknya apartemen di Serpong akan dimulai pembangunannya bulan ini. Siapkan dirimu untuk kejutan lain! Ah ... aku gemas sekali ingin memberitahumu, tapi aku rasa sekarang bukan waktu yang tepat.)*Arumi perempuan yang tahu betul apa yang diinginkan dan bagaimana cara meraihnya. Tidak butuh waktu lama Boris Jayusman menyetujui proses jual beli tanah warisan yang masih dalam proses sengketa. Statusnya sekarang sudah bukan tanah sengketa lagi, karena Arumi juga telah membayar paman Boris Jayusman dengan angka yang tidak kecil. Selalu ada harga yang harus dibayar untuk sebuah ambisi. Uang bukan masalah besar untuk Fathan."Sudah aku bilang kamu pasti berhasil mendapatkan lahan emas itu, Arumi. Mari kita rayakan." Fathan mengangkat gelasnya. Arumi malam itu
(Davina, sebenarnya kantor udah aman beberapa bulan ini. Proyek apartemen juga berjalan lancar. Ghina jarang datang ke kantor. Arumi juga lebih anteng di ruangannya. Hanya saja si tengil mulai mengganggu kenyamanan hidupku. Itu artis gagal, lagi ada urusan duit sama Fathan. Nilainya gede, loh. Enam puluh milyar katanya. Ih, itu duit apaan? Emang biaya iklan di TV mahal, ya?)*Arumi mencebik kesal mendengar tuduhan Bripda Estu Saragih. Pasti polisi wanita itu sengaja mengintimidasinya karena merasa putus asa kasus pembunuhan Lulu tidak juga menemui titik terang. "Anda masih harus berusaha lebih keras. Kalau hanya dari bukti itu, saya pikir Anda tidak bisa langsung menuduh saya pelakunya. Seandainya saya memang ada hubungan khusus dengan Pak Fathan, saya memilih mengumumkannya. Jadi buat apa saya repot-repot membunuh Lulu." "Saya tidak yakin Anda berani mengambil risiko itu, Nona Arumi." "Apakah Anda tidak tahu bahwa Davina sudah mengetahui hubungan suaminya dengan kami? Iya, kami