“Harus banget, ‘mas yang nganterin?” Tanya Raihan kala sedari tadi pagi, Tito yang sejak kembali ke rumah seminggu lalu itu hanya mendiamkan dan sesekali mendengus sinis padanya, memaksa untuk mengikuti dirinya entah kemana.Pertanyaan Raihan tentang tujuan kemana sang adik hendak membawanya pergi sama sekali tak digubris. Pria muda yang gerak geriknya sangat jelas masih menaruh kesal pada sang kakak itu hanya mengatakan satu kalimat ‘hari ini ikut adek.’yang bagi Raihan terasa seperti perintah.Ia tak mampu menolak maupun mengabaikan permintaan sang adik, karena jujur, di dalam hatinya, ada sedikit rasa bersalah karena membiarkan hal yang tak normal terus terjadi seolah tak ada apa-apa di sana. Melihat sang adik mau untuk setidaknya meminta suatu hal, walau tak jelas maksudnya, membuat Raihan sedikit bisa bernafas lega.“Aku nggak pernah minta apa-apa sebelumnya, ‘kan? Setelah ini, semuanya aku pasrahin ke mas, gimanapun mau mas Raihan.” Tito sedikit menambahkan clue setelah mereka s
Sepasang sahabat yang sudah saling mengenal selama 20 tahun, yang tanpa diduga dalam suatu hari, diiringi kejadian klise dan sangat tak bisa diterima logika kebenarannya, hanya berdiri mematung, saling berpandangan dalam diam. Tak satu patah kata pun keluar dari mulut mereka walau pandangan mata mereka saling berebut dan mencoba untuk mengatakan banyak hal dari sana.Airin tak pernah memandang Raihan selama ini. Sejak dahulu, gadis itu enggan untuk menatap mata siapapun terlalu lama, kemalangan yang sering ia terima di sepanjang hidupnya membuat dia memiliki rasa empati berlebihan yang menganggap bahwa semua orang punya banyak masalah dan tak seharusnya menjadi penopang masalahnya. Tapi pada orang lain, dia melakukan kebalikannya.Kepada Raihan contohnya.Airin menjadi orang yang tahu betul bagaimana Raihan struggling menjalani hidupnya sendiri, yang baginya nampak lebih berat daripada apa yang ia rasakan. Menjadi korban perundungan hanya karena kondisi lahiriyah manusia, sungguh tida
“Teman tidak melakukan hal yang dilakukan oleh pasangan.” ~Airin Dengan perasaan pasrah dan penuh air mata, Airin membiarkan sahabatnya, Raihan, menjamah seluruh tubuhnya malam ini, menjadi pemilik pertama tubuh dari pemilik yang katanya konservatif tentang hubungan modern (?) itu setelah 27 tahun hanya diketahui oleh dirinya sendiri. Walau dalam keadaan tak terkendali, dipenuhi emosi, benci, dan amarah yang terpendam, Airin sangat menyayangi pria ini. Lebih dari 20 tahun menjalani hari bersama-sama sebagai sahabat yang baik, hari ini menjadi yang paling berat, yang pernah mereka alami. Padahal baru kemarin malam, Ia dan Raihan bersenda gurau, dengan teriakan dan penuh tawa, untuk merayakan pernikahan Raihan dan kekasihnya, Zahra, yang seharusnya
“Saat Raihan bilang tidak, rasanya agak mengganjal jika dia meneruskannya, jika Raihan bilang iya untuk pilihannya, maka Airin tidak akan ragu untuk mengiyakannya juga.!” ~Raihan dan Airin 2 Hari yang lalu Airin terlihat memilih-milih sepatu di salah satu butik mode di mall di kawasan mall Suroria, pusat kota. dibelakangnya, Raihan yang dengan muka jengkel membawa seluruh hasil belanjaan Airin pasrah ditertawai oleh pelayan toko yang sedang mendampingi Airin di depannya. Airin yang rupanya sadar, ikut tertawa bersama pelayan toko tersebut seraya menimpali, “Biarin dia menderita hari ini, mbak. HAHAHAHA! 2 hari lagi dia bakal nikah, dan hidup
1 Hari yang lalu, H-1 Hari Pernikahan “Hai hai hai!!” Sapa Airin heboh sambil tangannya bersandar ke pintu atas, ia menuju dapur di belakang rumah Raihan, tempat para ibu-ibu yang sedang memasak untuk persiapan pernikahan Raihan. Seorang wanita paruh baya, Bu Dewi, ibu dari Raihan tersenyum melihat gadis yang sudah ia anggap sebagai putrinya sendiri itu datang dengan tumpukan kantong belanja di tangannya. “Sini, Rin! Ambil nasi, makanannya sudah matang!” Ajaknya pada Airin. “Mama barusan anak mama udah bikin aku makan banyak, sekarang mama juga?” Airin memang terbiasa memanggilnya mama, karena Raihan adalah seorang anak tunggal dan mamanya pernah memiliki anak perempuan sebelum Raihan yang wafat saat masih bayi.
“Benar-benar tidak akan ada yang menyangka kapan datangnya kematian. Dia bisa datang saat kau sedang bahagia, sedih, bahkan juga ketika kau tidak melakukan apapun.” Pagi hari. Hari-H pernikahan Raihan dan Zahra Airin yang sudah rapi memakai kebaya putih yang senada dengan seluruh teman dekat dan keluarga yang sudah hadir untuk acara akad Raihan hari ini terlihat masih khawatir dan sudah mondar-mandir dari depan ke dapur berkali-kali. Melihat Airin seperti itu, Ibu Raihan, Bu Dewi, menghampirinya, “Kenapa, Rin? Ada yang kamu cari?” Tanya beliau. Airin tidak menjawab, hanya menelan liurnya berat. Dia sudah bangun jauh sebelum subuh, perasaannya sudah tidak enak sejak kemarin malam. Ada pengantin yang mau akad esok hari tapi masih belum
Tatapan khawatir yang berasal dari mata Bu Dewi membuat Airin merasa bahwa sepertinya ada sesuatu yang tidak diinginkan terjadi.Dan ya.. Sekaligus juga menambah alasan ketakutan Airin pada firasat buruknya. Ia sudah kehilangan hasrat untuk hidup saat melihat wajah Bu Dewi yang pucat walau dengan riasannya yang mencolok. Ini adalah saat-saat yang paling menakutkan baginya.Dia benci berencana karena yang ada di pikirannya hanya akan ada firasat buruk saja. Dan sialnya, dia punya takdir yang membuat firasat buruknya selalu saja jadi kenyataan.Seolah-olah dia bisa melihat hal buruk yang akan terjadi di depan matanya.Airin bersama dengan ketakutannya, berjalan mundur, berharap ia tak akan mendengar apapun yang keluar dari mulut Bu Dewi sebentar lagi,
Melihat Airin dan Raihan keluar dari kamar setelah berjam-jam, menimbulkan dua perasaan yang bertolak belakang dalam hati Bu Dewi, Ibunda Raihan. Satu sisi ia lega, putranya tidak melakukan hal buruk, namun di sisi lain, ia juga khawatir.Setelah ada celetukan kerabatnya untuk menikahkan mereka berdua, dia khawatir. Khawatir karena dalam keputusan hatinya yang paling dalam, ia setuju dengan kerabatnya itu, tapi kondisi saat ini juga begitu mengkhawatirkannya.Tapi .. Jika Airin jauh dari Raihan, Bu Dewi tidak tahu hal apa yang akan terjadi nanti karena Raihan jelas akan menjadi penyendiri. Dia tidak tahu harus mengandalkan siapa lagi, karena hingga saat ini, hanya Airin yang dapat diandalkan untuk mempercayakan Raihan padanya.Dia memutuskan untuk keluar, mengikuti Raihan dan Airin.