Part 38POV HendiSaat mencari keberadaannya, mendadak kutemukan secarik kertas berisi tulisan Kartika.*Aku pergi. Jangan cari aku.*Rasanya kalang kabut. Malam-malam begini pergi kemana Kartika? Padahal aku sudah bertekad dalam hati, ingin membina rumah tangga ini dengan baik, apalagi sekarang sudah ada Hana. Aku mengurut kening dengan penat. Bisa-bisanya dia pergi dalam kondisi masih lemah seperti itu. Sebagai suami, jelas saja aku sangat khawatir. Untung saja tadi Hana aku titipkan pada ibu. Aku pulang ke rumah karena ingin mengambil susu formula dan diapers. Tapi sampai disini justru Kartika pergi entah kemana. Aku kembali ke rumah ibu membawa susu dan diapers untuk persediaan Hana. Besok aku harus mulai mencari kerja. "Bu, aku nitip Hana sebentar Bu," ucapku sembari menyerahkan susu dan diapers."Kamu mau kemana?" Ibu balik bertanya."Cari Kartika, Bu. Dia pergi dari rumah," sahutku agak kesal."Halaaaah untuk apa dicari segala! Pergi biar pergi aja. Malah syukur kalau gak a
Part 39Praankk ...!!Lelaki paruh baya itu mengamuk, melemparkan semua barang-barang yang ada didekatnya."Aaarghhh ..." geramnya. Teriakan suaranya menggema di seluruh ruangan. Ia mengacak-acak rambutnya sendiri. Ia teramat kesal. Penampilannya berantakan. Pun dengan barang-barangnya terlihat pecah belah, berserakkan di lantai. Remuk redam. "Kenapa gagal lagi, gagal lagi hah?!" pekiknya dengan histeris. "Aku gak percaya ini! Lagi-lagi dia lolos dari maut!! Kalian kalau kerja yang bener dong!! Punya anak buah semuanya gak ada yang becus!" tukasnya sembari mengangkat jari telunjuknya ke wajah anak buahnya sendiri."Habisi satu orang aja, gak bisa. Gagal terus!!" pungkasnya kembali.Ada amarah terselip dalam nada bicaranya. Ia benar-benar terbakar emosi apalagi mendengar pernikahan mereka tetap berlangsung dengan lancar. Dan korban tembak itu bukanlah si target, melainkan orang lain. Gemuruh panas mengalir di dalam darahnya. "Aaarghhh! Apa yang harus kulakukan! Beragam cara untuk
Part 40"Mas, apa aku tidak salah dengar? Kamu mengajakku pulang? Apa kamu masih mau menerimaku?""Ya, kita mulai lagi hubungan ini dari awal. Lebih baik berubah dan mengakui kesalahan dari pada mengakhiri hidup seperti ini.""Mas ...?""Aku akan menerimamu kembali. Kamu tetaplah istriku. Sampai kapanpun, akan tetap jadi istriku. Lupakanlah masa lalu yang buruk, kita mulai lagi dari awal ya?"Kartika memeluk tubuh suaminya dengan erat. Bahkan saking eratnya seperti tak ingin terlepas."Maafin aku, Mas. Aku sudah salah padamu. Aku hanya memanfaatkanmu dulu. Maaf Mas ..."***Hendi membawa Kartika pulang ke rumah ibunya. "Assalamualaikum, Bu.""Waalaikum salam."Wanita paruh baya yang sedang menggendong bayi cacat itu terkejut melihat kedatangan mereka."Kartika ...?" tukas ibu dengan nada tak percaya.Kartika menghambur ke arah ibu mertuanya. Wanita itu bersimpuh di kaki sang mertua."Maafin aku, Bu. Aku punya banyak salah pada ibu dan juga pada kalian. Maafin aku, Bu. Aku janji akan
Part 41Setelah kekacauan yang terjadi di hari pernikahan mampu membuat ketakutan bagi sebagian orang, tapi aku masih bisa bersyukur. Semua kembali baik-baik saja. Pun dengan kondisi Freya yang juga mulai membaik.Aku bersyukur karena pernikahan ini sudah sah. Ya, secara resmi aku dan Mas Rusdy telah sah sebagai suami istri.***Aku duduk di depan meja rias sembari menyisir rambutku yang tergerai panjang. Jantungku kembali berpacu cepat ketika seseorang membuka pintu kamar. Mas Rusdy masuk sambil tersenyum. Deg deg deg. Bagaimana ini? Kenapa rasanya begitu gugup menghadapinya.Aku ikut tersenyum melihatnya di pantulan cermin. Aku tetap duduk mematung di depan kaca rias. Mas Rusdy mendekat ke arahku lalu ia berjongkok di sampingku. Melihatnya seperti ini justru membuat debaran-debaran jantung ini semakin tak menentu.Mas Rusdy meraih tanganku, menggenggam kedua tanganku dan menciuminya dengan lembut. Saat ini posisiku menghadap kearahnya."Kamu sudah mandi?" tanyanya.Aku mengangguk.
Aku dan Mas Rusdy kondangan bersama ke rumah Lena."Cie cieee ... Yang pengantin baru pasti lagi hot-hotnya nih," celetuk salah satu pegawaiku. Disambut tawa yang lainnya.Kami tersenyum mendengar ledekannya. Mereka memang orang-orang yang humoris."Pak Boss sepertinya gaspol terus nih tiap malem biar cepat jadi! Hahaha.""Sssttt ...! Jangan keras-keras, nanti ada yang patah hati tuh!" Aku menoleh, melihat Freya merenung sendiri di mejanya. Dia seolah menutup diri. Mungkin dia canggung, tapi aku merasa takjub karena sekarang penampilannya berubah, dia mulai berhijab."Sudah, sudah, lebih baik kita nikmati hidangannya. Jangan merusak suasana bahagia pestanya Lena ya!" tegas Mas Rusdy. Mereka mengangguk.Setelah menikmati hidangan prasmanan, kamipun mengucapkan selamat kepada mempelai."Selamat ya, Len. Semoga pernikahan kalian bahagia, sakinah, mawadah, warahmah.""Aamiin, Mbak. Makasih ya, udah bersedia datang kesini."***"Tadi pengantinnya cantik ya, Mas," ucapku setelah sampai di
Part 43"Besok aku akan mengajakmu berjalan-jalan keliling kota, kita ke tempat wisata yang dekat sini dulu ya," ujar Mas Rusdy. "Iya, Mas. Rasanya aku sudah gak sabar," ujarku seraya menampilkan senyuman termanisSaat ini kami sama-sama berbaring di tempat tidur. Lelakiku ini tengah membelai pipiku dengan lembut. Lagi-lagi ia tersenyum. "Kenapa senyum-senyum gitu, Mas?""Aku lagi senang melihat bidadari yang ada di hadapanku," jawab Mas Rusdy tegas."Ih, mulai ngerayu lagi nih ...""Gak sayang, tapi aku serius. Kamu itu memang benar-benar cantik."Aku tersenyum, langsung kubenamkan wajahku ke dada bidangnya. Menikmati setiap detak jantung dan juga tarikan nafasnya. Tak sadar aku terlalu nyaman tidur dalam pelukan suamiku. Kamipun terhanyut dalam gelora asmara yang makin membuncah, hingga luapan cinta ini kembali berakhir dalam aktivitas mesra.***Mas Rusdy menciumi wajahku, membuatku membukakan mata. Aku menggeliat malas. Rasa dingin membuatku nyaman berada di bawah selimut."Bang
Part 44Rasanya begitu lelah, akhirnya aku menyerah untuk langsung pulang saja ke villa. Mas Rusdy pun menyetujui. Kami akhirnya pulang ke villa. Aku berganti baju dan kami salat dzuhur berjamaah.Kurebahkan diriku di atas springbed king size ini. Rasa nyaman menghampiriku hingga mengantarku dalam tidur yang lelap.Sebuah belaian lembut di pipi membuatku terbangun. Mas Rusdy sudah berbaring di sampingku dengan sebuah senyuman. "Mas?" sapaku sembari mengerjap pelan."Tidurmu nyenyak sekali dari tadi. Sholat ashar dulu yuk, habis itu kita makan. Tadi aku masak buat kamu. Cepetan gih bangun, dari siang kamu belum makan lho.""Iya, Mas. Maaf aku kecapekan, Mas."Beranjak duduk dan akhirnya bangkit menuju kamar mandi, untuk mengambil air wudhu. Selepas salat ashar berjamaah, Mas Rusdy sudah menungguku di meja makan. "Nih, aku masakin mie bakso. Dimakan dulu, Yang. Nanti malam kita keluar cari makan," ujarnya.Aku tersenyum. Ah suamiku ini pengertian sekali."Terima kasih ya, Mas.""Iya.
Part 45Hari selanjutnya aku dibawa keliling, jalan-jalan kembali. Mas Rusdy mengajakku ke dusun Bambu Family Leisure Park, untuk reservasi makan sekaligus melihat dan menikmati keindahan alam."Yang, aku mau makan makanan khas Sunda. Kamu setuju?" "Iya, Mas."Kami menuju resto Purbasari, memesan makanan khas Sunda. Nasi liwet, sayur asem & bekakak ayam. "Sambil menunggu makanan datang, kita sewa perahu yuk!" ajak Mas Rusdy. Dia mengajakku berkeliling danau, ia pun sudah membeli makanan ikan untuk disebar di danau.Aku mengikutinya, naik perahu sampan lalu mendayung sendiri. Kurentangkan tangan, menghirup udara yang begitu sejuk berhembus, menikmati hijaunya pemandangan alam. Tanpa terasa dua puluh menit terlewati, kami pun kembali ke resto. Hidangan sudah tersedia di meja."Alhamdulillah kayaknya enak nih, Dek."Dia membaca doa terlebih dahulu kemudian makan dengan lahapnya. Rasanya memang lezat, apalagi bila rasa lapar mendera.Selepas makan siang bersama, kami berjalan kaki mene