Share

9. Ada Uang Abang Disayang

“Hari ini kamu gak usah kerja,” ucap Bariqi yang membuat Elya menatap pria itu.

“Aku telpon manager untuk ijin kamu. Lagian tidak banyak orderan hari ini,” tambah Bariqi sembari mencuci gelas bekas jahe anget.

“Enak saja, aku tetap kerja meski gak banyak orderan. Kalau gak kerja gajiku dipotong sehari, bisa rugi bandar,” oceh Elya.

“Aku ganti.”

“Gak usah seenaknya jadi orang. Aku mau kerja hasil keringatku sendiri. Sekarang kamu keluar dari sini!” titah Elya menarik tangan Bariqi.

“Gak, aku gak akan keluar,” kata Bariqi dengan keukeuh.

“Terus mau kamu apa sih?”

“Aku mau kamu ikut aku.”

“Aku harus kerja.”

“Gak usah kerja, aku ijinkan sama manajer.”

“Kok kamu seenaknya sendiri jadi orang. Aku asistenmu di kerjaan, tapi aku bukan siapa-siapa kamu saat di luar,” sentak Elya ingin menendang kaki Bariqi. Namun Bariqi segera menghindar.

Bariqi merogoh celananya, mengambil dompet dan menarik dua kartu debit berwarna biru dan hitam. Elya membulatkan matanya melihat itu. Senjata Bariqi selalu kartu debit dan uang cash.

“Satu hari ini aku bayar dua kali lipat,” ucap Bariqi.

“Gak mau.”

“Tiga kali lipat.”

“Kurang,” jawab Elya memalingkan wajahnya.

“Empat kali lipat.”

“Lagi.”

“Lima kali lipat. Fiks, mau ikut apa enggak?” teriak Bariqi dengan kesal.

“Fine, aku mau ikut,” jawab Elya dengan senang. Elya memang plin-plan, tadi jual mahal tidak mau, tapi kalau sudah disogok pakai uang, gadis itu tidak bisa menolak.

“Transfer sekarang, nomor rekening tetap,” ujar Elya.

Bariqi mengambil hpnya dan mulai mengotak-atik benda pipih itu. Pria itu mengirim Elya uang lima ratus ribu. Kalau dengan Elya, Bariqi tidak bisa namanya menghemat. Pasti ada saja hal yang membuatnya mengeluarkan uang banyak. Bariqi memang masih single, tapi terkesan sudah menghidupi anak istri kalau bersama Elya. Kalau ada yang bilang Elya gadis murahan, fiks mereka salah besar, karena dengan Elya, uang Bariqi bisa ludes dalam hitungan menit. Kendati demikian, Baiqi tidak bisa hitung-hitungan dengan gadis itu.

“Nih sudah, aku transfer lima ratus ribu,” ujar Bariqi menunjukkan hpnya.

“Gitu dari tadi biar kita gak usah bertengkar,” kata Elya.

“Kamu yang mulai duluan. Tadi siapa yang bilang permintaan maaf gak bisa dengan materi, giliran dikasih uang baru mau,” cibir Bariqi.

“Itu beda. Kamu ngajak aku harus berani bayar mahal. Enak saja bawa anak gadis orang hanya dibeliin pop ice dua ribu lima ratus. Mau bawa anak orang harus modal,” oceh Elya.

Bariqi mendorong kepala Elya dengan pelan saking gemasnya dengan gadis itu. Kalau soal adu mulut, Elya memang tidak pernah mau mengalah.

“Cepat ganti baju sana. Aku numpang mandi,” kata Bariqi.

“Enak saja. Gak boleh mandi di kamar mandi cewek,” pekik Elya.

“Gak ada yang bisa larang aku mandi di kamar mandi kamu,” ujar Bariqi segera ngacir ke kamar mandi. Pria itu menutup pintu dan menguncinya sebelum Elya mencegahnya.

“Jangan pakai sabun dan shampoku,” teriak Elya dari luar kamar mandi.

“Wangi sabun kayak menyan saja pelit banget,” ketus Bariqi dari dalam sana.

“Iya tinggal kasih kembang buat cari pesugihan.”

“Kamu tumbalnya.”

“Kamu iblisnya.”

“Kamu raja setannya.”

“Dasar Bariqi sialan!”

Di dalam Bariqi memutar bola matanya jengah. Ia memilih diam daripada perdebatannya semakin panjang dengan Elya. Pria itu menarik sabun Elya dalam kemasan botol. Pria itu menghiraukan Elya yang melarangnya memakai sabun gadis itu. Toh Elya juga tidak tahu. Tubuh Bariqi sedikit sakit karena tidur di kursi, tapi setelah mandi terasa segar. Apalagi mengetahui Elya mau dia ajak pergi. Sebenarnya tidak sekali dua kali Bariqi mengajak Elya pergi. Di beberapa kesempatan pria itu mengajak Elya ke tempat karaoke, ke bar, ke tempat wisata dan lain-lain. Namun tidak sendiri, melainkan dengan teman kencan Bariqi dan Elya menjadi obat nyamuk.

Definisi buaya ulung adalah Bariqi, setiap tikungan ada ceweknya. Ibaratnya Bariqi itu kereta dan cewek-cewek itu stasiun. Namun dari banyaknya cewek Bariqi, satu pun tidak ada yang diseriusin. Semua sekadar main-main.

Setelah mandi, pria itu membelitkan handuk milik Elya ke pinggangnya. Pria itu segera keluar.

Elya yang baru selesai berganti baju memekik kaget tatkala melihat Bariqi yang datang hanya bertelanjang dada dan tubuh bagian bawahnya terbelit handuk.

“Heh, siapa yang mengijinkan kamu untuk memakai handukku?” jerit Elya dengan kencang. Gadis itu menjambak rambutnya saking emosinya dengan tingkah Bariqi.

“Pinjam sebentar. Nih kunci mobil, ambilkan celanaku di sana. Ada celana selutut warna hitam, ambilin!” titah Bariqi pada Elya.

“Enak saja, ambil sendiri!” titah Elya.

“Kamu gila ya? Masak aku keluar dengan handukan doang? Ini aset yang harus dijaga.”

“Kalau tahu begitu, kenapa tadi tidak ambil baju dulu baru mandi?”

“Cepat Elya, aku sudah membayarmu mahal.”

Elya menghentakkan kakinya, gadis itu menerima kunci mobil dan segera melenggang mengambilkan celana untuk Bariqi. Di sepanjang jalan menuju mobil Bariqi, semua sumpah serapah Elya layangkan pada pria itu. Kalau tidak menyusahkannya, namanya bukan Bariqi. Pertemuannya dengan Bariqi memang kesalahan besar. Dunia ini luas, banyak yang bisa Elya temui, tapi kenapa ia harus bertemu mahluk narsis sang playboy ulung.

Dulu awal bertemu dengan Bariqi, Elya pikir pria itu adalah goodboy. Karena perangai Bariqi yang pendiam, terkesan cool dan tidak mau disentuh orang meski itu laki-laki. Namun setelah menjadi asisten Bariqi, Elya baru sadar kalau laki-laki itu tidak sebaik yang terlihat. Bariqi adalah pemain wanita, sudah tidak terhitung berapa banyak wanita yang menjadi teman kencan Bariqi. Dari sekian banyak wanita, semuanya cantik dan anehnya mau juga sama Bariqi.

Elya membuka mobil Bariqi, ia menemukan celana pendek selutut berwarna hitam. Saat menariknya, sesuatu yang juga berwarna hitam langsung jatuh. Mata Elya membulat sempurna, gadis itu tampak menjilat bibirnya kecil tatkala tahu benda apa itu.

Elya mengambilnya dan membukanya lebar. “Tidak aku sangka sekarang aku mengambilkan kolor untuk musuhku sendiri,” ucap Elya menggelengkan kepalanya. Dengan usil Elya membaliknya dan melihat ukurannya. Mata Elya semakin membulat.

“Besar juga anaconda si chef itu,” batin Elya.

Tersadar dengan apa yang dia lakukan, Elya segera menggelengkan kepalanya dan berlari kencang menuju kamarnya. Gadis itu merutuki dirinya sendiri yang sudah mesum berpikir aneh-aneh.

Sedangkan Bariqi, pria itu mengobrak abrik lemari kecil milik Elya. Pria itu mencari kaos oversize yang bisa ia pakai. Bariqi yakin Elya punya, karena setiap kali berpakaian, Elya selalu memakai kaos atau kemeja oversize. Bariqi adalah definisi orang modus. Sebenarnya ia bisa pulang untuk mandi dan berganti pakaian, tapi tetap saja ia memilih memakai punya Elya. Bariqi menarik kaos yang masih terbungkus plastik rapi dengan motif separuh love berwarna putih, sama seperti yang dipakai Elya. Tanpa berpikir panjang, pria itu menariknya bertepatan dengan Elya yang datang membawa celana.

“Dasar gak tahu malu. Seorang pria bujang nyuruh anak gadis orang ambil kolor,” umpat Elya melempar celana tepat ke tubuh Bariqi.

“Elya, kamu punya pacar?” tanya Bariqi mengalihkan pembicaraan.

“Gak.”

“Terus ini apa maksudnya baju couple? Baju ini sama kayak baju yang kamu pakai.” Bariqi menunjukkan baju yang dia bawa.

“Jangan sentuh itu!” pekik Elya segera berlari menyambar kaosnya lagi. Namun Bariqi kembali menariknya.

“Ini yang kamu bilang gak pacaran? Terus apa maksudnya baju couple begini? Gaya pacaran yang kekanakan.”

“Itu aku belikan untuk adikku, jangan disentuh-sentuh,” ujar Elya.

Bariqi yang awalnya mulai marah kini bagai diterpa angin segar tatkala mendengar ucapan Elya. Bariqi segera membuka plastik dan memakai kaos tersebut.

“Heh kenapa dipakai, itu milik adikku,” pekik Elya ingin menarik kaosnya. Namun terlambat, kaos itu sudah melekat di tubuh Bariqi. Kini mereka bagai pasangan kekasih yang memakai baju sama.

“Sudah diam saja. Tunggu di luar, aku mau pakai celana,” ujar Bariqi.

“Ini kamarku, kenapa aku yang harus keluar?” tanya Elya dengan ngegas.

“Baik kalau kamu gak mau keluar,” jawab Bariqi mulai menarik handuknya, pria itu berjalan mendekati Elya dan merapatkan tubuhnya dengan gadis itu berniat menggoda. Bukan Elya kalau tidak menantang, gadis itu malah memelototkan matanya.

“Cepat buka kalau kamu berani,” ucap Elya menantang.

Bariqi yang semula ancang-ancang ingin menarik handuknya pun kini menghentikan gerakannya.

“Cepat buka, kalau kecil mau aku ketawain sampai seujung dunia tahu,” ujar Elya lagi.

Bariqi menciut, pria itu mendorong Elya dengan paksa hingga gadis itu keluar dari kamar. Bariqi akan gila bila ia membuka handuknya di depan seorang gadis. Bariqi benar-benar belum menemukan strategi yang tepat melawan Elya. Kalau dengan gadis lain ia bisa mendominasi, tapi tidak dengan Elya yang sering menantangnya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status