Share

Pergi

Brak!

Tanpa memedulikan keberadaan para pelayan yang bersiap untuk tidur maupun Sagar yang mungkin masih berada di ruang tengah, Bella membanting pintu kamarnya. Bella tidak peduli meski pintu itu rusak sekalipun dan membuatnya terkurung di kamar itu selamanya, Bella sama sekali tidak peduli.

“Kesalahan apa sih yang aku perbuat sampai bisa punya suami seperti dia?!” seru Bella kesal. Dadanya naik turun karena tersulut amarah. Namun, perlahan-lahan napasnya mulai teratur dan tergantikan oleh isak tangis dan lelehan air mata.

Bella menghapus jejak air mata yang ada di pipinya dengan kasar, tetapi air mata itu tidak kunjung berhenti, seperti air terjun di musim hujan. Wanita berusia 25 tahun itu menangis seperti anak berusia lima tahun saat mainannya diambil dengan paksa.

“Aku hanya ingin hidup bahagia, Tuhan …,” doa Bella dengan memegangi dadanya yang sesak dan berat.

“Jika tidak bisa, aku ingin pergi saja menyusul Kakek, Ayah, dan Ibu!”

“Orang bilang, wanita hamil harus selalu bahagia! Namun, kenapa aku jadi sering menangis seperti ini? Kenapa aku harus punya suami seperti dirinya?!”

“Aku ingin pergi dari sini!” putus Bella. “Benar, aku harus pergi jika masih ingin tetap waras! Berada di lingkungan ini tidak baik, apalagi untuk bayi dalam kandunganku ini.”

Bella mengelus perutnya yang semakin membesar. Jika terlalu lama di sini, bisa-bisa memakai pakaian kebesaran pun tidak akan bisa menutupi anak dalam perutnya.

Wanita itu bangkit dan menuju kamar mandi, menyalakan air hangat untuk menenangkan diri dan menghapus semua emosinya yang meluap. Setelahnya, ia membuka laptop untuk mencari hunian yang bisa ia tinggali dalam waktu dekat dan yang memiliki harga yang sesuai dengan uang yang ia miliki.

Dia akan pergi ke tempat yang sangat jauh, di mana Sagar tidak akan pernah bisa lagi menemukannya di kemudian hari.

***

Bella tidak menyangka jika dirinya akan tertidur dengan keadaan laptop terbuka. Sepertinya, kemarin ia terlalu sibuk mencari hingga tertidur. Padahal, tidur dengan posisi duduk bukanlah hal yang baik.

Rencana Bella saat ini adalah menarik uangnya yang ada dalam tabungan. Ia sudah meminta izin untuk tidak bekerja karena harus mengurus banyak hal. Ia akan pergi ke bank untuk me-nonaktifkan kartu bank-nya sementara setelah mengambil semua tabungannya, takut-takut jika akan ada yang mencari maupun melacak keberadaannya.

Setelah mengambil uangnya, Bella pergi menuju kantor pemerintahan. Ada hal yang harus ia urus, yaitu surat pengajuan cerai. Meski agak ribet, tetapi sebelum siang, ia sudah menyelesaikannya.

Lalu tujuannya terakhir Bella adalah sebuah mansion mewah yang terakhir kali ia kunjungi bersama Sagar. Sebelum benar-benar pergi, Bella ingin melihat kedua orang itu untuk terakhir kalinya. Satpam yang mengenalnya langsung memberikan izin untuk masuk. Mungkin karena belum mengatakan jika ia akan mampir, tidak ada Kakek Zoku dan Bibi Hana yang datang menyambutnya.

“Permisi, selamat siang,” salam Bella yang masuk dengan mudah.

“Iya? Loh, bukannya ini Bella?” Wanita yang tadinya terlihat terburu-buru pergi ke ruang tamu tersentak melihat wajah Bella yang familiar. “Ya ampun, kenapa datang tidak bilang-bilang?!”

Bella tertawa kecil. “Maaf datang tiba-tiba, tadi saya ada keperluan sebentar di daerah sini, jadi sekalian saja saya mampir,” ucap Bella basa-basi, sebenarnya ia memang sengaja ingin datang.

“Di mana Sagar? Kok tidak kelihatan anak itu?”

“Sagar masih bekerja, saya datang sendiri.”

“Sudah, sudah, ayo masuk! Kakek Zoku pasti senang kamu datang! Seharusnya, kamu dan Sagar sering-sering datang. Masa sekali sebulan saja tidak bisa? Seperti rumah kami jauh saja,” gerutu Bibi Hana di sepanjang jalan menuju Kakek Zoku. Bella hanya menanggapinya dengan tersenyum.

Tak lama setelah berjalan masuk, kedua wanita itu bertemu dengan seorang pria baya yang tengah beristirahat dengan membaca buku. Saat tengah asyik membaca, ia tidak sengaja menoleh dan mendapati keberadaan Bella.

“Bella? Kok bisa kamu ada di sini?” Kakek Zoku segera bangkit dari duduknya. ia terlihat terkejut dan senang dengan kedatangan istri cucunya itu.

“Sedang ingin mampir saja, kok,” balas Bella ramah.

Kedatangan Bella yang disambut dengan hangat membuat wanita itu merasakan sejenak bagaimana rasanya memiliki keluarga yang sesungguhnya setelah kedua orang tuanya meninggal.

Tujuan Bella kemari memang hanya bertujuan untuk mampir. Ia ingin melihat kondisi Kakek Zoku dan Bibi Hana untuk terakhir kalinya. Kedua orang itu memperlakukannya seperti anak sendiri. Sejujurnya, dengan pergi meninggalkan Sagar, Bella tahu ia akan membuat Kakek Zoku dan Bibi Hana sedih. Namun, Bella sudah tidak punya pilihan lain.

Cukup lama Bella berada di mansion keluarga besar Biruga itu. Ia merasakan jiwanya mulai damai dan tidak pusing memikirkan Sagar. Berada di tempat itu memberikan kenyamanan tersendiri bagi Bella. Bibi Hana menceritakan banyak hal, mereka saling bertukar canda dan sedikit gosip hangat, mereka juga makan siang bersama layaknya keluarga.

Tidak terasa, matahari sudah tergelincir. Terlalu asyik berada di sini membuat Bella terlalu nyaman dan lupa akan waktu. Segera ia pamit untuk kembali.

“Apa tidak sebaiknya kamu di sini saja sampai malam, nanti biar Sagar yang jemput kamu setelah pulang kerja,” tawar Kakek Zoku.

Bella menggeleng lemah. “Jangan, kasihan Sagar kalau masih harus mampir dulu dan tidak langsung pulang ke rumah,” tolak Bella. Ia juga merasa tidak enak jika terlalu lama berada di sini.

Kakek Zoku dan Bibi Hana pun tidak memaksa Bella. Mereka mengantarkan Bella sampai di depan gerbang. “Hati-hati di jalan, ya Nak,” ucap mereka dengan melambaikan tangan.

Bella yang menatap dua orang itu perlahan memunculkan rasa sedih saat membayangkan jika ini akan menjadi pertemuan terakhir mereka. Bella sengaja tidak memberitahukan rencananya untuk pergi dan bercerai dengan Sagar. Bella tidak tahu bagaimana harus menceritakannya. Semua terlalu rumit dan Bella tidak ingin semakin pusing.

Beberapa saat setelah mengendara, Bella akhirnya sampai di rumahnya, rumah yang akan segera ia tinggalkan. Sembari berjalan masuk, Bella meregangkan badannya yang terasa pegal. Sudah lama ia tidak pergi berkeliling seharian penuh. Itu cukup untuk membuatnya menyegarkan pikiran.

“Bibi Diana, aku pulang,” salam Bella setelah membuka pintu masuk.

Namun, yang menyambutnya bukanlah wanita paruh baya yang biasa melayaninya, tetapi seorang pria yang masih berpakaian jas. Pria itu duduk dengan bersandar pada kursi sofa, menatap tepat ke arah pintu–ke arah Bella.

'Tuan Sagar!' batin Bella terkejut. Ia tidak menyangka jika Sagar sudah berada di rumah. Jam segini memang waktunya pulang, tetapi Sagar bukan tipe orang yang langsung pulang ke rumah. Jadi, tentu saja Bella kaget melihatnya.

'Ada apa dengan pria ini? Kenapa akhir-akhir ini dia pulang cepat?' batin Bella sekali lagi bertanya-tanya.

“Dari mana?” Suara dingin itu terdengar menusuk telinga Bella yang berusaha berjalan masuk dengan mengendap-endap. “Aku dengar kamu hari ini ambil cuti.”

Deg!

Jantung Bella berdegup kencang. Matanya membelalak dan kepanikan menghampiri dirinya.

'Bagaimana dia tahu kalau aku sedang ambil cuti? Dia … dia tidak tahu kalau aku sedang bersiap untuk pindah, kan?'

“Apa kamu bertemu dengan pria itu lagi?” tanya Sagar sekali lagi.

Menyadari apa makna di balik ucapan Sagar, Bella memutar bola mata malas. Namun, di sisi lain, ia sebenarnya menghela napas lega. Jika Sagar bertanya seperti itu, berarti dia tidak tahu ke mana Bella pergi sejak pagi.

“Tidak usah memikirkan aku,” jawab Bella tidak peduli. “Kalau aku berkata aku pergi jalan sendirian kamu tidak percaya, kan?”

“Tentu saja. Kamu kan pembohong handal. Oh iya, kerjaanku akan sangat sibuk mulai besok. Jadi, aku tidak akan berada di rumah dalam waktu lama. Mungkin akan pulang sesekali saja.”

“Lalu?” Bella tidak paham. Tidak biasanya Sagar memberikan informasi mengenai tentang pekerjaannya. Dia selalu pulang dan pergi sesuka hatinya dan Bella pun tidak peduli.

“Di saat seperti itu, kamu pasti senang karena bisa menghabiskan banyak waktu dengan kekasihmu itu, kan?” Bella memutar bola matanya. “Asal kamu tahu, kamu bebas bertemu dengannya, tapi jangan pernah membawa pria lain ke rumah ini!”

“Iya, terserah kamu saja.” Bella mengiyakan dengan cepat dan segera masuk ke kamarnya.

Padahal tadi suasana hatinya sedang baik. Namun, sekarang perasaan Bella langsung kacau setelah berbincang dengan Sagar.

***

Beberapa hari setelahnya, setelah semua rencana kepindahannya matang, Bella segera melancarkan aksinya.

Setelah Sagar berangkat kerja, Bella membereskan kamarnya dan meninggalkan amplop berisi surat perceraian dan sepucuk surat untuk Sagar.

Dengan ini, maka Bella sudah benar-benar lepas dari pria itu. Memikirkannya saja sudah cukup untuk membuat Bella tersenyum kecil, seolah ada kedamaian yang terselip di antara rasa kesal di dadanya.

Dengan menyeret koper besar itu, Bella bergegas keluar dari rumah yang sudah ia tinggali hampir setahun ini. Bella menatap pintu itu untuk terakhir kalinya. Tidak ada kenangan yang menyenangkan jika Bella mengingat Sagar berada di dalam sana. Pelayan-pelayan di sana memang baik kepadanya, terutama Bibi Diana. Namun, itu tetap tidak bisa menjadi alasan bagi Bella untuk tetap tinggal di rumah itu.

***

Pekerjaannya akhir-akhir ini semakin melelahkan. Saat Sagar berkata sedang sibuk dengan pekerjaannya pada Bella beberapa hari yang lalu, Sagar tidak berbohong. Ia jarang pulang, bahkan tidur saja ia lebih sering tidur di luar. Namun, kali ini Sagar harus kembali untuk mengambil beberapa berkas dan pakaian ganti.

Hunian entah mengapa terasa sepi. Rasanya ada sesuatu yang kurang saat Sagar berada di dalam sana.

Bersambung ....

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status