"Putriku yang sangat kucinta dan kusayangi, maafkan jika selama kau berada di dalam kandungan Ibumu hingga usia sekolahmu, aku tidak hadir mengisi hari-harimu. Aku tidak ada untuk mengganti popokmu saat malam hari, membuatkanmu susu saat kau menangis karena haus. Aku tidak ada saat kau ingin berjalan-jalan di akhir pekan, menikmati hari libur dengan menonton bioskop, makan ice cream, berbelanja dan lain-lain. Maafkan aku, tidak mengantarmu di hari pertama sekolahmu. Tidak menjagamu dengan baik. Mungkin, aku adalah Ayah terburuk di dunia." Begitu dalam kata demi kata yang Nathan ucapkan. Ia berlutut di depan Key. Mengucapkan semua penyesalannya selama ini. Semua orang terharu dan menitikkan air mata.
Suasana taman menjadi hening, saat Key belum juga memberikan jawaban apa-apa atas semua pengakuan yang telah di ucapkan Nathan. Air mata Key jatuh membasahi pipinya yang mulus.
"Lalu, apakah sekarang kau akan menjadi Papiku untuk selamanya?" Pertanyaan Key membuat lega ha
Cukup lama Jihan menatap mata Arnold. Seperti sedang mencari sesuatu di dalam sana. Setelah beberapa menit, akhirnya Jihan menghela napas panjang. "Haaahh... Kau tidak akan pernah serius padaku! Terlebih, aku ini hanya lah seorang gadis kampung yang kolot dan tidak mengerti apa-apa tentang sebuah hubungan, selain cinta dan kesetiaan." Ucap Jihan dengan pandangan mengarah ke depan. "Bagaimana kau bisa mengatakan hal itu, jika kita belum mencoba menjalani sebuah hubungan yang serius?" Tanya Arnold heran "Sejatinya, kau adalah pria bebas selama ini. Kau tidak pernah terikat pada gadis mana pun dalam satu hubungan. Kau hanya bermain, bersenang-senang dan menganggap mereka hanya cinta satu malam. Bukan begitu?" Jihan kembali menatap wajah Arnold. Meski usianya lebih muda dari Arnold, pengalaman hidup Jihan sudah lebih banyak. Terlebih setelah bertahun-tahun ia ikut bersama Rachel. Banyak hal yang ia pelajari dari kehidupan Rachel dan sahabatnya, Bella.
Pagi ini di mansion, Rachel terlihat sedang sibuk merias dirinya sendiri. Ia akan berkunjung ke rumah tua untuk pertama kali dalam hidupnya. Begitu pun dengan Key, yang sedang bersiap di bantu oleh Jihan. Setelah melewati malam yang panjang, dengan aksi lamaran yang di lakukan Nathan tadi malam, Rachel nyaris tak bisa tidur memikirkan pertemuannya hari ini dengan orang tua Nathan. "Apa kau sudah selesai bersiap?" Nathan menghampiri Rachel dan memeluknya dari belakang. "Kurasa, hanya ini yang bisa kulakukan. Apakah seperti ini sudah pantas?" Riasan ringan di wajah, pewarna bibir merah muda, sebuah dress putih sebatas lutut dan high heels bewarna coklat muda. Tak lupa, tas tangan mungil bewarna senada dengan dress yang dia kenakan. Seperti itulah gambaran penampilan Rachel pagi ini. "Apa pun yang kau kenakan, kau akan selalu terlihat cantik dan menawan. Itu karena kecantikanmu yang sesungguhnya terpancar dari dalam hati." Nathan memuji Rachel dengan tul
Setelah lelah bermain, Frans dan Jeny kembali duduk di kursi. Di ikuti oleh Key yang sudah membawa segelas ice cream. "Key, dari mana kau dapatkan itu?" Tanya Rachel heran. "Nenek memberikannya padaku, aku sangat haus tadi. Nenek menyiapkan banyak makanan untukku, Mom." Dengan sangat antusias Key memberi tau Rachel. Jeny terlihat agak grogi dengan penjelasan Key. Frans lah yang selalu cepat tanggap menyelesaikan hal-hal kecil seperti ini. "Tak perlu malu untuk mengakuinya, sayang. Mami memang sengaja menyiapkan banyak jenis makanan dan minuman untuk menyambut kalian datang. Terutama Key. Mami ingin membuat Key betah bermain di sini. Bukan begitu, sayang?" "Ehm.. iya benar. Mami ingin Key betah di sini. Jadi dia bisa berkunjung kapan pun yang dia mau. Atau dia juga bisa menginap di sini, jika... Ibunya mengizinkan." Ucap Jeny dengan penuh perjuangan menyebut Rachel dengan kata Ibunya. "Tentu saja, jika Key ingin main ke sini, aku
Saat malam hari, Rachel sudah bersikap seperti biasanya. Seakan telah melupakan semua kejadian di rumah tua siang tadi. Rachel tampak sedang sibuk mengunyah puding-nya sambil menonton televisi. Key dan Jihan sudah tidur lebih awal, setelah selesai makan malam. "Sayang, apa yang kau makan?" Sapa Nathan yang berjalan ke arah Rachel. Rachel menoleh saat melihat Nathan sudah duduk di sebelahnya. " Ini puding mangga yang di buatkan Jihan tadi siang saat kita ke rumah tua." "Apa kau masih lapar?" "Tidak. Setelah menghabiskan ini, kurasa mataku akan mulai mengantuk karena perut yang kekenyangan." Jawab Rachel dengan menyuap potongan puding terakhir yang ada di dalam mangkoknya. "Ya, baik lah. Jika kau masih lapar, aku akan mengajakmu keluar untuk mencari sesuatu yang enak di makan." Tawaran Nathan sama sekali tidak menggoda bagi Rachel untuk saat ini. "Terima kasih, kurasa lain kali saja. Lagi pula, kau besok akan ada pertemuan dengan klien d
"Selamat pagi Papi dan Mami." Sapa Key saat melihat Nathan dan Rachel menarik kursi di ruang makan. "Selamat pagi kembali, sayang." "Selamat pagi, Tuan Putri." Jawab Rachel dan Nathan bersamaan. Jihan sibuk menyiapkan bekal yang akan di bawa oleh Key ke sekolah. "Jihan, biar aku yang mengantar Key hari ini." Titah Rachel. "Tapi kak, bukan kah kakak harus lebih banyak ber istirahat?" Jihan ragu untuk mengiyakan tawaran Rachel. "Aku sudah sembuh. Aku bisa sesekali mengantar Key ke sekolah. Agar badan dan pikiranku tidak terlalu terkekang di mansion ini." Jawab Rachel bercanda sambil tersenyum. "Kalau begitu, aku akan meminta Tuan Roy untuk bersiap-siap." Kata Jihan lagi, namun langsung di larang oleh Rachel. "Tidak... Tidak perlu. Aku akan pergi dengan motor hari ini." Rachel terlihat sedikit gugup saat ini. "Sayang, biarkan Roy yang mengantar seperti biasa. Kau boleh ikut dengannya jika memang kau bosan berada di
"Roy, kau bawa Key bersama pengasuhnya itu kembali ke kamar. Awasi mereka. Jangan sampai kau lengah, atau kau akan kehilangan kepalamu kali ini." Nathan serius dengan ucapannya kali ini. Roy bergidik ngeri. "Baik, Boss." Kemudian menuntun Key dan Jihan kembali ke kamar mereka. Saat ini, Jihan terpaksa harus sekamar dengan Key sampai situasinya aman. Agar Roy lebih mudah mengawasi keduanya. "Kau, ikut aku ke kamar." Nathan menarik tangan Rachel dengan paksa. Ia mencengkram pergelangan tangan kekasihnya itu dengan amat keras. Rachel meringis kesakitan. "Lepaskan tanganku! Aku bisa berjalan sendiri. Kau tidak perlu menyeretku seperti binatang." Pekiknya berusaha melepaskan cengkraman Nathan dari tangannya. "Diam lah. Binatang akan bersikap baik dan menurut jika mempunyai Tuan yang sayang padanya. Kurasa, kau jauh tidak berperasaan di bandingkan dengan binatang." Hardik Nathan dengan kasar. Rachel tak menyangka, Nathan sanggup berkata sekeja
Nathan kembali berjalan menuruni anak tangga. Sambil mencoba merenungi dan mencerna perkataan Rachel tadi. "Kenapa dia mengatakan hal itu? Dia terdengar sangat takut, jika Mami membawa Key. Apa mungkin Mami mengatakan sesuatu padanya? Aku yakin Rachel tidak akan bertindak nekat seperti itu jika tidak ada seseorang yang berusaha memprovokasinya. Mungkin kah itu Mami?" Nathan berkata pada dirinya sendiri sambil terus berjalan ke kamar penyimpanan anggur. Nathan mengambil sebotol anggur yang harganya sekitar tiga puluh jutaan. Hanya jenis anggur biasa, yang dia minum saat pikirannya sedang buntu karena sebuah masalah yang belum terselesaikan. Seperti saat sekarang ini. Nathan meminum anggur itu langsung dari botolnya. Ia menengguk anggur seperti minum air putih biasa. Pikirannya kacau, hatinya terluka dan terlebih lagi ia tidak tau bagaimana cara untuk meyakinkan Rachel. Bahwa tidak akan ada yang bisa merebut Key dari dirinya. Mereka bisa hidup bahagia bertiga.
Setelah menunggu hampir dua jam, Nathan melihat tangan Rachel yang mulai sedikit bergerak. Dia dengan cepat mengelus punggung tangan Rachel itu. "Emm.. di-dimana aku?" Tanya Rachel perlahan membuka matanya. "Kau di kamar kita, sayang. Masih di dalam mansion kita." Jawab Nathan lembut sambil membelai kepalanya lembut. Rachel yang melihat Nathan di hadapannya, seketika teringat sikap dan kata-kata kejam yang di lakukan Nathan tadi malam. Rachel memalingkan wajahnya dari Nathan. "Kenapa kau ada di sini? Dimana putriku?" Tanya Rachel tanpa melihat ke arah Nathan. Nathan menyadari arti dari sikap Rachel saat ini. Dia sama sekali tidak marah, bahkan dia mengutuk keras tindakan bodohnya tadi malam. Ia yakin, saat ini Rachel pasti sangat marah padanya. "Key sedang makan siang bersama Jihan. Tadi Jihan sudah membuatkan bubur untukmu, aku akan mengambilnya dan akan menyuapimu makan. Oke?" Tanya Nathan masih dengan sikap lembutnya.