Dokter Hana memiliki janji temu dengan Nayara di sebuah Cafe setelah seminar tentang kesehatan mental di salah satu kampus ternama.
Nayara sudah berada di Cafe itu lebih dulu, Dokter Hana baru datang setelah sepuluh menit Nayara menunggu sambil menyesap jus stroberi di mejanya.
“Maaf datang terlambat, apakah kamu lama menungguku?” sapa Dokter Hana begitu duduk di depan Nayara.
“Tidak, aku baru saja sampai. Dokter mau pesan apa?”
“Jus jambu saja dan sepotong cake coklat,”
Nayara segera melambaikan tangannya ke arah pelayanan dan menyampaikan pesanan yang baru saja Dokter Hana katakan.
“Bagaimana kabarmu?” tanya Dokter Hana.
“Semakin membaik,”
“Tapi kenapa aku masih menangkap kegelisahan di matamu?”
Sebagai seorang psikiater Dokter Hana bisa melihat bola mata Nayara terus bergerak tak tentu arah.
“Dokter,” Nayara memanggil wanita di
Gavin tertegun, ia bukan orang bodoh. Otaknya masih berfungsi dengan normal. Sebelum memilih untuk berada di sisi Nayara ia sudah mencari tahu banyak hal tentang penyakit Skizofrenia termasuk risiko yang akan Nayara jika ia hamil. “Anak adalah titipan, jika kita belum dipercayakan untuk itu. Maka mari kita menikmati waktu berdua seperti sepasang pengantin baru hingga rambut kita memutih!” jawab Gavin dengan membelai lembut rambut Nayara. “Lalu bagaimana dengan keluargamu? Mereka pasti ingin keturunan darimu?” “Masih ada Ara, aku baru saja merestui hubungan dirinya dengan Arka. Biarkan mereka melahirkan banyak anak hingga Nenek dan Kakek lupa mengeluh tentang kita,” canda Gavin dengan tersenyum cerah, seolah ia tak terpengaruh tentang masa depan keturunannya lagi. Nayara merengkuh perut Gavin dan memeluknya dengan erat. “Jika nenek dan kakek tetap tak merestui hubungan kita, apakah tak masalah untukmu memiliki suami yang jatuh miskin karena leb
Dava baru saja pulang dari berjalan-jalan di sekitar taman apartemen. Ia terkesiap saat melihat Arumi duduk berjongkok di depan pintu apartemennya. Rambutnya berantakan, wajahnya pucat dan bahkan ia bertelanjang kaki. Ada banyak goresan luka di telapak kakinya. Beruntung ia memakai syal yang menutupi wajahnya sehingga tak akan ada yang mengenali bahwa wanita yang tampak kacau ini adalah seorang artis.“Apa yang sedang kamu lakukan di sini?” tanya Dava dengan raut wajah yang cemas.Arumi mendongakkan kepalanya, menatap pria tinggi besar yang sudah ada di depannya. Matanya berkaca-kaca karena berhasil bertemu dengan Dava setelah melewati perjuangan panjang keluar dari penjara ayahnya.“Maafkan aku,” kata Arumi dengan wajahnya yang kusut dan kacau.“Apa yang kamu katakan? Tidak ada yang perlu di maafkan!”Dava membantu Arumi berdiri dan menuntun gadis yang lemah itu masuk ke apartemennya. Ia segera menyeduh segelas
Di kediaman Heru yang besar, beberapa jam kemudian mereka baru menyadari sudah kehilangan Arumi. Semula suasana tenang di dalam kamar adalah karena gadis yang selalu bersikeras untuk keluar itu sedang tertidur, tapi saat seorang pelayan menemukan sebuah tali panjang terbuat dari seprai dan juga selimut menggantung dari lantai dua ke lantai satu. Akhirnya mereka menyadari bahwa Arumi sudah melarikan diri.“Cari ke semua tempat, apartemennya, manajemen dan semua tempat yang bisa dikunjungi anak itu!” titah Heru. Ia takut Mika akan membuat masalah dengan melakukan klarifikasi bahwa jumpa pers yang sudah di lakukan pengacaranya kemarin adalah sebuah kebohongan .“Baik pak!” jawab pimpinan dari anak buahnya.“Aku akan mencarinya ke rumah Dava,” sela Mivi, “Dia pasti akan ke sana lebih dulu untuk menjelaskan semuanya pada Dava,”“Apa kamu butuh pengawal?”“Tidak Ayah, aku bisa melakukannya
Ara bekerja lembur di galerinya, tak banyak waktu yang tersisa jadi dia hanya membuat gaun yang sederhana tapi indah. Ini adalah pernikahan impiannya, jadi dia akan menjahit gaunnya sendiri. Ia bahkan memasang manik-manik di bajunya sendiri. Rasa kantuk dan lelah membuat jarinya sering tertusuk jarum, ia akan segera menyesap darah getir di ujung jarinya itu sebelum menodai gaun putihnya. “Makan malam datang!” sapa Arka begitu masuk. Saat pulang kerja ia sengaja lewat di depan galeri Ara dan melihat lampu di ruang kerjanya masih menyala. Arka kemudian menuju restoran terdekat dan membungkus makanan kesukaan Ara. “Bagaimana kamu bisa tahu aku masih ada di kantor?” Arka menunjukkan ekspresi wajah yang kecut, Ara sudah mengacuhkan semua pesan yang ia kirim sedari pagi. Ia kini datang di hadapannya dengan menenteng dua kotak makanan, tapi wanita yang ia harap bisa langsung memeluknya justru tak bergerak sejengkal pun dari gaun yang menyibukkan dirinya. “Ak
Gavin sedang sibuk di ruang kerjanya saat Tante Geby mulai memasuki ruangan itu. Gavin menghentikan aktivitas yang ia lakukan dan mempersilakan Tante Geby untuk duduk di Sofa panjang.“Apa ada hal penting Tante?” tanya Gavin mengawali pembicaraan.Ia merasa aneh saat Tante Geby mengunjunginya di kantor manajemen Stone. Ia bisa saja menelepon Gavin untuk datang ke gedung Leaf Corp atau berbicara saat di rumah. Gavin sudah bisa menebak bahwa ini berkaitan dengan pertemuan tidak sengaja dengan Nayara saat Tente Geby bersama Aleta.“Apakah kamu serius dengan wanita itu?”“Namanya Nayara,” jawab Gavin, ia tidak suka Tante Geby menyebut Nayara sebagai ‘wanita itu'.“Apakah alasan kamu merestui Arka dan Ara agar hubunganmu dan Nayara bisa mendapatkan restu dari kakek dan nenek?”Gavin menghela nafas, ia heran bagaimana Tantenya bisa mengambil kesimpulan seperti itu. Ia merestui Ara dan Arka hany
Tiga pria tampan sudah memasuki sebuah tempat Spa High class di sebuah hotel bintang lima. Senyum mereka merekah saat kembali lagi ke tempat di mana mereka bisa mengendurkan semua otot tubuh yang tegang setelah sekian lama bergulat dengan banyak masalah yang menumpuk.“Apa kamu yakin ini tidak masalah?” tanya Arka. Wajahnya tampak celingukan untuk memastikan bahwa tidak ada orang yang mengenalnya di sana.“Aman!” jawab Dava.“Jika Ara tahu, aku bisa di eksekusi di depan lapangan penerbangan!” Arka ketakutan, meski begitu ia tidak bisa melewatkan kesempatan untuk bersenang-senang sebagai pesta lajangnya untuk yang terakhir kali.“Vin, apa kamu sudah memastikan bahwa sekretarismu bisa menutup mulutnya?” tanya Dava.Gavin membentuk tanda oke dengan jemari kanannya.“Aku baru jadian dengan Arumi, jangan sampai di tahu aku berada di sini. Bisa habis diriku!” gumam Dava.Sementara
Tiga Srikandi sudah sampai di tempat Spa, mereka yang semula tak saling kenal baik kini saling berpegangan tangan untuk menangkap basah kekasih mereka.“Katakan di ruang mana Dava, Gavin, dan Arka berada?” tanya Ara dengan wajah sinis pada Si Resepsionis.“Maaf, kami tidak bisa membocorkan informasi tentang kamar pelanggan kami,”Ara mengarahkan tubuhnya mendekat ke arah meja resepsionis.“Aku adalah calon istri dari Arka, cepat katakan jika tidak ingin aku membuat keributan di sini!” ancam Ara.“Kalau begitu saya akan memanggil satpam untuk mengusir Anda, Nona,” jawab resepsionis itu tanpa ragu.Ara merasa jengkel kali ini ia terpaksa mengeluarkan jurus terakhir, dia menjelajah internet dan mencari artikel tentang keluarganya yang memasang foto lengkap keluarga mereka.“Lihatlah ini baik-baik!” kata Ara sambil menyodorkan artikel berisi fotonya, Gavin, Tante Geby, beserta Ka
Wajah tiga wanita yang penuh amarah kini berubah menjadi lebih teduh dengan senyum tipis di wajah mereka. Arka, Dava dan Gavin kini bisa bernafas sedikit lega tanpa mereka sadari bahwa di balik senyum itu tersimpan hal yang membahayakan dari niat terpendam mereka.“Berdirilah, aku memaafkanmu!” kata Ara.Arka menarik nafas lega, kini ia bisa bangkit dengan wajah bahagianya. Perkataan Ara juga di ikuti oleh Arumi dan Nayara sehingga Gavin dan Dava juga mulai berdiri dengan senyum yang cerah. Sesaat sebelum badai yang sebenarnya di mulai, mereka bersyukur sudah memiliki kekasih penyabar dan welas asih.“Tapi kami juga memiliki sebuah syarat untuk bisa memaafkan kalian,” kata Arumi.Tubuh pria yang baru berdiri tegap itu akhirnya terhuyung beberapa langkah ke belakang. Mereka akhirnya bisa memahami bahwa danau tenang yang terlihat dibalik wajah cantik tiga wanita itu memiliki arus air yang kuat di bagian dasar. Syarat itu pasti bukan