Tiga Srikandi sudah sampai di tempat Spa, mereka yang semula tak saling kenal baik kini saling berpegangan tangan untuk menangkap basah kekasih mereka.
“Katakan di ruang mana Dava, Gavin, dan Arka berada?” tanya Ara dengan wajah sinis pada Si Resepsionis.
“Maaf, kami tidak bisa membocorkan informasi tentang kamar pelanggan kami,”
Ara mengarahkan tubuhnya mendekat ke arah meja resepsionis.
“Aku adalah calon istri dari Arka, cepat katakan jika tidak ingin aku membuat keributan di sini!” ancam Ara.
“Kalau begitu saya akan memanggil satpam untuk mengusir Anda, Nona,” jawab resepsionis itu tanpa ragu.
Ara merasa jengkel kali ini ia terpaksa mengeluarkan jurus terakhir, dia menjelajah internet dan mencari artikel tentang keluarganya yang memasang foto lengkap keluarga mereka.
“Lihatlah ini baik-baik!” kata Ara sambil menyodorkan artikel berisi fotonya, Gavin, Tante Geby, beserta Ka
Wajah tiga wanita yang penuh amarah kini berubah menjadi lebih teduh dengan senyum tipis di wajah mereka. Arka, Dava dan Gavin kini bisa bernafas sedikit lega tanpa mereka sadari bahwa di balik senyum itu tersimpan hal yang membahayakan dari niat terpendam mereka.“Berdirilah, aku memaafkanmu!” kata Ara.Arka menarik nafas lega, kini ia bisa bangkit dengan wajah bahagianya. Perkataan Ara juga di ikuti oleh Arumi dan Nayara sehingga Gavin dan Dava juga mulai berdiri dengan senyum yang cerah. Sesaat sebelum badai yang sebenarnya di mulai, mereka bersyukur sudah memiliki kekasih penyabar dan welas asih.“Tapi kami juga memiliki sebuah syarat untuk bisa memaafkan kalian,” kata Arumi.Tubuh pria yang baru berdiri tegap itu akhirnya terhuyung beberapa langkah ke belakang. Mereka akhirnya bisa memahami bahwa danau tenang yang terlihat dibalik wajah cantik tiga wanita itu memiliki arus air yang kuat di bagian dasar. Syarat itu pasti bukan
Arka berhasil masuk setelah meninggalkan Dava dan Gavin yang masih termangu di depan. Kepala dua pria itu terasa sakit karena belum menemukan cara untuk menyusup ke dalam.Sejurus kemudian Dava mengeluarkan ponselnya dan dengan cepat menekan nomor Rangga, bar tender yang sudah lama berteman dengannya.“Bisakah kamu membantuku untuk masuk ke dalam? Bawakan seragam bartender untuk menyusupkan diriku ke diskotek!” pinta Dava.Beberapa menit kemudian Rangga keluar dengan seragam bartender yang sudah dibawa oleh Rangga.“Apa cuma ada satu seragam? Bagaimana dengan Gavin?” tanya Dava.“Hanya tersisa satu seragam, club sedang penuh pengunjung jadi semua pegawai bekerja malam ini.”“Maafkan aku Gavin, kamu harus memikirkan cara sendiri untuk masuk,” kata Dava sambil mengenakan seragam putih bartender di club ini.Gavin merengut, wajahnya penuh kejengkelan setelah melihat Dava kini bisa melenggan
Nayara terkesiap begitu menyadari Gavin sudah berada di depannya. Dua pria di sebalah Nayara kini beringsut pergi dari tempat duduknya setelah melihat ekspresi Nayara yang seolah baru saja tertangkap basah sedang selingkuh.“Apa aku datang di waktu yang salah?” tanya Gavin dengan wajah yang mengintimidasi.“Ti-tidak, kami hanya berbincang sebentar. Mereka adalah juniorku sewaktu di kampus dulu,” terang Nayara, namun penjelasan itu sepertinya tidak sampai ke hati Gavin. Pria ini masih saja menatap wajah Nayara dengan penuh kecemburuan.“Kenapa kamu berani sekali memakai baju sependek itu?” tanya Gavin.Bulu kuduk Nayara merinding ketika Gavin terus mendekat ke arahnya, ia berusaha menggeser tubuhnya perlahan hingga sampai di ujung sofa. Kini ia tidak bisa lagi menghindar, dan hanya mampu menelan ludahnya.“Bukankah baju seperti ini biasa digunakan saat ke club malam?”“Oh,”Na
Arumi semakin menggigil ketakutan saat Grek mendekatinya dengan nafas yang berat, secara refleks Arumi menyilangkan tangannya untuk menutupi bagian dada.Grek terkekeh melihat reaksi Arum, ia kemudian meremas dagu itu dengan kuat dan menghempaskan wajahnya ke samping.“Kamu pikir aku masih tertarik dengan wanita plastik sepertimu?” Ejek Grek.Arumi bingung, entah ia harus bersyukur atau merasa terhina.“Telanjangi dia! Aku masih butuh satu foto lagi untuk menjatuhkan dirinya jika dia mengancamku lagi di kemudian hari!” titah Grek pada pengawalnya.“Tidak! Jangan lakukan ini!” Arumi ketakutan saat langkah pengawal itu semakin mendekati dirinya.Brak!Pintu dibuka dengan keras dari luar, Dava berhasil menjebol pintu setelah menendangnya dengan keras.“Apa yang kalian lakukan adalah kejahatan! Hukum tidak akan tinggal diam,”Grek menunjukkan wajah yang sinis, ia tak goyah sedi
Di kediamannya yang megah, Arumi duduk melamun di ujung tempat tidur. Ibunya masuk ke dalam, dan melihat betapa menyedihkannya keadaan putrinya. Dia berusaha berkomunikasi dan menanyakan banyak hal pada anaknya, tapi gadis itu hanya diam mematung. Ia akhirnya membantu anaknya berganti baju dan mengelap tubuhnya yang penuh noda debu dengan handuk hangat. “Tak perlu khawatir, ayahmu sudah memastikan bahwa Grek tak akan menikmati sinar matahari lagi. Ia akan meringkuk di selnya yang dingin,” Ibu Arumi berusaha menenangkan anaknya yang masih diam membatu. Saat tangan lembutnya hendak membaringkan Arumi di tempat tidur gadis yang sedang duduk di ujung ranjang itu tiba-tiba mengalungkan tangannya ke perut ibunya. “Ibu, apa yang harus aku lakukan. Dia terlihat begitu terluka saat tahu aku telah membohonginya.” Ibu Arumi merasakan hatinya di tusuk pisau ketika melihat putrinya menangis dengan putus asa di pelukannya. Ia tak bisa melakukan apa-pun kecuali hany
Setelah sebuah kaki jenjang menariknya dari kerumunan wartawan dan membawanya ke dalam lift, pandangan yang tadi buram kini mulai mendapatkan cahayanya kembali. Pria yang tengah merengkuh bahunya adalah Dava, pria tampan yang selalu ada saat dirinya butuh pertolongan.Arumi menundukkan wajahnya yang memerah, ia tidak harus menatap Dava jika tidak ingin benteng yang baru saja ia bangun runtuh.“Kamu tidak harus melakukannya begitu jauh. Kamu hanya perlu jujur padaku tanpa harus mengatakannya ke seluruh dunia,” kata Dava. Begitu ia mendapatkan telepon dari Gavin soal jumpa pers yang akan di adakan Arumi, ia langsung loncat dari tempat tidurnya.“Aku harus sedia payung sebelum hujan, identitasku yang sebenarnya pasti akan terendus media suatu saat nanti.”Dava kehilangan kata-kata, bagaimanapun yang di katakan Arumi adalah kebenaran. Tidak mudah menyimpan rahasia tentang siapa dirinya, ia adalah seorang artis dengan banyak pesaing bah
Telepon Gavin berdering setelah rapat, ia menarik nafas dalam saat melihat panggilan telepon yang tertera adalah dari kedua orang tuanya. ‘Kabar tentang Nayara pasti sudah terdengar sampai telinga mereka,’ batin Gavin. “Aku di rumah besar, Pulanglah!” “Baik,” jawab Gavin sebelum menutup telepon dari Kakeknya. Ia menarik nafas dalam bersiap untuk badai yang akan segera datang, mengingat kakeknya bahkan jauh-jauh datang dari Bogor di usia tuanya. “Apa kamu tidak bisa mencari gadis lain?” Lelaki tua itu memekikkan suaranya begitu Gavin memasuki ruang tamu. “Dia adalah satu-satunya wanita yang ingin aku nikahi!” “Tidak, Cari yang lain! Aku tidak ingin wanita gila menjadi cucu menantuku!” “Kakek! Itu sangat keterlaluan!” untuk pertama kali Gavin meninggikan suaranya pada lelaki tua itu. Kakek Gavin tidak bisa menyembunyikan betapa marah dan kecewanya dia pada cucu laki-laki yang ia miliki. “Dia menderita Skiz
Ara bersiap di ruang tunggu pengantin perempuan, ia sangat cantik dengan balutan gaun pengantin putih off-shoulder dengan A-line dengan model ini bagian bahu dan leher Ara terlihat sangat indah dengan kulitnya yang seputih susu.Di dalam ruang itu Ara sedang di temani oleh Nayara dan juga Arumi yang tampak cantik dengan gaun bridesmaid model A-line berwarna biru laut.“Oh, ternyata kamu yang akhirnya di nikahi Arka?” kata Bela begitu memasuki ruang tunggu pengantin. Ia mengenakan gaun berwarna merah dengan belahan kaki hampir setinggi pangkal paha.Bela adalah teman kuliah Ara, ia pernah berpacaran dengan Arka satu tahun lalu selama satu bulan. Gadis itu masih tergila-gila dengan Arka, ia merasa sangat cemburu ketika Arka akhirnya memilih Ara sebagai pasangan hidup Arka.“Bagaimana kamu bisa masuk. Aku tidak merasa sudah mengundangmu!”“Kamu tidak mengundangku, tapi kakekmu mengundang ayahku!”Ara menghela