Mata Keanu berbinar setelah menemukan sebuah rumah sederhana di tepi pantai, ia turun dari mobil dengan membawa banyak hadiah. Senyumnya merekah lebar akhirnya bisa menemui kakaknya yang sudah dua bulan pergi tanpa kabar. tangan kanan lelaki itu mengepal, mengetuk perlahan pintu kayu bercat coklat yang telah pudar. Bik Sri membukakan pintu dengan perlahan, bukan senyuman yang terpancar untuk sambutan Keanu tapi malah mata merah yang sudah bengkak efek menangis dalam dua hari ini.
“Ada apa Bik? Apa ada yang tidak beres?” tanya Keanu begitu melihat raut kesedihan Bik Sri. Wanita tua itu malah menangis kencang, tangannya memukul-mukul ke arah dada Keanu. Wanita itu terus menangis tanpa menjawab pertanyaan Keanu. Kaki Keanu mulai lemas, barang bawaan yang sempat ia genggam dengan tangan kiri berjatuhan perlahan. Ia meninggalkan Bik Sri yang masih menangis di depan pintu dan mulai memasuki rumah kecil itu.
“Kak Yara, di mana kamu? Aku datang kak?&rdq
Satu hari setelah Gavin dihajar Keanu, ia mulai masuk kerja di kantor manajemen Stone. Luka lebam masih menghiasi beberapa daerah wajah, tubuhnya beraroma Koyo yang ia tempel di setiap sisi. Dava jelas terkejut melihat keadaan sahabatnya itu, entah apa yang terjadi pada Gavin. Sejak kejadian Ara di rumah Arka, mereka bertiga belum saling bertemu lagi.‘119. Ke kantor Gavin sekarang!’ bunyi pesan yang Dava kirim ke ponsel Arka.Dava belum berani bertanya pada Gavin, wajahnya terlihat dingin dan menakutkan. Dava lebih memilih menunggu kedatangan Arka untuk menginterogasi secara bersama. Ia hanya duduk diam di kursi tamu depan meja Gavin sambil membolak-balikkan majalah, matanya sesekali melirik ke arah Gavin yang sibuk mengecek berkas di atas mejanya.“Apa yang terjadi?” tanya Arka begitu masuk ke ruang kerja Gavin. Nafasnya naik turun karena bergegas datang setelah mendapat pesan 119 yang berarti keadaan darurat. Gavin langs
Mivi menemukan Mika sedang mengacak-acak lemarinya. Mika tak menyadari bahwa kakaknya sudah pulang kerja dan menatapnya dari balik pintu kamarnya.“Apa yang kau lakukan?”Mika ter jingkat mengerti Mivi sudah berada di kamar. Mivi mendekat ke arah Mika dengan tatapan tajam. Ia tidak suka Mika menyusup ke kamarnya tanpa izin.“Apa yang kau cari?”“A-aku ingin melihat apakah ada baju pestamu yang bisa kupakai!” jawab Mika ketakutan.Mivi tertawa terbahak-bahak, bagaimana mungkin Mika yang berat badannya dua kali lebih banyak dari dirinya mencari dress dari lemari bajunya. Tawa Mivi membuat Mika merasa malu, ia ingin menangis tetapi dengan keras ia membendung air mata itu. Mivi menggeser tubuh adiknya ke kaca lemari, mereka kini berdiri sejajar di hadapan lemari.“Look at this! Dari ujung kaki hingga rambut, we are different! Bagaimana kamu bisa berpikiran bajuku bisa muat untu
Ara sudah siap dengan baju perangnya, tekadnya begitu mantap ingin membumi hanguskan kemesraan yang tercipta antara Arka bersama wanita cantik di seberang mejanya. Ia tak peduli meski kakaknya yang menyeramkan berada di sana. Ia melangkah penuh percaya diri sambil menyibakkan rambutnya ke belakang. Gavin yang menangkap jelas langkah adiknya menuju ke meja mereka membuat ia dengan sigap berdiri dan melangkah menghampiri Ara. Sorot matanya tajam, ia mencengkeram lengan Ara dan menghentikan langkahnya.“Kembali ke mejamu! Jangan mempermalukanku di sini!” titah Gavin tepat di telinga Ara.“Aku hanya ingin menyapa saja kak!” alibi Ara. Gavin tak menjawab dan malah menatap tajam ke arah Ara.“Baiklah, aku akan duduk kembali,” jawab Ara lesu.Arka menatapnya dari seberang, hatinya tiba-tiba saja merasa sakit. Anastasya menyadari pandangan Arka yang tak teralihkan, ia akhirnya ikut memutar kepalanya menuju arah belakang penasar
Dava pucat pasi begitu mendapati Mika melakukan penawaran 100 juta untuknya. Rasa malu dan runtuhnya harga diri membuat kakinya mulai terasa lemas. Apalagi setelah Mika melakukan penawaran banyak mata yang menatapnya dengan kasihan karena mendapatkan tawaran tertinggi dari gadis gendut. Gavin dan Arka sama terkejutnya ternyata gadis yang sedari tadi hanya diam duduk di samping mereka bisa menawar Dava dengan harga sefantastis itu. Mereka merasa kasihan tetapi juga bahagia melihat temannya itu kini harus berkencan dengan seorang gadis gendut.“Tiga, dua, satu! Penawaran makan malam bersama Dava ditutup dengan angka 100 juta! Fantastis sekali!” teriak Mc, “Ayo kakak berbadan subur dengan baju kuning silakan naik!” MC berusaha keras menahan tawa tapi tidak bisa. Kini ia berbalik arah dan tertawa. Tawa itu jelas terlihat oleh Dava yang berada di sebelahnya.“Shit!” maki Dava lirih.“Sorry,!”Mi
Dava pergi dengan harga diri yang jatuh hingga ke dasar. Ia berharap besok tidak ada artikel berita yang memuat kabarnya menghadiri pertunangan dengan gadis gendut itu. Meski sangat kesal dengan Mika tetapi sisi lain hati Dava merasa kasihan pada gadis itu. Kesalahannya hanya satu, yaitu menjadi gadis yang lugu dan naif.‘Ini bukan salahku,’ batin Dava yang mulai di liputi rasa bersalah telah mempermalukan Mika di depan banyak orang, ‘Aku berharap dia tak muncul di hadapanku lagi!’ guman Dava sambil menaruh sebatang rokok di celah bibirnya. Gavin dan Arka menemukan Dava tengah terduduk sendiri di taman di temani asap rokok yang mengepul.“Beberapa hari yang lalu ada yang marah-marah ketika kedua sahabatnya menyimpan rahasia darinya, tapi ternyata dia sendiri juga menyimpan rahasia,” sindir Gavin sembari duduk di sebelah Dava.“Sudah umum jika orang lebih memilih menyimpan kejadian memalukan dirinya untuk mempertahankan h
Di dalam kamar mandi lagi-lagi Mika lebih memilih menyembunyikan air matanya dari balik ruang kecil. Ia menangis dalam diam, ada banyak orang yang menggunakan kamar mandi, ia tidak bisa lagi menangis tersedu dan membuat wanita lain lari ketakutan. Ia sudah cukup di permalukan hari ini dan tidak ingin diseret keluar oleh satpam karena mengganggu kenyamanan. Ia mengelap tiap tetes air matanya dengan tisu gulung, kepalanya di sandarkan pada dinding toilet. Ada beberapa kali pintu toiletnya di ketuk, tapi ia tak bergeming, “Gunakan toilet sebelah, bukankah masih banyak yang lain! Jangan antri di sini aku masih lama!” jawab Mika tiap kali pintunya di ketuk oleh pengguna toilet lain. Hari ini gadis itu hanya ingin menangis menghabiskan semua air mata yang tersisa untuk Dava, esok akan menjadi titik baliknya. Ia tidak ingin lagi menangis untuk lelaki yang telah mempermalukannya itu. Ia begitu di butakan oleh sikap baik Dava, tapi ternyata ia sama seperti kebanyakan pria lai
Seorang wanita berusia 50 lebih sedang menunggu Arka di depan apartemennya. Ia sudah menunggu sejak satu jam lalu, bel yang ia bunyikan tak membuat seorang-pun keluar dari rumah itu. Perempuan ini memilih menunggu sambil duduk berjongkok. Kaki tuanya tak cukup kuat untuk menopangnya berdiri lama. Kecantikan masih terpancar jelas dari kulitnya yang selalu ia rawat. “Kamu sudah pulang Nak?” Sapanya sambil berdiri menyambut kedatangan putranya yang sudah lima tahun lebih tak ia temui. Anaknya itu tak pernah menerima kehadiran ibunya sejak kejadian lima belas tahun lalu. “Bukankah aku sudah bilang, jangan temui aku lagi! Aku sendiri yang akan menemuimu saat jantungmu tak mampu lagi menopang dirimu!” kata Arka kasar pada ibunya. Kalimat sama yang pernah ia ucapkan lima tahun lalu untuk ibunya yang sedang di rumah sakit saat berpura-pura sakit hanya agar Arka mau menemuinya. “Ayah tirimu sakit parah, setelah kematiannya ibu akan menyerahkan semuanya padamu!” kata i
Di pinggir jalan raya Arka memarkirkan mobilnya, menatap ke arah galeri baju pengantin milik Ara. Kebetulan gadis itu sedang menghias manik pada gaun pernikahan di depan jendela kaca lantai ke dua. Tubuh kecilnya hilir mudik mengitari gaun pengantin, sesekali ia memegang dagu lancipnya dan menatap ke arah gaun memastikan bagian mana lagi yang perlu ia sulam dengan manik. Arka tersenyum tipis melihatnya dari jauh.‘Ini hari Minggu tapi sepertinya ia sangat sibuk' guman Arka, entah kenapa tiba-tiba setir mobilnya mengarah ke galeri Ara. Setelah kedatangan ibunya di apartemen Arka merasa sesak berada di sana, ia ingin keluar dan menenangkan diri, ia terus memacu mobil tanpa tujuan dan saat tersadar dirinya malah berakhir di depan galeri Ara, mengamati gadis itu dari dalam mobilnya.Arka menarik nafas panjang, ‘Astaga apa yang aku lakukan! Kamu harus sadar Arka ini tidak boleh!’Arka segera menyalakan mobilnya kembali, ia membutuhkan pelarian sebel