Mivi mencengkeram erat pena tajam yang semakin ia tekankan ke leher hingga membentuk cekungan. Rasa pedih mulai menyeruak tapi tak Mivi hiraukan, bahkan ketika tetes darah keluar dari goresan ujung pena itu, ia tetap tak bergetar sedikit pun.
“Letakkan itu? Kamu bisa terluka!” titah Ayah Mivi yang mulai khawatir melihat darah keluar dari leher putih putrinya.
Kaki Dava terasa lemas, bukan karena rasa khawatir pada Mivi yang hendak bunuh diri, tapi tindakan konyol itu sudah membuat rencana putus yang selama ini ia harapkan kini mulai terlihat sia-sia. Dava tersungkur lemas di lantai setelah tak mampu lagi menopang kenyataan yang ada di depan matanya sendiri.
‘Oh Shit! Sepertinya kisahku dan Mivi akan lebih lama daripada yang kuperkirakan,’ batin Dava.
Ayah Mivi menatap Dava yang terkulai lemah di lantai. Ia mengartikan itu sebagai bentuk cinta mendalam Dava pada putrinya yang begitu terluka melihat usaha bunuh d
Gavin memilih melanggar janji yang sudah ia buat dengan Anastasya, ia kini melangkah dan hendak menghampiri Nayara.“Boleh bunga itu untukku?” Langkah Gavin tiba-tiba terhenti setelah mendengar suara wanita paruh baya dari arah sampingnya. Saat Gavin mengarahkan pandangan ke sumbur suara, mendadak kakinya lemas. Wanita yang baru saja mengajak ia bicara adalah Dokter Hana, wanita yang memergoki dirinya beberapa hari yang lalu. Ia adalah dokter senior dan juga kepala rumah sakit Jiwa di sini.Anastasya melihat dari kejauhan Dokter Hana yang sedang menghampiri Gavin. Seketika itu ia langsung berlari kecil dengan wajah pucat pasi menuju ke arah mereka.‘OH Tuhan, apakah dokter Hana memergoki penyamaran Gavin?’ guman Tasya dengan putus asa.Tangan Gavin bergetar semakin kencang saat menatap wanita berjubah putih di depannya, getaran itu membuat bunga yang sedang ia pegang ikut bergerak tremor mengikuti irama tangan Gavin. Gavin se
Ara sudah menghabiskan waktu tiga hari di hotel. Ia terus mengabaikan panggilan dan juga pesan-pesan dari Arka. Pagi ini ia memutuskan kembali bekerja di galerinya.“Sudah tiga hari ini Arka terus datang mencarimu, sehari tiga kali ia datang ke galeri,” terang Via sahabat sekaligus sekretaris dari Ara.Ara masih diam tak menjawab, ia memilih melanjutkan langkahnya menuju ruang kerjanya. Saat membuka pintu ia melihat tiga bucket bunga sudah berjajar di meja kerjanya.“Itu semua dari Arka yang sudah rutin ia kirimkan tiga hari ini,” jelas ViaAra mendekat ke arah meja, jari lembutnya menyentuh perlahan bunga-bunga itu. Ia ingin tahu apa sebenarnya yang di inginkan Arka, bukankah sewaktu di rumah sakit ia sendiri yang mengatakan bahwa belum bisa menjadi ayah yang baik.‘Lalu ada apa dengan semua bunga-bunga ini? Apakah sebuah ketulusan atau hanya rasa bersalah?’ hati Ara di penuhi tanda tanya dengan perilak
Arka mendorong tubuh Anastasya yang semakin mendekap erat dirinya. Ada gurat wajah amarah yang coba Arka tahan.“Ini kantor Tasya, apa yang kau lakukan?” tanya Arka dengan nada suara meninggi. Wajah Arka jelas tidak senang pada perbuatan Anastasya.“Ma-maafkan aku tak mampu menahan diri,” jawab Anastasya dengan terbata-bata. Ia mulai ketakutan melihat ekspresi wajah Arka.Hatinya hancur, pria di hadapannya kini menatap dingin ke arahnya. Tak ada sikap hangat yang selama ini ia tunjukkan seperti biasanya. Dari cara Arka menolak pelukan darinya, Anastasya sudah bisa mengambil kesimpulan bahwa pria di hadapannya sudah berubah.“Duduklah!” pinta Arka tanpa menatap sedikit pun pada Anastasya. Mereka kini duduk berhadapan, tapi Arka tak menatap wajah Anastasya. Ia lebih memilih mengalihkan pandangan.Untuk beberapa saat mereka hanya duduk dalam senyap. Hawa dingin menyebar memenuhi ruangan, Anastasya hany
Ara tiba di kantornya, ia segera menuju lantai tiga tempat ruang kerjanya berada. Via yang sedang menyambut sepasang klien calon pengantin hanya bisa menatap pada Ara yang berjalan sambil setengah berlari. Wajah Ara carut marut, ia bahkan berlalu begitu saja tanpa menyapa para tamu di galeri seperti yang biasa ia lakukan.‘Ada apa lagi dengan dia?’ batin Via dengan menarik nafas dalam. Sedetik kemudian dia menarik senyum tipis ke arah dua klien.“Apa dia Arabella, desainer baju pengantin yang terkenal?” Mata calon pengantin wanita begitu berkilau setelah melihat Ara melewati mereka.“Bisakah baju pengantinku dibuatkan oleh dia? Aku bisa membayar lebih untuk itu,” pinta wanita yang merupakan pelanggan VIP di galeri Ara.Via tersenyum tipis, jika bukan karena dia tahu Ara sedang dalam emosi yang tidak stabil ia jelas akan mengiyakan secara langsung permintaan pelanggan VIP di hadapannya.“
Dava duduk di ujung ranjang hotel, bola matanya naik turun menatap wanita seksi yang berdiri di depan tubuhnya. Jemari lentik wanita itu segera merenggut gelas wine dan meneguknya secara nakal di hadapan Dava. Lidahnya menjilat lembut sisi cembung gelas wine, matanya menatap nakal ke arah Dava.Wanita ini adalah Claire, seorang artis berusia 30 tahunan dan janda satu orang anak. Ia adalah artis paling kontroversial di dunia hiburan saat ini, tidak ada prestasi yang berarti. Suaranya bahkan tidak merdu dan aktingnya sangat buruk, ia hanya mempertahankan popularitasnya dengan berbagai skandal.Claire adalah Friend with benefit bagi Dava, mereka sudah menjalin hubungan terlarang saat Claire masih gadis. Mereka berhenti ketika Claire menikah dengan seorang bule, tapi hubungan mereka kembali terjalin malam ini saat Claire sudah resmi bercerai.“Aku dengar kamu sedang menjalin hubungan dengan Mivi?” tanya Claire sambil melebarkan kedua kakinya dan kini duduk tep
Gavin memilih Nayara dan melepas semua hingar bingar lelaki cassanova yang selama ini ia sandang. Beberapa hari berpikir membuat ia mengetahui, tak akan pernah ada kebahagiaan lagi jika ia belum melakukan penebusan dosa pada Nayara. Ia tahu betul itu, dosanya pada Nayara bahkan menciutkan nyalinya untuk mengunjungi makam anak mereka.Ini adalah hari kedua ia bertugas sebagai tukang kebun di rumah sakit. Sejak kemarin ia hanya berani menatap Nayara dari jauh. Saat pagi wanita itu hanya duduk diam setelah merapikan rumput liar di taman bunga hortensianya. Saat siang ia akan menikmati makan siang di dalam kamar sendiri, setelah itu ia tak akan pernah keluar lagi dari kamarnya hingga ke esokan harinya.Gavin belum melihat Nayara ikut membaur bersama pasien yang lain. Ia seperti hidup di dunianya sendiri.Pagi ini Gavin masih mengamati Nayara sambil merapikan taman tak jauh dari wanita itu. Dokter Hana memang melarang Gavin langsung bertemu Nayara, ia ing
“Lintang kamu mau ke mana?” pekik salah satu pasien yang melihat lintang tengah berlari sekencang mungkin untuk keluar dari taman rumah sakit jiwa.Begitu mendengar suara teriakan itu Gavin dan Anastasya langsung menoleh ke arah Nayara yang sudah tidak berada lagi di kursi panjang tempat ia biasa duduk. Wanita itu justru sedang berlari menuju keluar rumah sakit. Secepat kilat Gavin segera berlari menyusul Nayara untuk menghentikan gadis itu.Banyak teriakan memanggil nama Lintang, tapi gadis itu tetap berlari tak memedulikannya. Ia seperti berlari mengejar sesuatu yang tidak bisa dilihat oleh semua orang. Langkahnya semakin menuju keluar gerbang, ia semakin dekat dengan jalan raya. Gavin menambah ritme gerakan kakinya, ia semakin dekat dengan Nayara, tapi wanita itu juga semakin dekat menuju jalan raya.Mata Gavin menangkap sebuah truk besar tengah menuju ke arah Nayara berlari tapi Nayara tak mengetahuinya, ia hanya berlari mengeja
Ara sudah mengemasi barang-barangnya, ia tengah bersiap menuju Australia bersama Tante Geby. Mata Ara menyapu ke sekeliling kamarnya, ini seperti perpisahan yang menyakitkan bagi Ara. Ia masih ingat betapa bahagianya dulu saat berusia 12 tahun bisa kembali ke Indonesia dan bersatu lagi bersama kakaknya. Ia kemudian menemukan dua kakak laki-laki lagi yang kemudian salah satunya menjadi orang yang sangat ia cintai, dan kini karena lelaki itulah ia akan kembali tinggal di Australia.Cintanya pada Arka adalah hal yang sangat mahal untuk di bayar bagi Ara, ia harus merelakan Indonesia, keluarga, pekerjaan bahkan impian pernikahan yang indah hanya untuk melahirkan secara senyap di negeri orang.“Apa kamu sudah siap?” tanya Tante Geby menghampiri Ara di kamarnya.Ara hanya tersenyum simpul kemudian menarik kopernya menjauh dari kamar. Setiap langkah, pikirannya tertarik kembali dengan berbagai kenangan di masa lalu. Ia ingat bagaimana Arka mengobati l