Share

Rio Kecelakaan

Fix, hari ini Rio tidak masuk kerja. Kemana dia? Pikiranku kacau jika mengingat kejadian kemarin. semakin yakin kalau Rio ada hubungannya dengan Kenzo. 

"Ta, Rio kecelakaan,"

Fandi mengabarkan, seperti petir tanpa hujan aku dibuatnya kaget setengah mati. Rio, tumbal. Semoga salah dugaanku. 

"Kecelakaan di mana?" tanyaku dengan mengatur nada bicara agar tidak bergetar karena menahan tangis.

"Entah, yang jelas dia ditahan orang,"

"Mak--sudnya?"

"Diculik mungkin, matanya dibuat luka,"

Astaghfirullah, Kenzo. Apakah dia? 

"Ta, kamu kenapa?"

"Engg--gak,"

Kulihat jam di tanganku, masih lama jika pulang kerja. ya Allah, aku mohon jauhkan Kenzo dari marabahaya dan jauhkan dia jika membahayakan orang lain. 

Dimana Rio dan Kenzo sekarang, kuraih ponselku mencoba menghubungi Kenzo. 

[Ken, lagi di mana?]

[Di luar, kenapa?]

[Jemput aku sekarang, bisa?]

[Kamu sakit? yaudah aku otewe sekarang]

Tita, apa yang kamu lakukan. Ini masih jam kerja. ah, bodo amat. Aku segera menghadap Mister Lee. 

"Sorry Mister, Saya izin pulang lebih awal, kepala saya sakit,"

"Pulanglah, ke dokter periksa kamu hah"

"Terima kasih, Mister."

Beruntung aku tak harus berdebat dengan mister Lee, biasanya harus pandai merayunya. Tak sembarangan orang bisa dengan mudah membuat dia mengiyakan izin. 

**

"Kita ke dokter langsung, Ta?"

"Gak lah, Ken. Aku cuma pusing saja,"

"Yakin, kamu? "

"Iya, Kenzo Alfarizi."

Bagaimana caranya aku mengetahui soal Rio, tak mungkin jika menanyakan langsung pada Kenzo. 

"Ken,"

"Iya,"

"Sehari ini kamu kemana?"

"Ketemu orang yang sudah merugikan usaha saya, kubuat perhitungan padanya"

"Maksud kamu?"

"Dia merugikan usahaku,"

"Terus kamu balas dendam?"

"Iyalah," Degk, berarti kemarin Rio dan dua teman Kenzo? transaksi apa mereka? 

"Ken, aku haus. Bisa kamu beliin minuman teh manis dingin?"

Kenzo berhenti di depan mini market. 

"Sebentar, ya," pamitnya turun dari mobil. 

Aku lihat handphone nya dia tinggal, ini kesempatanku mencari tahu tentang usaha Kenzo dan hubungannya sama Rio. 

Duarrrr  ...!!!! 

Kulihat foto serbuk putih yang kuyakini itu Narkoba. Foto yang kulihat dikirim dari akun bernama Rio. Astaghfirullah, jadi kemarin mereka transaksi Narkoba. Lalu, Rio? Bagaimana keadaan Rio sekarang, apa yang dia perbuat pada Kenzo sampai Kenzo murka terhadapnya. 

Aku segera meletakan ponsel Kenzo saat kulihat dia keluar dari mini market. 

"Nih," 

Kenzo menyodorkan minuman teh dalam kemasan botol. 

"Terima kasih, Ken,"

Aku masih sangat syok mengetahui calon suamiku seorang bandar Narkoba. Juga gengster kelas atas. 

"Kenapa tanganmu gemetaran, Ta?" 

sepertinya dia curiga, aku mulai mencoba bersikap biasa padanya. 

 "Sepertinya aku lapar,"

"Ya ampun, Tita. kenapa gak bilang,"

"Maaf," ujarku tersenyum

"Yasudah, yuk kita makan,"

Aku mengangguk setuju. 

***

Kuketuk pintu rumah yang berdinding warna biru, rumah minimalis yang cantik menurutku. 

"Tita," sambut seorang wanita paruh baya terlihat kaget. Aku segera menyalami calon mertuaku itu. 

"Sehat, Mi?" 

"Alhamdulillah, Nak, kamu gimana. Ayo masuk sini duduk sama Umi,"

"Abi, kemana, Umi?" tanyaku mencari sosok yang kupanggil abi. 

"Lagi dzikir di kamar, Sayang,"

"Oh,"

"Tumben gak sama, Ken, pasti dia sibuk ya?"

"Tita tadi beli obat untuk, Ayah, sekalian mampir saja,"

"Sakit apa, ayahmu?"

"Biasa, Umi, penyakit orang tua,"

"Eh ada mantu yang cantik," seru Abi yang keluar dari kamar. Aku bangun dan segera menghampiri beliau. 

"Sehat, Bi?"

"Alhamdulillah, Nak." 

Kami asyik berbincang, sambil kukorek bagaimana Kenzo jika di rumah. Apa saja yang dilakukan dia. Ternyata Kenzo di mata orang tuanya adalah anak yang baik dan patuh. Juga tak pernah tinggal solat. Pencitraan yang luar biasa perfect. 

"Loh, Sayang, ke rumah ko gak ada bilang kan bisa aku jemput," 

Tiba-tiba Kenzo datang, Dia menyentuh kepalaku. Hangat, sayang dia bandar narkoba. Lembut ketika berhadapan denganku dan orang tua tapi beringas ketika bertemu teman-temannya. Aku merasa dia punya kepribadian ganda, atau itulah yang disebut alter ego? aku tak bisa membenci dia. 

Ponsel Kenzo berbunyi, ada notifikasi pesan. 

"Siapa, Ta, coba baca?"

Tumben, pikirku. 

[Gue bakal lapor polisi kalau sampe 24 jam dari sekarang lu gak balikin tuh barang]

Astaga, gemetar aku membaca pesan tersebut. Masih ada Umi dan Abi, apa yang harus aku katakan pada mereka. 

"Ta, dari siapa?"

"Cuma pesan dari provider,"

Koor semuanya ber"o" ria. Maafkan saya, umi, abi. Kenzo melihat kegelisahanku, ia mengambil ponselnya dan membaca sendiri pesan itu. 

Kenzo menatapku tajam, kutundukan pandanganku. Dia pamit sama kedua orang tuanya untuk mengantarku pulang. 

"Kenapa berbohong?"

"Lalu, kamu mau umi sama abi tahu?"

"Kamu sekarang sudah tahu, Ta, apa yang akan kamu lakukan?"

"Aku akan nego sama, Rio,"

ngiiikkkk, Kenzo mendadak mengerem mobil. 

"Lu tau Rio? atau jangan-jangan dia cowok elu," Kenzo mulai bernada tinggi. 

"Dia teman kerjaku"

"Apa?"

"Iya, Rio itu teknisi di tempat kerjaku,"

"Mulai besok kamu berhenti bekerja di sana"

"Loh, kenapa harus aku?"

"Nurut gak?"

"Harusnya kamu yang tinggalin kerjaan kamu, Ken,"

"Jangan atur gue, paham lu"

tunjuknya ke depan mukaku. aku manut terdiam, khwatir dia membuatku terluka atau bahkan ah sudahlah. 

"Ken--"

"Gimana kalo Rio melaporkan kamu?"

"Jangan pikirin gue, Tita, gue tau apa yang harus gue lakuin."

"tapi abi sama umi?"

"Gue pastikan mereka tidak akan tahu apapun tentang gue, kalau sampe tau lu tanggung akibatnya,"

"Yasudah, kembalikan barang milik Rio,"

"Diam, kamu gak tau apa apa"

 Dan aku memang harus diam, harus kucari sendiri barang apa yang dimaksud Kenzo. Aku harus menyelamatkan perjodohan ini, oh tidak, bukan perjodohan kami tapi keluarga kami. Harga diri keluarga kami harus kami jaga, terlebih keluarga Kenzo yang notabene dari keluarga yang memiliki pesantren. 

Aku meminta Kenzo menurunkan aku di jalan babakan, aku mau mengambil baju yang kujahit di rumah bu Ratih. mumpung satu arah, malas kalau sengaja datang ke rumah bu Ratih. 

"Aku tunggu di mobil," ujar Kenzo. 

"Kamu pulang saja, sudah dekat rumah ini ko,"

"Yakin kamu?"

"Iya, Ken,"

"Baik, inget satu hal jangan campuri urusan aku. jangan sampai Rio tau kalo kamu calon istriku, itu bisa membahayakan nyawamu. Camkan itu!!"

aku mengangguk, tak terasa air mata jatuh disudut mataku. Mengapa harus seperti ini nasibku Tuhan, bagaimana jika ayah tahu siapa Kenzo. tapi ayah memang harus tahu, karena apa yang akan kujalani ini perihal pernikahan yang sakral dan sekali seumur hidup harapanku. 

aku sampai di rumah bu Ratih, tanpa kusengaja karyawan bu Ratih sedang berbincang tentang seseorang yang matanya dicongkel. Apa Rio yang mereka maksud? Haruskah aku bertanya pada mereka? Pusing kepalaku mengingat semuanya. Semoga semua baik-baik saja

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status