“Yuk kita rehat, malam udah semakin larut,” sambung Randi mengajak Ridwan beristirahat.“Ya Bang,” Ridwan nampak semangat karena keresahannya tadi seperti terjawab dengan solusi yang diberikan Randi mengajaknya untuk pulang ke Padang bulan depan.Hari sabtu sore di kantor tempat Iptu Yoga bertugas, dia dan beberapa orang temannya duduk di sebuah ruangan terbuka, dari gaya mereka ngobrol jelas bukan tengah membahas hal serius berkaitan dengan tugas mereka.“Gimana Yoga, kamu udah ada pasangan belum untuk menghadiri pesta pernikahan Rudi besok siang?” tanya salah seorang temannya sesama polantas.“Belum tuh, Rama. Emangnya harus ya dengan pasangan ke acara pesta itu?” Iptu Yoga balik bertanya.“Harus sih nggak, cuma nggak srek aja dipandang jika kita ke sana tampa membawa pasangan. Kalaupun bukan istri atau kekasih minimal teman wanitalah,” jawab temannya yang dipanggil Rama itu.“Siapa ya, cewekmu itu ada nggak temannya yang bisa aku ajak jadi pendamping besok siang?”“Ada sih tapi mer
Setelah berpamitan pada Eva, Kintani pun turun dari kos-kosannya yang berada di lantai paling atas dari tiga lantai bangunan kos-kosan itu menghampiri pria tampan pemilik mobil fortuner itu. Kintani yang hanya mengenakan gaun pesta sederhana itu nampak perpect sekali kecantikannya, pria pemilik mobil fortuner yang tidak lain adalah Iptu Yoga dibuat terkesima dan grogi saat mahasiswi kedokteran itu telah berada di halaman kos-kosan berjalan ke arahnya. Kintani sendiri sempat risih, saat ditatap sedemikian lekat oleh Iptu Yoga ketika ia tiba di depan mobil fortuner itu. “Jadi berangkat sekarang, Bang?” tanya Kintani. “I..iya jadi Kintani, mari,” Iptu Yoga tergagap dan tersadar akan terkesimanya memandang Kintani. “Tempat pestanya jauh ya Bang dari kos-kosan ini?” Kintani kembali bertanya saat dia telah berada di dalam mobil di samping Iptu Yoga yang akan mengemudi mobilnya. “Nggak jauh kok, palingan 15 menit perjalanan juga kita sampai di sana,” jawab Iptu Yoga seakan tak berani m
“Iya juga sih, semuanya datang berpasangan.” “Nah, karena itulah aku minta bantuanmu kemarin untuk menemaniku datang ke acara ini. Segan rasanya jika datang sendirian,” ujar Iptu Yoga. “Ya aku mengerti alasan Bang Yoga mengajakku ke sini.” Seperti yang telah dijanjikan Iptu Yoga, sebelum waktu magrib datang ia mengantar Kintani pulang ke kos-kosan. Karena di waktu sore hari itu para penghuni kos hampir seluruhnya berada di kos-kosan tentu terlihat ramai, ada yang duduk di depan ruangan kos-kosan di setiap tingkatnya, ada pula yang duduk di tempat khusus menerima tamu di sisi kanan depan bangunan kos-kosan itu. Kintani dan Iptu Yoga pun tak luput dari perhatian dari penghuni kos-kosan, saat mereka turun dari mobil fortuner itu. Tapi Kintani dan Iptu Yoga bersikap santai saja, seolah-olah mereka tidak memperdulikan banyaknya pasang mata yang tengah tertuju ke arah mereka berdua. “Mampir dulu, Bang,” tawar Kintani. “Nggak usah Kintani, lain kali aja bentar lagi magrib. Terima kasih
“Boleh aja Bang, tapi kalau mau ke sini Bang Yoga harus kasih tahu dulu soalnya bisa jadi aku lagi di kampus atau lagi di luar,” jawab Kintani. “Oh, tentu saja. Aku paling ke sana di jam-jam istirahat tugas atau hari di mana aku memang libur bertugas.” “Aku juga paling hari minggu ada di kos-kosan seharian dari pagi hingga sore Bang, kalau siangnya nggak jalan bareng teman-teman keluar,” ujar Kintani. “Ya udah, kalau mau bertamu ke sana nanti, aku akan kasih tahu. Assalamualaikum,” ucap Iptu Yoga. “Waalaikum salam,” Kintani menutup panggilan di ponselnya. “Ehem, aku bilang juga apa Bang Yoga itu pasti ada rasa sama kamu, Kintani. Kalau nggak mana mungkin dia pengen datang segala bertamu ke kos-kosan ini,” Dila mulai menggoda sahabatnya itu. “Loh, masa aku tolak teman yang akan bertamu ke sini?” ulas Kintani. “Masalahnya kamu selama ini nggak pernah tuh terima tamu cowok di kos-kosan ini, terkecuali Bang Ridwan. Hemmm, pasti kamu juga ada rasa ya sama Bang Yoga?” tebak Dila. “A
Toko Gita di samping besar dan luas juga bertingkat, di dalam ruangan toko itu juga terdapat toilet yang bisa digunakan oleh para karyawan dan pengunjung. Begitupun di lantai atas juga ada toilet dan kamar mandi yang biasa digunakan Randi dan Ridwan menjelang waktu magrib datang. Di lantai 2 itu tempat stok barang-barang yang sebelumnya diantar oleh pemasok, sebenarnya di sana dapat juga digunakan jika sekedar untuk tempat sholat karena masih tersedia ruang kosong, akan tetapi karena masjid tidak jauh dari toko Randi dan Ridwan lebih mengutamakan sholat berjama’ah di masjid itu dibandingkan di lantai atas toko. Jika Pak Rustam sebelum lebaran kemarin kerja sebagai pemanen di salah satu perusahaan perkebunan kelapa sawit di kenagarian MK hingga jam 5 sore, namun sejak Ridwan membeli lahan untuk perkebunan seluas 2 hektar dari hasil kerjanya di pasar raya Padang yang ia simpan beberapa tahun, Pak Rustam kini pulang dari perusahaan itu lebih awal antara jam 12 hingga jam 1 siang. Seba
“Hemmm, luar biasa idemu. Aku yakin mereka makin senang berlangganan ke toko kita,” puji Gita. “Mudah-mudahan aja, Kak. Kalau kita melayani mereka dengan sangat baik, aku rasa mereka akan senang berkunjung dan berbelanja di toko Kak Gita itu,” tutur Ridwan. “Oh ya Kak, aku mau minta izin untuk pulang ke Padang lihat Papa dan Mama. Karena memang lebaran yang dulu, aku dan juga Kak Gita nggak bisa pulang,” ujar Randi. “Kapan rencananya kamu mau pulang?” tanya Gita. “Bulan depan, Kak. Tentang harinya nanti akan aku cari di mana hari-hari itu pelanggan yang berkunjung ke toko nggak terlalu ramai, aku juga minta izin untuk membawa Ridwan ikut serta denganku pulang ke Padang,” pinta Randi lagi. “Mengajak Ridwan juga? Untuk apa?” Gita merasa heran dan penasaran. “Di samping untuk nemani aku pulang, Ridwan juga ingin bertemu dengan Kintani. Katanya sih Ridwan udah membuat keputusan untuk memperjuangkan cinta mereka, jadi dengan mengajak Ridwan ke Padang dia bisa bertemu Kintani dan tent
Kamis malam tepat jam 9 Ridwan dan Randi seperti biasa pulang dari toko, setelah ngobrol beberapa menit menjelang waktu istirahat bersama Gita dan suaminya di ruang depan yang kebetulan saat itu si kecil Nisa sudah terlelap tidur di kamarnya, Ridwan dan Randi pun menuju kamar mereka masing-masing. Entah karena besok libur tidak pergi ke toko seperti hari-hari sebelumnya malam itu Ridwan belum juga pejamkan matanya, ia bahkan sengaja membuka pintu kamar saat ia berdiri dari posisi tubuhnya tadi berbaring di ranjang. Sebatang rokok ia keluar dari bungkusnya lalu disulut menikmati sambil duduk di kursi yang ada di kamar itu, pandangannya tertuju ke langit-langit kamar beriring asap yang ia hembuskan dari mulut. Ridwan ternyata tengah mengingat kembali awal pertemuannya hingga menjalin kasih dengan Kintani, ia semakin larut dalam lamunannya. Beberapa Tahun yang lalu........... Minggu pagi Ridwan yang telah siap untuk menuju pasar raya Padang tempat keseha
“Wah, sama dong. Aku juga berasal dari Pasaman Barat di kenagarian P,” Kintani menjelaskan di tengah rasa terkejutnya, karena dia dan Ridwan ternyata berasal dari daerah yang sama hanya saja berbeda kenagarian. “Oh ya? Kamu di kota ini juga bekerja Kintani?” “Nggak, aku kuliah di sini.” “Kuliah? Kuliah di mana?” kembali Ridwan bertanya. “Di Falkutas Kedokteran Universitas A. Dan sekarang aku udah masuk semester 3.” “Hemmm, calon dokter dong,” ujar Ridwan dengan senyumnya. “Ya, mudah-mudahan cita-citaku itu nantinya tercapai,” harapan Kintani seraya balas tersenyum. “Amin,” ucap Ridwan. Saking asyiknya ngobrol di dalam mobil jazz yang dikemudikan Kintani, tak terasa mereka pun tiba di pasar yang hendak dituju. Setelah memarkirkan mobil dan saling bertukar nomor ponsel, Ridwan pamit untuk lebih dulu masuk ke dalam pasar, sementara Kintani yang memang ingin mencari sayur-sayuran segar serta keperluan untuk memasak pagi itu tidak ikut masuk, karena yang ia cari berada di area luar