Ia memegang tanganku, “Mendengar kamu mengatakan itu, aku jadi ingin memanggilmu idiot. Cepat ceritakan, apa yang terjadi padamu?”
Aku menghela napas, “Jangan memanggilku wanita bodoh setelah kamu tahu apa yang terjadi denganku. Jika kamu berjanji, aku akan menceritakannya.”
“Kamu mengatakan itu membuatku ingin memanggilmu wanita idiot mulai sekarang. Tapi karena aku penasaran, aku akan berjanji tidak akan memanggilmu wanita idiot.”
Aku menggaruk kepalaku, “Kamu sudah berjanji, jadi jangan melanggarnya!”
Yumna mengangguk, “Iya, cepat ceritakan!”
Aku menyugar rambut ke belakang, “Jadi saat aku tiba di kota tempatku berkuliah, aku tidak tahu bagaimana, tapi koperku tertukar. Aku sadar saat sudah datang di tempat kosku, aku menghubunginya karena ada informasi pribadinya di dalam koper. Aku dan pria asing ini bertemu di Kafe dekat tempatku tinggal.” Yumna langsung memotong.
“Uang tabukanku akan habis, aku tidak bisa selamanya menumpang di tempat Yumna.” Aku berujar lirih, ujung tanganku memijit pangkal kening.Aku menatap komputer jinjing di atas meja, “Tidak apa, lagipula aku tidak akan kuliah lagi.”Air mataku menetes, “Aku ingin kuliah sejujurnya. Tapi sampai kapan aku akan bersikap egois? Aku sudah merasakan hidup yang baik saat ayah ada, sekarang adikku tidak akan merasakan kebahagiaan lagi. Setelah ayahku tiada, Javin dan Joana kesepian dan hidup serba kekurangan.”Setelah memindahkan beberapa data-data penting dari komputer jinjing, aku mengiklankannya di Internet.“Aku tahu ini tidaklah mahal, tapi aku yakin uangnya bisa bertahan sampai aku menemukan pekerjaan.”Aku sudah mengirimkan beberapa surat lamaran pekerjaan, belum ada satu pun yang menghubungiku, aku sedikit stress dibuatnya.Javin masuk ke dalam kamar, “Kakak, apa aku boleh ikut Club Dance?
“Mana adikmu?” ini adalah pertanyaan yang kesekian kalinya.“Sebentar lagi adikku akan keluar.” Aku pun menjawabnya dengan jawaban yang sama.Ia diam samabil menatap jalanan, “Mana adikmu?”“Kalau kamu tidak bisa menunggu, kamu bisa pulang sekarang, Adam.” ucapku dengan senyuman tipis.Ia menggaruk kepalanya, “Kamu tidak merasa kepanasan?”Aku menatap batang lehernya, “Kulitmu memerah, sepertinya terbakar, ya?”Adam sedikit melompat menatapku, “Benarkah? Apa bisa kamu memeriksanya lebih dekat?”Aku mengangguk, “Mendekatlah,”Tubuhnya mendekat, aku memeriksa batang lehernya, “Apa ini terasa panas?”Ia mengangguk, “Sedikit. Alice, apa aku akan menjadi butiran debu seperti vampire?”Hilang sudah rasa kasihanku padanya atas kalimat yang baru Adam katakan. Aku menatapnya datar, “Tidak, kamu akan
“Alice, semangat bekerja! Ini adalah hari pertamamu, jadi kamu harus berhati-hati.” Aku mengangguk samar.“Aku mengerti, terima kasih, Yumna.”“Aku dengar dari Jo, kemarin kamu membawa pria. Apa itu pacar barumu?”Aku menggeleng, “Tidak, dia temanku.”Yumna mengangguk, “Ah, benarkah? Jo bilang pria kemarin mengajak ke taman bermain. Wah, Alice memiliki wajah cantik adalah kelebihan, belum lama kamu di sini sudah ada pria yang tertarik padamu. Sedangkan aku, pria yang kusukai tidak tertarik padaku, pria asing pun tidak ada yang tertarik padaku.”Aku memandang Yumna datar, “Aku tidak tertarik padanya, kalau kamu suka aku akan mengenalkannya padamu.”“Oh, jadi pesona pria kemarin masih jauh dari mantan pacarmu, ya? Apa pria kemarin tampan?”Aku mengangguk, “Ya, lumayan, tapi otaknya sedikit terganggu.”Yumna menjawab dengan kekehan keci
“Alice, apa kamu tidak pusing membaca buku itu terus-terusan?”Aku menggeleng tanpa mengatakan apapun.Ia kembali mendumel, “Ah, semua gara-gara si cabe itu, kamu jadi tidak menjawab pertanyaanku.”Aku menutup buku lalu menatapnya tajam, “Adam, aku sedang belajar, kalau aku gagal nanti malam, aku bisa dipecat.”Adam menjawab dengan kekehan di bibirnya, “Baiklah, ternyata kalau kamu serius terlihat seperti monster. Menakutkan!”Aku hanya meliriknya saja.Aku mengampil ponselku lalu menatap jam, “Astaga, bagaimana ini Javin dan Joana sebentar lagi pulang. Aku lupa memberitahu Javin kalau hari ini aku sudah bekerja.”Adam menatapku, “Ada apa? Kenapa wajahmu seperti orang ketakutan?”Aku menggeleng saja, “Tidak ada.”“Kalau ada sesuatu, katakan saja. Aku akan membantumu.”Aku menggeleng, “Tidak perlu. Tidak ada masala
Aku memijit kepalaku, terasa sangat pusing. Adam berucap membuatku menoleh menatapnya, “Ada apa? Kenapa kamu memanggilku?”“Kamu membutuhkan bantuan? Aku sedang menganggur, aku bisa menolongmu.” Aku menggeleng.“Tidak, ini tugasku. Aku yang harus mengerjakannya.”Ellie menimpali, “Astaga, nasibmu malang sekali mengerjkaan yang bukan tugasmu. Kamu terlihat kesulitan, mau kubantu, Alice?”Aku menggeleng, bagaimana bisa aku membiarkan orang lain mengerjakan tugasku. Ini hanya tugas mudah, tidak wajar jika aku meminta bantuan Adam maupun Ellie.“Tidak, aku bisa mengerjakannya. Terima kasih.”Ellie menghela napas, ia tersenyum lalu menjawab, “Hm, baiklah. Katakan kalau kamu kesulitan, jangan ragu aku akan membantumu.”Adam menatap jam tangannya, “Lihat, sebentar lagi jam pulang. Kalau kamu lupa, nanti malam kita akan rapat. Tugas dari cabe lebih penting daripada
Sejak kemarin, Adam selalu mengirimiku pesan singkat. Ia berkata berulang kali di dalam pesan singkat, “Alice, datanglah ke kantor. Jangan takut, aku tidak akan membiarkanmu diusir oleh David.”Atau ….“Jika kamu tidak bekerja di sini, aku juga tidak akan bekerja. Aku tidak suka bekerja tanpamu, Alice!”Membaca pesan singkat yang dikirimkan Adam membuatku terkekeh pelan. Aku jadi membayangkan bagaimana wajahnya saat mengetikkan pesan itu, sudah pasti sangat menggemaskan. Eh ….Aku menatap ke depan, saat ini aku sedang bekerja menjadi kasir di supermarket dekat rumah. Gajinya tidak sebesar gaji perusahaan tempatku bekerja kemarin, tetapi tak masalah setidaknya aku tidak menganggur dan mendapatkan pemasukan.“Ini saja, kak? Apakah tidak ingin pulsa? Pulsa sedang diskon, kak.” Ujarku ramah.Pelanggan menggeleng, raut wajahnya terlihat datar sekali. Aku meneguk ludahku dan segera memberikan belan
Ini sedang istirahat makan siang sekaligus pergantian shift. Saat pulang pun wnaita yang bersamaku sejak tadi masih saja bersikap seolah sedang memusuhiku. Sampai sekarang pun, aku tidak tahu apa kesalahanku.Saat aku pergi ke bilik ganti baju, aku mendengar samar-samar ia berbicara menjelekkanku kepada karyawan lainnya. Aku yakin, mulai sekarang tidak akan ada lagi yang ingin berteman denganku di sini.Aku segera keluar, saat aku menuju loker tempat barang-barang milikku. Wanita tadi dan kedua teman pria dan wanita menghalangku. “Hei, bisakah kamu menggantikanku bekerja?” ujar pria yang berdiri sambil merokok sedang wanita tadi yang bernama Sulis tertawa mengejek.Aku menggeleng pelan, “Maafkan aku, tapi aku tidak bisa. Aku harus menjemput adikku dari sekolah.”Baru saja kakiku melangkah, tanganku dicekal olehnya, “Tunggu, adik? Aku pikir itu anakmu. Hahaha.”Tanganku terkepal, aku tidak mengerti apa maksud perk
Malam itu, perkataan dari Adam membuatku jadi berpikir banyak hal. Apa yang ia maksud? Atau … benarkah ia sebaik itu padaku?Walau pun begitu, aku berterima kasih padanya. Sangat berterima kasih.Setelah aku mendapatkan gaji pertamaku sebagai kasir di supermarket, aku berhenti bekerja. Benar, Adam yang memintanya dan aku pun menurutinya.Sedangkan Adam, ia lebih dulu mendapatkan gaji pertamanya. Dalam sehari, gajinya sudah ia habiskan untuk menyenangkan Javin dan Joana, tentu saja bersama denganku dan Yumna. Bagiku saat itu, adam snagat baik. Pertemuan yang tak kusenagaj dnegannya ternyata membuat kehidupanku mulai membaik.Aku dan Yumna, tentu saja bersama Adam bersama-sama memulai bisnis. Membangun perusahaan sendiri, seperti kata Adam ia ingin mewujudkan impianku untuk memiliki perusahaan. Dan berkat Adam, itu hampir terjadi.Ketika keluarganya mengetahui bahwa Adam ingin membangun perusahaan yang bergerak di bidang makanan instan, keluar