“Bu, Ayah ingin bicara,” ucap Pak Edi.
“Mau bicara apa Ayah?” tanya Nilam seraya melihat ke arah suaminya yang tengah duduk di ruang tamu.“Nanti saja Bu, ibu sekarang selesaikan dulu pekerjaannya,” jawab Edi. Dirinya ingin meminta pendapat tentang permintaan Pak Kades tadi pagi.Nilam segera mengangukan kepala, dari dalam kamar Inez segera menghampiri ayahnya dan langsung duduk tepat di sampingnya.“Ayah, kenapa tadi tidak menyusul kami ke ladang?” tanya Inez. Yang merasa penasaran mengapa Ayahnya tidak datang ke ladang hari ini.“Tadi ada urusan di balai desa, pas selesai sudah sore dan kalian juga sudah pulang,” jawab Ayahnya.“Memang ada apa Ayah? Tumben Ayah di minta datang ke balai desa?” tanya Inez. Yang penasaran akan hal itu.“Ada pertemuan dengan Pak Kades, nanti akan diadakan kegiatan KKN. Oleh sebab itu Ayah dan warga lain untuk hadir,” jelas Pak Edi.“Kegiatan apa itu Ayah?” tanya Inez. Dia semakin ingin tahu karena baru pertama mendengar hal itu.“Itu kegiatan mahasiswa. Dan selama 2 Minggu mereka akan berada di sini,” jawab Pak Edi.Inez hanya mengangguk saja, tidak lama Ibunya datang menghampiri mereka sambil membawa satu piring goreng pisang.“Ibu tahu saja makan kesukaan aku,” kata Inez sambil mengambil satu buah pisang dari piring.“Tentu Ibu tahu kesukaan Kamu,” ucap Nilam seraya tersenyum melihat tingkah putrinya itu.Inez hanya membalas dengan seutas senyuman, dia mulai menikmati pisang goreng buatan ibunya.“Ibu duduk sini,” pinta Pak Edi langsung menepuk kursi di sampingnya yang masih kosong.“Ayah mau bicara apa sama ibu?” tanya Nilam seraya duduk tepat di samping suaminya.“Pak Kades meminta Ayah, untuk membantu mahasiswa selama mereka di sini,” ujar Pak Edi.“Kenapa Ayah? Memang yang lain tidak bisa?” tanya Nilam. Dirinya masih teringat dengan kejadian tadi saat Pak Rt menyalahkan suaminya.“Ayah juga tidak tahu, Bu. Tapi apa ibu setuju?” tanya Pak Edi.“Kalau ibu ikut kata Ayah saja,” jawab Nilam.Inez hanya memperhatikan saat kedua orang tuanya berbicara, karena dirinya tidak paham dengan apa yang di bicarakan keduanya.“Kalau ibu tidak keberatan, nanti Ayah akan temui Pak Kades. Untuk membicarakan hal ini,” sahut Pak Edi.Nilam hanya mengangguk sebagai jawaban, tidak mau membuang waktu Pak Edi bergegas beranjak. Dia ingin langsung menemui Pak Kades untuk memberikan jawaban.Jarak rumahnya dan rumah Pak Kades tidak terlalu jauh, tidak butuh waktu lama Pak Edi sudah sampai di sana dan di sambut baik oleh istri Pak Kades.“Assalamualaikum Bu Kades,” ucap Pak Edi.“Waalaikumsalam Mang, ayo silakan masuk” jawab Bu Kades yang langsung mengajaknya untuk masuk.“Saya kira Mang Edi tidak akan datang?” ucap Pak Kades. Dia langsung menghampiri Pak Edi yang sudah berada di ruang tamu.“Masa saya tidak datang Pak, karena harus membicarakannya terlebih dahulu jadi saya baru ke sini,” jawab Pak Edi.“Saya sudah bisa menebak, kalau Ceu Nilam akan setuju,” sahut Pak Kades.Bu Kades yang mendengarkan pembicaraan mereka sampai lupa menawari Pak Edi minum, dia segera beranjak dari duduknya.“Mang mau minum apa?” Bu Kades segera menawarkan minuman kepada Pak Edi.“Tidak usah repot-repot. Bu,” tolak Pak Edi.“Sudah buatkan saja Bu,” pinta Pak Kades.Bu Kades segera melangkah pergi ke belakang saat mendengar ucapan suaminya, Pak Edi merasa sungkan apalagi dia hanya sebentar saja.“Kalau begitu saya permisi Pak,” pamit Pak Edi. Hari sudah mulai gelap membuatnya harus bergegas untuk pulang.“Sebentar Mang, Ibu lagi membuatkan minuman. Dan saya juga masih ada yang mau di bicarakan,” ucap Pak Kades.Pak Edi sedikit bingung karena dirinya datang hanya untuk menyampaikan hal itu saja, Pak Kades sengaja meminta Pak Edi tetap di sana karena masih ada yang ingin dia sampaikan.Tidak lama Bu Kades datang membawa nampan berisi minuman, dia segera menaruhnya di atas meja dan kembali ke belakang.“Minum dulu Mang,” pinta Pak Kades.“Iya Pak,” ucap Pak Edi. Dia langsung mengambil gelas di hadapannya.“Nanti saya minta, agar Ceu Nilam sama Inez. Membantu Mang Edi,” ujar Pak Kades. Dirinya sengaja meminta Keluarga Pak Edi yang mengurus semua kebutuhan mahasiswa selama KKN.“Apa tidak berlebihan Pak? Saya tidak enak hati sama warga lain,” jawab Pak Edi.“Mang tidak usah memikirkan hal itu, lagi pula saya meminta itu biar lebih enak. Kalau semua yang mengurus Mang dan keluarga,” tutur Pak Kades.“Tapi gimana iya Pak,” jawab Pak Edi. Dia tentu saja merasa tidak enak, apalagi kejadian tadi sore membuatnya takut jika nanti terjadi salah paham lagi.“Saya berharap, Mang tidak menolaknya,” harap Pak Kades.“Terima kasih, karena Pak Kades sudah mempercayai saya dan keluarga. Tapi saya takut tidak bisa mengemban hal ini,” ungkap Pak Edi.“Sama-sama Mang, saya yakin tidak memilih orang yang salah. Satu lagi apa Mang bisa mencarikan tempat untuk mereka? Soalnya rumah yang kemarin akan di perbaiki,” ucap Pak Kades. Dia hampir lupa meminta untuk mencarikan tempat baru.“Kita bisa menyewa rumah Kang Darman, setahu saya rumah itu sudah lama kosong” jawab Pak Edi.“Boleh, nanti Mang yang atur. Masalah lain nanti langsung bicarakan sama saya,” sahut Pak Kades.“Baik Pak, kalau begitu saya pamit dulu. Karena sudah larut,” pamit Pak Edi.“Iya Mang, sekali lagi terima kasih” jawab Pak Kades.“Sama-sama Pak,” ucap Pak Edi. Setelah berpamitan dia segera melangkah pergi setelah berpamitan, apalagi hari sudah larut.“Tidak!” teriak Irwan.“Ada apa?” tanya Adit. Saat mendengar teriakan yang membuat dirinya kaget.Begitu juga yang lain langsung berhamburan keluar saat mendengar teriakan Irwan, mereka tampak heran melihat Irwan yang sedang memegang tas ransel miliknya.“Kenapa Wan?” tanya Romi.“Iya ada apa?” sambung kedua sahabatnya.Irwan langsung menoleh saat mendapat begitu banyak pertanyaan, dirinya sontak berteriak karena lupa membawa peralatan mandi.“Gue lupa bawa peralatan mandi,” jawab Irwan.Seketika mereka menjadi kesal, karena awalnya dikira telah terjadi sesuatu hingga Irwan berteriak seperti itu.“Jadi karena itu doang?” ucap Adit dengan sedikit kesal.Irwan hanya membalas dengan senyuman, bahkan tanpa merasa bersalah telah berteriak hingga membuat mereka panik.“gak perlu pakai teriak, lo udah bikin kita semua kaget,” sahut Romi. “Iya benar,” ungkap kedua sahabatnya.“Kalian gak tahu, itu barang penting,” ucap Irwan. Dirinya panik karena tidak bisa mandi tanpa peralatan pribadinya.
Semenjak pertemuan diantara mereka berdua, Inez selalu memikirkan Adit. Bahkan setiap kali membantu ibunya untuk menyiapkan semua untuk mereka dirinya selalu bersemangat.“nanti sore kita masak untuk mereka lagi kan, Bu,” tanya Inez. “Iya Neng, tumben kamu setiap kali menanyakan hal itu?” Jawab Nilam. Dia merasa heran dengan tingkah putrinya yang selalu antusias, padahal sebelumnya Inez sangat tidak suka saat di minta membantu dirinya. “Memangnya tidak boleh Bu?” Sahut Inez. “Tentu saja boleh, justru ibu senang karena kamu sekarang sudah mau membantu,” ujar Nilam.“Selama ini. Aku suka membantu Ayah dan Ibu,” jawab Inez.“Iya ibu tahu, tapi kan sebelumnya kamu mengeluh saat membantu ibu. Kenapa sekarang semangat sekali?” tanya Nilam dengan raut wajah penuh rasa penasaran.Inez menyadari jika ibunya pasti sekarang curiga mengapa tiba-tiba dia bersemangat, tentu saja alasannya tidak lain agar bisa bertemu dengan Adit.“Semangat salah, mengeluh juga salah,” keluh Inez sambil menghela
Nilam begitu cemas karena Inez tak kunjung pulang, Pak Edi yang melihat istrinya berjalan mondar-mandir bergegas menghampiri."Ibu kenapa? Ayah perhatikan dari tadi kelihatan cemas sekali," ucap Pak Edi."Ayah gimana sih! Ibu tentu saja cemas. Inez belum juga pulang," jawab Nilam."Mungkin terjebak hujan," ucap Pak Edi. Dia mencoba menenangkan istrinya yang terlihat begitu cemas serta panik."Tapi biasanya Inez, tidak pernah seperti ini. Apalagi ini udah hampir sore," jawab Nilam.Pak Edi langsung menoleh ke arah jam yang berada di dinding, ternyata waktu sudah menunjukkan pukul 5 sore. Bahkan di luar cuaca sedang hujan membuat dia khawatir takut terjadi sesuatu."Sudah Ayah bilang, jangan izinkan. Tetapi ibu tidak mau dengar," kesal Pak Edi. Mengingat sebelumnya dia melarang tapi sang istri malahan memberikan izin."Kenapa Ayah menyalahkan Ibu? Biasanya dia tidak pergi selama ini," ucap Nilam. Dirinya sangat tahu kalau Inez tidak pernah pergi lama."Iya sudah! Biar Ayah menyusulnya k
Pak Edi pulang dalam keadaan begitu sangat marah, hingga membuat Nilam terkejut saat mendengar suara pintu yang di banting.“Ada apa Ayah? Mana Inez?” tanya Nilam. Dia segera melihat ke arah suaminya sambil mencari sosok Inez. “Anak itu, sudah keterlaluan,” ucap Pak Edi dengan penuh kemarahan.“Maksud Ayah apa?” tanya Nilam. Dia tidak mengerti, mengapa suaminya sampai semarah itu.Pak Edi melangkah masuk, dia tidak habis pikir mengapa putrinya berbohong. Padahal selama ini dia tidak pernah mengajarkan hal itu. Nilam mengikuti langkah suaminya, sambil bertanya-tanya dalam hati. Dia masih penasaran mengapa Inez tidak ikut kembali. “Ayah,” panggil Nilam kembali. Karena dia belum mendapatkan jawaban.“Ibu mau tahu? Anak kita telah berbohong,” ucap Pak Edi. Hatinya merasa hancur, saat mengetahui putri mereka telah berbohong.“Apa?“ ucap Nilam yang begitu terkejut.“Iya, ayah tadi bertemu dengan Mang Ujang. Dan dia bilang bahwa Inez sudah tidak pernah bermain ke rumahnya lagi,” jawab Pak
Adit telah menyelesaikan semua kegiatan kampusnya, itu berarti dia harus segera kembali ke Jakarta. Namun, dirinya bingung dengan kembali ke Jakarta berarti dia akan berpisah dengan Inez. Dia tidak mau sampai hal itu terjadi, Karena perasaan cintanya sudah begitu dalam. Apalagi hubungan keduanya sudah sangat jauh.Teman-teman Adit, memutuskan untuk liburan satu hari lagi di sana, sebelum mereka kembali. Apalagi selama di sana tidak ada waktu untuk melakukan hal itu. “Lo yakin tidak ikut?” tanya Romi.“Gak, kalian aja,” jawab Adit.“Baiklah, kalau begitu kita jalan dulu. Jangan menyesal nanti,” ucap Romi. Dia mengatakan hal itu sebelum dirinya pergi meninggalkan Adit.Adit masih bermalas-malasan di atas tempat tidur, dia sengaja tidak ikut karena ingin menghabiskan waktu dengan Inez. Sebelum mereka berdua bertemu, Adit masih mempunyai waktu untuk bersantai. Inez merasa heran karena kali ini ibunya belanja hanya sedikit, hingga membuatnya bertanya-tanya. “Bu, tumben sekali belanjan
Keduanya begitu terkejut dengan kedatangan teman-teman Adit, membuat mereka panik. Romi yang mengetuk pintu merasa heran karena lama sekali Adit tidak membukakan pintunya.“Adit ke mana?” tanya Irwan.“Mana gue tahu,” jawab Romi. Sambil terus mengetuk pintu. Namun, kali ini lebih kencang dari sebelumnya. Inez segera merapihkan penampilannya, dia langsung berlari ke arah pintu yang terus di gedor. Mereka semua langsung menatap penuh heran saat pintu terbuka, di mana memperlihatkan sosok Inez.“Kalian udah balik?” tanya Adit. Yang datang dari arah belakang. Inez langsung memundurkan langkahnya, membiarkan teman-teman Adit untuk masuk. Mereka silih bergantian melihat ke arah keduanya, dengan tatapan penuh curiga.“Lama sekali buka pintunya?” kesal Romi. “Gue tidak dengar,” jawab Adit.“Kan ada Inez,” ujar Irwan. Seraya menunjuk ke arah Inez yang berdiri di samping pintu.“Memang kalian gak ada yang dengar?” tanya Iqbal.“Sudah, kenapa jadi bahas itu,” ucap Rama. Yang tidak terlalu mem
Adit yang masih fokus menatap langit yang begitu indah dihiasi bintang, tetapi semua itu berbanding terbalik dengan perasaannya saat ini. Irwan menepuk bahu Adit, hingga membuat dia terkejut."Bikin kaget aja," ucap Adit seraya memegang dadanya."Sorry," jawab Irwan."Ngapain lo ke sini?" tanya Adit seraya membalik badannya menghadap ke arah Irwan."Gue hanya ingin memastikan, kalau lo baik-baik saja" ucap Irwan.Adit menatap penuh tanya kepada Irwan, tentunya dia bingung mengapa bisa sahabatnya itu berkata seperti itu. Walau dia sadar sudah seharian ini dia lebih suka menyendiri, itu semua agar membuat hatinya lebih tenang."Kenapa?" tanya Irwan. Saat sadar Adit memberikannya tatapan seperti itu."Lo yang kenapa?" jawab Adit seraya memalingkan pandangannya."Gue bertanya, kenapa lo jadi balik tanya," sahut Irwan."Gak usah dibahas. Lebih baik Lo kembali ke dalam, gue ingin sendiri," tutur Adit. Dia kembali membelakangi Irwan yang masih berdiri di tempatnya.Irwan yang memang sangat m
Inez dan kedua orang tuanya, kembali disibukkan dengan rutinitas mereka. Namun, tidak seperti biasanya. Inez masih terlihat murung, bahkan beberapa kali dirinya tersandung sampai membuat kedua orang tuanya mengingatkan dia agar lebih hati-hati. “Ayah,” panggil Nilam. “Kenapa Bu?” Jawab Pak Edi. “Ibu merasa aneh dengan anak kita,” ucap Nilam. Entah mengapa dia merasa kalau ada sesuatu yang sedang di pikirkan oleh Inez. “Itu hanya perasaan ibu saja, udah ayo,” ajak Pak Edi. Nilam hanya bisa menghela napas panjang, saat mendengar jawaban dari itu. Padahal dia sangat berharap kalau suaminya akan peka terhadap apa yang dia rasakan tentang putri mereka. Inez sama sekali tidak fokus saat membantu mereka, hingga memutuskan untuk kembali lebih awal. Dan sebelumnya dia meminta ijin dulu kepada keduanya. “Ayah, ibu,” panggil Inez. “Kenapa Neng?” Jawab Pak Edi. “Kamu capek?” sambung Nilam. “Gak kok Bu, apa boleh aku pulang duluan?” tanya Inez. “Kirain Ayah ada apa,” sahut Pak Edit. “I