“Saat kita tua nanti, aku ingin pensiun dari pekerjaanku dan mulai berkebun di belakang rumah, lalu –“ kata lelaki yang kini sedang menatap langit di waktu fajar itu. Tangannya ia jadikan sandaran untuk kepalanya, di bawah pohon besar tersebut mereka menikmati suasana alam yang tenang.“Lalu kita memelihara banyak kucing dan anak kita akan mengunjungi kita setiap hari raya,” lanjut seorang wanita di sampingnya. Rambut panjangnya yang dikuncir terbawa oleh angin, belum lagi dengan cahaya dari sela-sela dedaunan yang menyinari wajahnya. Begitu cantik.“Rumah kita akan ramai, lalu cucu-cucu kita berlari dihalaman rumah ini. Kemudian kau akan marah karena mereka menjatuhkan tanaman kesukaanmu.” Wanita itu kini melirik laki-laki yang kini sudah duduk nyaman.Keduanya saling bertatapan penuh cinta, lalu tersenyum seakan pikiran mereka sama. “Aku bukan tipe pemarah, tahu.” ucap Gilang sedikit memanyumkan bibirnya yang malah terlihat menggemaskan itu.“Tapi kalau kau sudah tua pasti akan jadi
“Dia Kenapa bisa ada di sini?” Ucap pria yang masih berdiri di tempatnya.Ia masih mencerna semua kejadian tersebut dan masih bingung mengapa perempuan itu bisa tahu rumahnya.“Dia sudah pernah datang ke sini beberapa waktu lalu.”Gilang kaget ia segera mendekati Nicha lalu mengatakan. “Kau serius, kenapa kau tidak memberitahuku, apa yang dia katakan?”Nicha terdiam, ia sebenarnya ingin melupakan ucapan pedas wanita tersebut namun –“Dia menyuruhku pergi.”“Benarkah, tapi setelah itu kau –“ Gilang tiba-tiba tidak melanjutkan ucapannya, ia jadi ingat hari di mana sikap Nicha berbeda. “Apa hari itu saat kau selalu diam?”“Maaf karena tak memberitahumu, aku hanya ingin berpikir dan juga mengambil langkah yang mungkin bisa menjadi jalan terbaik, tapi aku memang payah.”Gilang terdiam, ia menarik tubuh Nicha dan memelukya di bawah pohon itu. “Tak apa, jangan dengar ucapan orang lain.” Nicha membalas pelukan pria itu juga. “Ya, mulai sekarang aku tak akan mendengar siapapun lagi, hanya kau.”
Gadis itu terdiam dengan mulut menganga ketika apa yang tidak pernah terpikirkan olehnya terjadi di depan matanya.Baru beberapa menit yang lalu, Adnan laki-laki berusia 14 tahun dengan seragam sekolah lengkap menyatakan perasaan padanya sepulang sekolah, tangannya berkeringat dingin, otaknya masih memproses apa yang sebenarnya telah terjadi.Illeana Hanicha, gadis yang seusia dengan Adnan itu tak mau mempercayai jika laki-laki itu telah meninggal beberapa detik yang lalu karena sebuah kecelakaan. Ah bukan, namun karena kesengajaan. Dia memang menolak Adnan secara kasar dan mentah-mentah karena dia memang tak mempunyai perasaan apapun terhadap laki-laki itu.Tapi dia hanya tak menyangka saja dengan apa yang di lakukan laki-laki itu di luar kewarasan, apa dia bodoh? Siapa yang harus di salahkan atas ini semua?yang hanya ada di pikirannya adalah bukan dia orang yang menyebabkan kematian laki-laki muda itu.Cinta memang indah, namun cinta juga dapat membuat luka ketika cinta itu tak ter
Gilang memelankan laju mobilnya setelah mereka melewati satu tugu yang usang., disepanjang jalan Nicha hanya melihat pohon-pohon yang tumbuh dengan lebat, tak ada satu pun rumah di sana.Pria itu menghentikan mobilnya akhirnya. Nicha membuka jendela kaca mobil lalu melihat ke luar. “Apakah dia di kuburkan di sini?” Nicha memang tidak pernah melihat kuburan Adnan, bahkan hari terakhir saat dia akan di makamkan, Nicha hanya berada di rumah Adnan lalu ia pulang setelah ia di perlakukan dengan tidak baik oleh orang-orang di sana.“Ya. Kita jalan sebentar lalu kita akan sampai, ayo,” ajak Gilang membuka pintu mobilnya.Nicha sedikit gugup, ia pun menghela napasnya pelan sembari menutup mata. “Tidak apa, Adnan pasti senang aku membawakan orang yang dicintainya selama ini, Percayalah dia telah menunggumu.”Nicha sedikit tenang setelah Gilang memberinya sugesti tersebut. Wanita itu akhirnya membuka mobil dan keluar.Angin langsung berhembus seolah menjadi ucapan selamat datang Adnan pada Nic
Setelah pulang dari menjenguk makam Adnan, kedua pasangan itu langsung pergi ke kantor ayahnya di mana, Rangga mungkin juga sudah menunggunya di sana.Gilang memarkirkan mobilnya lalu ia melihat Nicha yang sedari tadi diam saja mereka mulai masuk ke dalam lingkungan tempat kerja tersebut.“Iya, aku akan melewati semua ini,” katanya dan langsung membuka pintu, berlari kecil meninggalkan Gilang, tanpa mengatakan apapun.“Hei, Nicha tunggu!” Panggil Gilang menyusulnya.Beberapa orang melihat mereka saat memasuki pintu masuk, di lobby beberapa karyawan yang tentunya mengenali Nicha langsung berbisik dan menatapnya aneh.Tanpa mempedulikan mereka, Nicha berjalan dan menunggu lift terbuka.“Kau harus tenang ya, jangan emosi,” kata Gilang.Nicha hanya mengangguk pelan.Tak perlu menunggu lama, lift akhirnya terbuka dan menampakkan dua orang yang baru saja turun. Namun bukannya masuk ke lift mereka malah saling diam-diaman.Nicha melihat Rangga dan Bella berada di dalam lift tersebut, begitu
“Ayah aku mohon padamu, ini adalah permintaan terbesarku, tolong percaya dan berpihak padaku, ayah.”Semua mata di ruangan itu tertuju pada seorang wanita yang tiba-tiba saja berlutut di kaki ayahnya.Kejadian seperti itu tidak pernah terjadi sebelumnya di kantor tersebut.Beberapa orang bahkan berbisik-bisik pada teman sebelahnya, membicarakan wanita yang sepertinya sudah tak mempedulikan kata orang disekitarnya.Tak jauh dari sana, ada seorang pria yang juga berdiri dan menatapnya iba. Ia sungguh tau perjuangan dari Nicha.“Hentikan itu, kau mempermalukan ayah,” kata pak Faris pelan berusaha agar suaranya tak didengar karyawan lain.Nicha menggeleng. “Aku tidak peduli, aku hanya ingin ayah tidak ikut campur urusan rumah tanggaku, ayah tidak usah terpengaruh pada Rangga, tolong ayah.” Suara tangisan itu terdengar kembali.Pak Faris hanya terdiam. Sejujurnya ada yang tak bisa ia ungkapkan pada anaknya tersebut. Selama ini, Rangga telah bekerja keras untuk membagun perusahaan dari nol
“Ini hasilnya dok.”Setelah beberapa lama waktu mereka menunggu, akhirnya dokter Dwi datang membawa kertas putih yang berisikan laporan atau hasil visum dari tubuh Nicha yang di periksa beberapa hari lalu. Bahkan prosesnya agak lumayan panjang ketika Gilang harus bolak-balik kekepolisian untuk agar polisi memberikan pengantarnya agar dilakukan visum untuk Nicha.Gilang segera berdiri dari duduk nyamannya. Terlihat kilatan matanya jika ia sangat menantikan keluarnya hasil tersebut.Gilang kini mulai membacanya dan tersenyum. “Terima kasih dok, jika tidak ada kau, aku tak tahu harus minta bantuan sama siapa lagi.”“Jangan bicara begitu, aku membantumu karena percaya kalau kau itu berbicara jujur, aku dengar dari teman-teman banyak sekali yang membicarakanmu. Tapi aku tahu, kau tak akan melakukan hal seperti itu.”Dokter Dwi mengelus punggung pria itu.“Ya, terima kasih dok.” Gilang menjabat tangan dokter Dwi.“Ya, semoga urusanmu lancar dan dipermudah ya,” kata pria dengan jas putih ter
Perceraian itu hal yang paling dibenci oleh Tuhan.Ada seseorang yang singgah hanya menjadi ujian bagi kita, tapi ada juga seseorang yang benar-benar ingin menetap dihati kita, itulah yang namanya jodoh.Seberapa jauhnya dan lamanya waktu itu, kita akan tetap bertemu dengannya kembali jika memang ia adalah jodoh terbaik untuk kita.Itulah yang Nicha pahami.Bahwa ia kini sedang dihadapkan dua pilihan. Antara bertahan dengan yang lama tapi menderita atau akhiri semuanya dan menjalani hidup baru bersama orang baru yang selama ini telah ada selalu bersamanya.Tentu semuanya pasti tahu jawabannya, ‘kan?Hari itu tepat selesainya sidang perceraian Nicha dan Rangga. Tak ada persidangan lagi, karena ini telah berakhir. Rangga kalah.Pak Faris hari itu tidak datang ke persidangan, laki-laki tua tersebut memilih tidak bertemu dengan Rangga, bahkan ia telah menyiapkan kejutan dihari Rangga akan kembali bekerja.Ya. Itu adalah surat pemecatannya.Rangga sungguh geram, marah dan merasa dipermaink