Share

Sikap Aneh Jojo

"Hei… kamu belum tidur?" Dengan sigap Jojo menghampiri Sari, merangkul wanita itu sambil menutup pintu belakang. Ia mengajak istrinya melangkah ke arah kamar. Mengalihkan pemandangan halaman belakang yang masih menampilkan asap, bakaran kertas. 

"Kamu ngapain malam-malam di belakang?" tanya Sari penasaran. 

"Ng-nggak ngapa-ngapain. Hirup udara malam aja."

"Kok ada asap? Kamu bakar sesuatu?"

"Oh… aku ngerokok tadi. Baru selesai. Tidur, yuk?"

Jojo memeluk Sari sebelum wanita itu merebahkan tubuh di ranjang saat mereka tiba di kamar. Ia pun meninggalkan kecupan di kening istrinya. Dengan wajah bahagia, karena sikap manis Jojo, Sari pun menerima ciuman itu dan menuruti kala tubuhnya digiring ke ranjang. 

Jojo bergegas menutupi tubuh Sari dengan selimut saat istrinya mulai berbaring. Senyum Jojo mengembang, menatap sesaat wajah Sari yang tersenyum lebar. Ia pun segera membaringkan tubuh dan memejamkan mata, berpura-pura tertidur. Padahal semenjak beberapa menit lalu mengetahui isi dari amplop cokelat membuat hati Jojo tak tenang. 

Isi kepalanya dipenuhi tanya, siapa pengirim surat itu. Ia pun harus memperingati Erika agar berhati-hati dan mengurangi bepergian keluar bersama sementara waktu. Jojo mengintip dengan membuka perlahan sebelah matanya, memastikan apakah Sari telah tidur. 

Wajah wanita yang ia bohongi selama ini tampak begitu lelah, dengan cepat pun terlelap. Jojo memastikan bahwa istrinya benar-benar pulas, ia melambaikan satu tangannya di atas mata Sari yang terpejam. Tidak ada respon. Ia yakin wanita di sebelahnya itu telah menjemput mimpinya dalam tidur. 

Jojo segera bangkit dari ranjang, mengambil gawai di atas nakas dan mengendap-endap keluar kamar menuju sofa di ruang keluarga. Ia mencari kontak Erika, lalu mengirim pesan ke kekasih gelapnya itu. Jojo menceritakan apa yang ia temukan di balik amplop cokelat. 

[Sepertinya kita harus lebih berhati-hati, Hon. Sementara waktu, kita harus mengurangi berlibur di pulau ini. Aku khawatir akan banyak yang mengetahui hubungan kita, itu akan mengancam pekerjaanku. Aku harap kamu mau bersabar menanti hingga hari pernikahan kita tiba.]

[Percepat saja hari pernikahan kita kalau begitu. Jika kamu sudah menikah resmi bukankah kantor tidak mempermasalahkan pegawainya yang memiliki istri lebih dari satu?]

[Tidak semudah itu. Untuk mencapai pernikahan kita pun, butuh proses dan aku harus mencari alasan 'kan? Agar Sari tidak curiga.]

Erika menggeleng membaca pesan singkat Jojo. Ia tidak sabar, sampai kapan harus selalu berhati-hati. Pikirnya, Jojo masih merasa takut Sari mengetahui hubungan mereka yang menandakan pelet dari Emak tidak bekerja seperti yang Erika harapkan. 

Erika yang tampak kesal, membanting gawainya ke ranjang. Membiarkan beberapa pesan masuk dari Jojo yang terus berdering, merayu. Ia mengambil rokok dan menyalakan api di ujungnya. Lalu, duduk di sofa sambil menikmati setiap kepulan asap yang diembuskan. 

Sementara Jojo merebahkan kepalanya di sofa yang mulai terasa pusing. Ia paham betul kekasihnya sekarang sedang marah karena pesan yang tidak terbalas. Jojo mencoba memanggil Erika melalui panggilan telepon, tidak ada jawaban. Erika hanya melirik gawai yang bergetar di ranjang. Lalu mengabaikannya. 

Gadis itu bangkit dari sofa menuju balkon indekos yang menampilkan pemandangan malam yang sunyi. Beberapa kamar tampak sepi karena sebagian temannya bekerja malam di club. Erika hanya bisa menikmati setiap isapan dan embusan dari rokok yang menemaninya sekarang. 

"Brengsek tuh cewek! Lihat aja, gue bakal segera nikah sama Jojo dan lu, ya, lu, tersingkirkan!" kecam Erika. Matanya melotot menatap langit sambil menunjuk ke arah depan. Ia membayangkan bahwa Sari ada di depannya. 

***

"Ndok, bagi wifi sebentar," ucap Jojo. 

"Itu hape aku di atas bufet, Mas. Tumben kamu minta wifi?" jawab Sari sambil menyiapkan sarapan. 

"Iya, aku lupa beli pulsa." Jojo berjalan menghampiri bufet, tempat gawai Sari terletak. Lalu ia membukanya dan mengecek jumlah pulsa Sari yang masih banyak. "Ndok, aku minta pulsa, ya?"

"Iya, transfer saja." Sari tersenyum sesaat sambil menoleh ke arah suaminya yang duduk di meja makan. 

Jojo mengecek saldo tabungannya yang menipis, ia hanya menggeleng tanpa bisa protes. Semua ia lakukan untuk Erika, pikirnya. Sari telah selesai menyiapkan sarapan dan mereka pun mulai menyantap makanan. Setelah selesai, keduanya mulai bersiap untuk berangkat kerja. 

"Ndok, aku lembur hari ini. Kamu lembur nggak?"

"Nggak kayaknya, Mas. Duh… aku lupa bilang ke kamu. Tapi, Senin depan aku ke Makassar, Mas. Tiga hari."

"Oh, oke. Nggak apa-apa kok."

"Ini rapikan dong, Mas, kerahnya." Sari menghampiri Jojo sambil merapikan kerah baju suaminya. "Yuk, berangkat?"

"Oh, ya, Ndok. Kamu ada uang tunai, nggak?" Sari menghentikan langkahnya dan menengok ke sumber suara. 

"Ada. Kenapa, Mas?"

"Aku pinjam dulu. Aku belum tarik uang dari ATM buat makan siang sama malam."

"Oh…" Sari segera mengambil dompetnya dari dalam tas dan mengeluarkan uang pecahan seratus ribu dua lembar ke suaminya. "Cukup?"

"Lima ratus nggak ada, Ndok?" Sari mengangkat satu alisnya. "Eh, kalau nggak ada nggak apa-apa, Sayang. Aku tuh belum sempat ke ATM jadi butuh buat pegangan sampai besok gitu maksudnya. Nanti aku transfer ke kamu uangnya, ya? Untuk ganti."

"Astaga… sama istri masa mesti ganti, Mas? Aku ada kok, lima ratus. Ini." Sari mengulurkan lagi pecahan seratus ribu itu dengan senyuman penuh kepercayaan kepada suaminya. Segera Jojo terima uluran tangan Sari yang ikhlas. Tawanya mengembang tanpa terlihat rasa malu yang sudah mulai memoroti istrinya sendiri. 

"Eh, tapi kamu ada buat pegangan?" tanya Jojo basa-basi. 

"Ada. Ya udah ayo berangkat, takut ketinggalan bis, nih."

Jojo pun mengekori istrinya berjalan keluar dan mereka jalan bareng hingga ke halte. Saat tiba di halte, ada Roni yang lebih dulu di sana. Ia memperhatikan Sari, menatap matanya. Roni mencari tahu, apakah ada bekas sembab di mata wanita itu, tetapi ia tidak menemukannya. Hatinya bertanya, apa Sari telah membuka amplop itu, atau belum. 

Smentara Jojo yang tak sengaja menangkap tatapan Roni menjadi curiga. Ia balik menatap Roni penuh tanya. Hatinya pun berbisik bahwa amplop cokelat itu perbuatan Roni.

Memang selama ini hanya Roni yang Jojo ketahui telah mengetahui kebusukannya. Jadi, siapa lagi yang akan mengirim bukti ke rumahnya jika bukan Roni.  

"Mas, aku duluan, ya?" Sari mencium takzim punggung tangan Jojo saat melihat dari kejauhan bis jemputannya. 

"Hati-hati."

Roni kembali memperhatikan sepasang suami-istri di depannya itu. Ia yakin, tidak ada hal buruk terjadi dengan mereka. Sari belum mengetahui perselingkuhan suaminya. Jika sudah, tidak mungkin hubungan mereka masih terlihat baik-baik saja. 

Roni membuka gawai, mengirim pesan ke Ambar. Ia mempertanyakan tentang amplop cokelat yang Ambar masukkan ke rumah Jojo. Ambar kembali menjelaskan dan meyakinkan Roni bahwa sudah pasti jika Sari yang masuk lebih dulu akan menemukan amplop itu karena ia memasukkannya melalui celah bawah pintu. 

"Lu pelakunya? Mau coba-coba bongkar?" ucap Jojo sedikit berbisik.

Lelaki itu yang tadi berdiri di depan Roni kini telah berada di belakangnya. Diam-diam membaca apa yang baru saja Roni bicarakan dengan Ambar melalui percakapan pesan. 

Jojo tersenyum sinis menatap Roni yang segera menutup gawainya. Ia berdecak sambil meninggalkan Roni saat melihat bis jemputan mereka tiba. Roni pun berdiri, tepat di belakang Jojo menanti antrian naik ke bis. 

"Namanya bangke, mau ditutupin gimana juga bakal kecium baunya," bisik Roni. 

"Bukan urusan lu. Urus aja rumah tangga baru lu. Nggak usah ikut campur dan jangan sok suci."

Roni hanya menggeleng mendengar jawaban Jojo yang menurutnya sangat aneh. Ia memilih tidak melanjutkan menasehati temannya. Khawatir menimbulkan kebencian yang bertambah di hati Jojo karena terlihat dari sorot mata lelaki itu, sangat marah. Roni berpikir, ia yang harus mengalah saat ini. Meski hatinya tak tega dengan kondisi Sari jika mengetahui hubungan gelap Jojo. 

***

Setibanya Sari di rumah, seperti biasa ia membereskan rumah setelah mengganti pakaian. Sari pun beristirahat sejenak di atas sofa sambil menonton televisi yang tengah menayangkan berita. Sebuah pesan masuk, dari seorang teman Sari yang bertanya apakah ia telah transfer uang pembayaran arisan bulan ini. Sari pun yang menyadari segera membuka mobile banking dan segera melakukan transaksi. 

Setelah selesai, ia membuka transaksi tujuh hari terakhir, betapa terkejutnya Sari saat melihat ada transaksi transfer dana ke rekening Jojo tadi pagi dan dua hari lalu yang berjumlah dua juta rupiah. Ia mengerutkan dahi. 

"Loh, kok, Mas Jojo nggak bilang kalau transfer uang ke rekeningnya?"

Ia terdiam sejenak dan mengingat kejadian beberapa hari belakangan tentang sikap Jojo yang aneh. Bahkan kejadian tadi pagi, saat Jojo minta wifi, pulsa, hingga uang makan. Sari menggigit jarinya tanpa sadar karena bengong memikirkan sikap aneh suaminya. 

Bersambung….

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status