Share

Bab 15

Yvonne memang telah membuat keputusan. Namun, dia tetap saja ketakutan saat teringat dirinya harus menghadapi Shawn. Dia masih mengingat jelas betapa kasarnya perlakuan Shawn kemarin. Pada akhirnya, Yvonne menarik napas dalam-dalam dan memberanikan diri untuk melangkah masuk.

Begitu membuka pintu, terlihat Leah yang tersenyum seraya menyapa, "Nyonya sudah pulang?"

Yvonne mengiakan sembari melihat ke dalam. Dia mendapati bahwa ada orang yang duduk di dalam, tetapi tidak bisa melihat wajah orang itu.

Leah pun berkata dengan lirih, "Tuan Shawn ada di sini."

Yvonne melepaskan sepatunya, lalu berjalan masuk. Dia berusaha untuk memaksakan senyuman, lalu mengambil inisiatif untuk menyapa, "Pak Shawn."

Shawn meletakkan majalah ekonomi di tangannya, lalu meliriknya sekilas dan menyindir, "Pak Shawn?"

Wanita ini tidak ingin bercerai darinya, tetapi berpura-pura tidak ingin dekat dengannya. Dia jual mahal, ya?

Yvonne sudah meminta maaf sebelumnya. Sekarang, dia berkata lagi dengan tulus, "Maafkan aku, aku bukan ingin menyentuh barangmu kemarin."

"Apa kamu merasa aku akan melepaskanmu hanya dengan meminta maaf?" timpal Shawn sembari bersandar dengan culas dan menyilangkan kakinya dengan elegan.

Entah mengapa, Shawn merasa cukup senang saat melihat wanita ini terpaksa merendahkan diri saat berhadapan dengannya. Dia sangat suka melihat Yvonne berwaspada seperti ini di depannya, seolah-olah membuatnya merasa tertekan adalah hal yang sangat menyenangkan.

Apabila Yvonne mengetahui pemikiran Shawn ini, dia pasti sudah memaki pria ini tidak waras. Faktanya, dia bersikap seperti ini hanya demi kelangsungan hidupnya.

Yvonne menatap Shawn lekat-lekat untuk sesaat. Demi mempertahankan pekerjaannya, dia terpaksa harus menyanjung pria ini.

Kemudian, Yvonne berinisiatif menuangkan air untuk Shawn. Dia memaksakan seulas senyuman dan berkata, "Pak Shawn, tolong maafkan orang rendahan sepertiku."

Senyuman palsu seperti ini membuat Shawn semakin kesal. Dia pun membalas, "Senyumanmu benar-benar jelek."

Yvonne juga ingin bersikap lebih rileks di hadapan pria ini. Namun, dia sama sekali tidak bisa rileks saat berhadapan dengan Shawn. Pada akhirnya, Yvonne menggigit bibirnya dan berusaha membuat Shawn merasa puas. Dia menimpali dengan rendah diri, "Maaf."

"Kalau mau minta maaf, kamu harus menunjukkan ketulusanmu. Misalnya, keluar dari vila ini?" ucap Shawn tanpa ekspresi apa pun, padahal perkataannya ini terdengar sangat kejam.

Di mata Shawn, Yvonne mungkin telah memasuki wilayah kekuasaannya sehingga harus keluar. Namun, dia juga tidak bermaksud untuk menerobos masuk wilayahnya Shawn. Semua orang hanya tahu bahwa Shawn menikahi Yvonne secara terpaksa. Lantas, apakah Yvonne ingin menikah dengannya? Siapa yang pernah mempertimbangkan ataupun memahami perasaannya?

Yvonne membuka sepasang matanya yang indah. Saat ini, matanya yang jernih tampak berkaca-kaca. Ketika bertatapan dengan mata ini, hati Shawn seketika tergerak. Dia bahkan merasa agak sesak napas. Untuk sesaat, dia seperti merasa pernah melihat tatapan ini.

Shawn pura-pura bersikap tenang. Nada bicaranya menjadi lebih lembut. "Kenapa? Mau berpura-pura menyedihkan supaya aku kasihan padamu?"

Yvonne berusaha menahan kesedihannya, lalu menjawab dengan tenang, "Bukannya aku nggak ingin bercerai darimu. Tapi, aku sudah menandatangani kesepakatan dengan kakekmu. Jadi, aku nggak boleh menyetujui perceraian itu."

Jika itu sebelumnya, Yvonne tidak akan memberi tahu siapa pun tentang masalahnya untuk mendapat simpati. Namun, situasi sekarang tidak memungkinkannya untuk bersikap keras. Yvonne melanjutkan, "Ibuku sakit, kakekmu yang membantuku membayar biaya pengobatannya. Aku pun terpaksa menjadi istrimu. Kamu kira, hanya kamu yang menentang pernikahan ini?"

Shawn memicingkan matanya yang dingin, lalu bertanya, "Kenapa? Kamu juga menentang pernikahan ini?"

"Tentu saja. Kalau bukan karena ibuku, aku nggak akan menyetujui permintaan ayahku," sahut Yvonne yang menahan kesedihannya. Jika nasibnya berada di tangan sendiri, dia tidak akan semenyedihkan ini.

Shawn tersenyum mencibir. Maksud wanita ini, dia terpaksa untuk menikah? Lantas, mengapa Shawn malah merasa kesal setelah mendengarnya?

"Kamu nggak ingin menikah denganku?" tanya Shawn dengan geram.

"Benar," jawab Yvonne dengan jujur.

Namun, jawaban ini malah membuat Shawn gusar. Pembuluh darah di dahinya sampai terlihat. Atas dasar apa wanita ini tidak ingin menikah dengannya? Memangnya siapa dia? Wanita kotor seperti dia tidak pantas merasa keberatan! Hal ini adalah suatu penghinaan untuk Shawn!

"Kamu sangat tersiksa karena menikah denganku, ya?" Wajah Shawn yang tersenyum palsu ini tampak sangat mengerikan.

"Ya." Yvonne tidak tahu mengapa pria ini marah, tetapi masih menjawab dengan jujur. Baginya, setiap menit dan detik yang dihabiskannya bersama Shawn adalah suatu siksaan. Jawaban tanpa rasa ragu ini membuktikan betapa bencinya dia terhadap pernikahan ini.

"Huh! Kalau begitu, silakan nikmati penderitaanmu ini," ujar Shawn sembari bangkit. Dia pun menjadi tidak terburu-buru untuk meninggalkan vila ini. Tidak peduli seberapa tidak sukanya Yvonne, Shawn tetap ingin melihatnya menderita.

"Pak Shawn ...," panggil Yvonne.

"Jangan harap kamu masih bisa bekerja," sela Shawn dengan galak.

Yvonne yang panik sontak menarik lengan bajunya. Dia berkata, "Aku benar-benar membutuhkan dan mencintai pekerjaanku. Kumohon ...."

Shawn telah kehilangan kesabarannya. Dia langsung mengempaskan tangan Yvonne. Lantaran terlalu lelah, tubuh Yvonne sangat lemas sekarang. Dia terjatuh di atas sofa dengan pakaian yang berantakan, sehingga terlihat pinggangnya yang putih dan ramping. Dia terlihat sangat rapuh, membuat pria yang melihatnya ingin sekali memeluknya.

Tatapan Shawn menjadi suram. Suaranya terdengar agak serak saat bertanya dengan sinis, "Kenapa? Kamu ingin menggodaku?"

Yvonne benar-benar lemas sekarang. Benturan ini membuat luka di kepalanya sakit kembali. Sesudah menunduk, dia baru mendapati bahwa bajunya terangkat sehingga buru-buru merapikannya.

"Meskipun kamu telanjang di hadapanku, aku tidak akan tertarik padamu," ucap Shawn dengan tidak acuh.

Setiap patah kata ini sangat menusuk hati Yvonne. Dia pun tidak berbicara lagi karena tahu bahwa dia tidak bisa membujuk pria berdarah dingin ini.

Pada akhirnya, Shawn naik ke lantai atas, sedangkan Yvonne berbaring lemas di sofa. Melihat Shawn sudah pergi, Leah baru berani menghampiri Yvonne dan bertanya, "Wajahmu sangat pucat, apa kamu sakit?"

Yvonne menggeleng seraya menjawab, "Nggak."

"Kamu belum makan malam, 'kan? Mau makan sesuatu?" tanya Leah lagi.

"Aku mau tidur," balas Yvonne yang benar-benar tidak selera makan. Dia tahu bahwa Shawn masuk ke kamar tidur utama. Jadi, dia lebih memilih untuk tidur di sofa. "Bibi Leah, tolong ambilkan selimut."

Leah bisa melihat bahwa Yvonne sangat lelah. Dia pergi mengambil selimut, lalu menyelimuti Yvonne dengan penuh perhatian dan berkata, "Tidurlah, aku akan memanaskan lauk untukmu. Setelah bangun, kamu bisa memakannya."

Yvonne menatap Leah dengan matanya yang mengantuk. Di vila ini, Leah adalah satu-satunya orang yang memberinya kehangatan. Kemudian, dia berkata dengan serak, "Terima kasih, Bibi Leah."

"Sama-sama," balas Leah seraya tersenyum. Melihat Yvonne perlahan-lahan memejamkan matanya, Leah mematikan lampu yang paling terang dan hanya menyisakan 2 lampu remang-remang.

Yvonne tidur dengan sangat lelap, bahkan masih tidur saat pukul 23.00 lewat. Saat ini, Leah juga sudah tidur.

Shawn yang turun ke lantai bawah untuk mengambil air pun melihat Yvonne tidur di sofa. Selimut tipis yang menutupi tubuh Yvonne terjatuh. Dia menghampiri dan melirik sekilas, tetapi tidak berniat untuk membantu Yvonne.

Ketika Shawn hendak berbalik dan pergi, Yvonne sontak meraih piamanya. Shawn mengenakan piama model kimono. Dengan tarikan yang kuat, tali yang mengikat piamanya pun lepas dan memperlihatkan tubuhnya yang kekar. Shawn benar-benar kesal sehingga berteriak, "Apa yang kamu lakukan?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status