Ketika Silvia menemukan ruang ganti pengantin, waktunya sudah sepuluh menit sebelum upacara dimulai.Melanie sudah siap. Gaun pengantin putihnya dihiasi dengan berlian. Seperangkat perhiasan yang dikenakannya saja berharga 40 miliar."Melly." Mata Silvia memerah seketika. Putrinya akhirnya mencapai kesuksesan. "Selamat ya."Melanie hari ini juga lebih bahagia dari sebelumnya. Dia mengusir semua orang, hanya menyisakan dirinya dan Silvia.Dia menghampiri Silvia dan memeluknya dengan lembut. Tanpa bantuan Silvia, dia tidak akan bisa berada di sini hari ini."Ibu, aku akan menghormatimu dengan baik di masa depan, membelikanmu rumah yang besar, mobil mewah, dan tas-tas bermerek.""Oke, kamu memang anak Ibu yang baik. Nggak sia-sia cinta Ibu untukmu." Silvia terisak kecil. "Ya sudah, waktunya sudah hampir tiba, saatnya keluar."Melanie mengangguk dan ketika dia melepaskan Silvia, dia melihat sebuah bekas di wajah Silvia.Dia melihat lebih dekat dan baru mengenali bahwa itu tampak seperti be
"Bukan urusanmu." Yara berbalik dan hendak pergi.Silvia mencengkeram lengannya. "Kamu tidak boleh pergi ke mana-mana. Kamu nggak diundang di pesta pernikahan Melly.""Lepaskan aku." Yara meronta.Saat itu, waktu yang ditunggu-tunggu pun tiba. Semua orang telah berkumpul di tempat pernikahan. Koridor ini kosong.Silvia semakin berani dan mencengkeram lengan Yara dengan cengkeraman maut. "Kamu ikut denganku, kamu nggak diterima di sini."Dia menyeret Yara pergi."Lepaskan aku, lepas." Yara meronta keras. Dia harus menghentikan pernikahan ini.Silvia tidak menyangka Yara begitu kuat saat dia marah. Dia hampir kehilangan pegangannya.Dia spontan mendapat ide dan berkata, "Bukankah kamu ingin tahu bagaimana Zaina meninggal?"Benar saja, Yara berhenti meronta."Kamu ikut aku, pergi ke ruangan itu. Nanti aku beri tahu." Silvia menunjuk ke sebuah ruang tunggu tak jauh dari situ."Kau benar-benar akan memberi tahu aku?" Yara tampak percaya."Ya, ayo pergi. Nggak enak bicara di sini." Silvia me
"Rara!"Santo membuang muka dengan susah payah. Tatapan mata anak itu membuatnya merasa sangat sesak.Namun, bagaimana mungkin dia, sebagai ayah Melanie, membiarkan seseorang merusak pernikahan putrinya?"Rara, Paman mohon, pergilah!""Cepat!" Silvia mengerahkan sekuat tenaga untuk menyeret Yara, dan dengan kejam mencubit perut Yara keras-keras. "Anjing jalang, jangan mimpi merusak pernikahan Melly!"Yara menangis karena rasa sakitnya, tetapi dia malah semakin tidak ingin menyerah.Dia segera mengambil keputusan dan memelankan suaranya untuk mengingatkan Santo, "Paman, ada sesuatu yang lain yang terjadi di balik kematian Bibi."Apa?Santo seperti disambar petir dan menatap Yara dengan mata terbelalak.Yara melawan Silvia sekuat tenaga dan terus merayu Santo, "Bantu aku, aku akan memberitahumu."Dia tidak bisa berkata banyak pada saat ini, tetapi informasi itu saja sudah cukup untuk membuat jantung Santo berdebar kencang.Benar saja, saat Yara hampir berhasil ditarik, Santo meraih lenga
Yudha akhirnya mengalihkan pandangannya dari Melanie dan menatap pendeta di depannya dan perlahan berkata, "Saya ...""Tunggu!" Suara teriakan yang tiba-tiba itu menarik perhatian semua orang seketika itu juga.Yara melangkah ke arah kedua mempelai pengantin itu. "Yudha, sebelum kamu berjanji, menurutku ada sesuatu yang perlu kamu ketahui."Melanie terkejut dan mengangkat kerudung tipisnya. "Yara? kenapa kamu ada di sini? Apa yang kamu inginkan?"Di tempat duduknya, Agnes menatap dengan tajam. "Ada apa ini? Apa yang diinginkan Yara sekarang?"Dia ingin bangkit dan menghampiri Yara untuk mengusirnya."Bu!" Felix menahannya dan menggeleng. "Biarkan saja dulu."Di sisi lain, wajah Kakek Susilo yang tadinya tanpa ekspresi seketika berubah cerah. "Rara datang untuk menghalangi pernikahan.""Ayah!" Agnes benar-benar tak berdaya."Melanie, apa yang kamu takutkan?" Yara maju selangkah. "Kalau kamu dan Yudha memang benar-benar saling mencintai, kenapa kamu takut dengan kehadiran mantan istrinya
"Apa maksudmu?"Yudha tampak tidak percaya.Namun, Yara tidak menjawab. Dia berbalik dan berjalan keluar pintu."Berhenti!" teriak Yudha. "Apa yang sebenarnya terjadi?"Yara berbalik dan tersenyum padanya. "Kalau kamu ingin tahu yang sebenarnya, ikuti aku.""Yudha!" Melanie menghampiri dan merangkul lengan Yudha. "Jangan percaya, jangan ikut dia."Agnes melihat ada yang tidak beres dan segera berdiri ke depan. "Ada apa Yudha, apa yang ingin kamu lakukan?"Yudha masih sangat terkejut. Dia menoleh ke arah Felix. "Benarkah yang dikatakan Yara? Gadis yang waktu itu benar-benar Yara?"Felix mengangguk.Yudha menatap Melanie dengan tajam. "Kamu menipuku?""Nggak, aku nggak bohong." Melanie berteriak getir. "Yudha, percayalah, aku nggak bohong padamu.""Aku akan menyelesaikan masalah denganmu ketika aku kembali nanti!" Yudha saat ini jelas sudah mempercayai perkataan Yara. Melihat Yara telah membuka pintu, dia segera mengibaskan tangan Melanie dan berlari mengejar."Yudha!""Yudha!"Agnes dan
"Kenapa kamu nggak pernah bilang apa-apa sebelumnya?"Yara mendesah pelan. "Waktu itu, setelah kalian pergi, Silvia dan suaminya memarahiku habis-habisan. Jadi ... kalau boleh memilih, aku lebih ingin melupakan kejadian itu selamanya."Rasa sakit hati muncul dari tatapan terdalam Yudha. "Kenapa?""Kenapa? Kalau ditanya kenapa, mungkin karena rasa benci?" Yara masih tidak melirik ke arah Yudha. "Kalau sudah dibenci, bernapas pun salah.""Yara, tatap mataku," kata Yudha tiba-tiba.Mereka seakan selalu berselisih jalan. Untungnya, kali ini tidak.Yara perlahan-lahan menoleh ke samping. Sebelum dia sempat berbicara, Yudha mencium bibirnya.Ciuman ini terjadi berkali-kali dalam mimpi Yudha. Untuk sesaat, dia kehilangan akal sehatnya.Dia sudah sangat, sangat lama merindukan sensasi rasa ciuman ini.Pikiran Yara kosong sesaat, dan dia mendorong Yudha dengan keras. "Apa yang kamu lakukan?"Yudha mengerutkan keningnya. "Bukankah ini yang kamu inginkan?"Wanita ini datang ke sini khusus untuk m
Begitu Yudha muncul di depan pintu IGD, Silvia menamparnya."Tega-teganya kamu?" Silvia terisak. "Teganya kamu meninggalkan Melanie di upacara pernikahan dan pergi dengan si anjing Yara itu?"Yudha menarik napas panjang dan menahan amarahnya. "Bagaimana keadaannya?""Overdosis Valium." Santo duduk di samping, raut kemarahan terpancar di wajahnya.Dia tidak menyangka akan menjadi seperti ini.Tatapannya tajam ke arah Yudha. "Di mana Yara?""Sudah pulang."Santo bangkit, berniat menemui Yara. Dia harus menanyakan tentang Zaina."Kakak, mau ke mana?" Silvia menghentikannya. "Melly masih kritis di dalam. Mau ke mana kamu sekarang?"Santo mengerutkan kening. "Aku mau pergi telepon.""Dia itu anakmu atau bukan?" Silvia menerjang, memukul dan memaki-maki Santo. "Kalau bukan karena kamu yang membiarkan Yara masuk, mana mungkin semuanya akan jadi seperti ini? Mana mungkin Melly mencoba bunuh diri?"Santo hanya diam, membiarkan Silvia mencakar wajahnya sampai terlihat beberapa bekas merah, tanpa
"Bagaimana mungkin? Tipuan apa yang sedang dia rencanakan? Dia ingin membunuh Melly?"Silvia menggertakkan gigi. "Melly saat itu sangat menderita setelah menyelamatkan kalian, bahkan dokter mengatakan dia nggak akan bisa mengandung."Wanita itu meraih lengan Yudha. "Tahu nggak Melly menderita depresi berat waktu itu? Dia harus selalu minum obat sampai sekarang."Yudha melangkah mundur tidak percaya. Yara membohonginya lagi? Kenapa?"Ada apa? Yara bilang dia menyelamatkanmu dan akan menggunakan ini untuk memaksamu kembali bersamanya?" Silvia bertanya dengan ragu-ragu.Yudha menggeleng. Karena inilah yang tidak dia mengerti, untuk apa Yara melakukan semua ini?Silvia percaya diri. Untungnya Melly anak kesayangannya sangat pintar dan merencanakannya dengan baik.Dia pun menangis tersedu-sedu. "Yudha, buka matamu. Yara sudah bersama Felix, dia melakukan semua ini hanya untuk membalas dendam kepada Melly."Dia lalu menatap Santo. "Dia mungkin akan melakukan sesuatu yang lebih parah untuk me