Rombongan Evolution berangkat menuju Stadion Diponegoro Semarang sekitar pukul setengah satu. Setibanya di sana, keempat personel Evolution langsung menuju ke belakang panggung untuk melakukan serangkaian proses latihan.Seperti biasa, setelah personel Evolution mulai naik ke atas panggung, Dania mulai sibuk mempersiapkan air minum dan segala macam cemilan untuk mereka. Dibantu pihak promotor, Dania akhirnya menyelesaikan semua tugasnya dengan baik. Perempuan itu lalu ikut naik ke atas panggung. Dia mendekati Sisil yang berada di bagian panggung paling belakang.Dania sebenarnya ingin membicarakan apa yang dia lihat di rooftop tadi pagi. Dia penasaran dengan apa yang terjadi pada Zevan. Namun, Dania tak kunjung berbicara karena dia ragu. Alhasil dia hanya memandangi Sisil saja.“Lo kenapa sih ngeliatin gue aja dari tadi?” tanya Sisil karena merasa diperhatikan oleh Dania.“Gue ... gue sebenernya mau ngomong sesuatu sih sama lo,” kata Dania sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal.Si
Endra menatap Rudi dengan tatapan tajam. “Oh iya? Apa kata mereka?”“Mereka sama-sama bilang kalau sering mendengar suara ribut seperti orang sedang cekcok selama penghuni kamar 38 menginap di Bhima, Pak,” kata Rudi.Endra mengambil napas panjang lalu menghembuskannya perlahan. “Jadi kemungkinannya mereka bertengkar lalu sengaja menghancurkan fasilitas hotel kita, gitu?” katanya.Rudi mengangguk. “Kurang-lebih begitu, Pak,” katanya.“Saya mau minta data customer tersebut,” kata Endra.Rudi mengangguk. “Baik, Pak. Mari kita ke resepsionis, Pak,” katanya. Dia lalu mempersilakan Endra dan Karra untuk berjalan keluar dari ruangan.Endra menunggu ketika resepsionis mencari data customer di komputer. Dia mengerutkan kening dan tatapannya semakin tajam saat si resepsionis menunjukkan data customer padanya.“Rupanya mereka orang luar Jawa ya,” kata Endra.“Iya, Pak. Mereka orang jauh memang,” kata Rudi.“Saya mau kamu bikin laporan. Saya nggak mau tau, kasus ini harus dibawa ke jalur hukum. S
Endra sudah terlanjur mabuk dengan aroma melon bercampur feromon yang menguar dari tubuh Dania. Dia bahkan seperti sudah setengah gila. Dia ingin memiliki gadis itu. Dengan intens, dia menaburkan kecupan-kecupan lembut di dada Dania.Namun, pada akhirnya, Endra terpaksa harus menghentikan aksinya, karena Dania mendorongnya dengan paksa bersamaan dengan terdengarnya suara ponsel gadis itu. Saat akhirnya keduanya sama-sama bangkit. Endra masih belum bisa seratus persen mengontrol hasratnya. Dia masih mabuk melihat wajah dan sebagian tubuh bagian atas Dania yang memerah.“Halo, Sil, ada apa?” kata Dania saat menempelkan ponselnya ke telinga.“Lo masih di kamar kan?” tanya Sisil.“Iya,” jawab Dania, “kenapa?”“Lo lihat ada laptop gue nggak di nakas?” tanya Sisil.Perhatian Dania lalu beralih ke nakas. “Oh, iya ada,” katanya, “kenapa?”“Tolong bawain ke kamar Zevan dong,” sahut Sisil. ““Oke ... oke, gue ke sana sekarang,” sahut Dania.“Thanks, gue tunggu ya,” kata Sisil.Dania meletakkan
“S ... sory, kata Dania.” Dia lalu mengambil ponselnya dan kembali lagi ke kamar mandi. Dia tak ingin mengganggu Sisil karena kelihatannya gadis itu masih mengantuk.“Halo, Ta, ada apa?” tanya Dania.“Dan, kok gue pengen nonton konsernya Evolution ya,” kata Rita.Dania membelalakkan mata. “Yang bener lo!” katanya, “ayok dong. Entar sebelum konser lo ke back stage dulu biar bisa ketemu sama gue.”“Iya, niat gue juga gitu. Biar bisa sekalian ketemu sama lo,” sahut Rita.“Rencananya lo mau nonton konser Evolution di mana?” tanya Dania.“Surabaya kayaknya sih. Kemaren pas buat yang di Jogja gue nggak dapet tiketnya,” sahut Rita.“Oke ... oke, gue tunggu ya. See you di Surabaya,” kata Dania. Dia lalu memutus sambungan telepon.Dania lantas iseng mengecek akun Instagramnya. Dia mengecek notifikasi karena ada yang membalas komentarnya. Rupanya Karra membalas komentarnya. Dania tersentil karena gadis itu seolah menegaskan kalau dia lah yang mempunyai lebih banyak waktu dengan Endra.Sebenarny
Endra mengangkat kedua alis. “Masak sih?” katanya.Karra membelalakkan mata. Dia takut salah bicara. Dia lalu meralat ucapannya. “Saya Cuma denger-deger sih, Pak. Pak Endra jangan percaya sama saya takutnya entar jadi fitnah,” kata Karra.Endra lalu tersenyum. “Ya, gue sih percaya nggak percaya. Soalnya kasus skandal kayak gitu sering banget kejadian. Perselingkuhan sesama karyawan. Atasan sama bawahan. Bos sama sekertaris,” kata Endra.Karra terpancing ketika Endra menyebut kata-kata terakhirnya. “Menurut Pak Endra, itu mungkin terjadi di antara kita nggak sih?” ceplosnya.Endra seketika berhenti mengunyah makanan setelah mendengar Karra berkata begitu. Raut wajahny mendadak menjadi serius dan kaku. Mendadak Karra menyesal. Dia takut ucapannya menyinggung perasaan Endra.“Ma ... maaf, Pak Endra. Nggak seharusnya sa ... saya ngomong kayak begitu,” kata Karra.Endra lalu tersenyum. Dia lalu lanjut mengunyah makanannya. “Kenapa harus minta maaf?” katanya setelah menelan. “Gue nggak mara
Dania menghembuskan napas lega setelah keluar dari kamar mandi. Dia berjala cepat lalu menyenggol Sisil yang hendak berjakan masuk ke kamar mandi.“Akhirnya kita liburan, yeay!” katanya.Sisil tertawa. “Dandan yang cantik sana lo,” katanya.“Siap komandan!” kata Dania. Dia lalu mematut bayangannya di cermin.Lokasi wisata yang akan dikunjugi rombongan Evolution kali ini adalah Tebing Breksi dan Hutan Pinus Mangunan.Dari hotel menuju kawasan wisata Tebing Breksi dibutuhkan waktu tempuh sekitar empat puluh menit. Seperti biasa, Dania seketika takjub ketika melihat kawasan wisata itu. Sebelum dekat dengan tebing saja dia sudah dibuat meenganga dengan lukisan naga timbul yang begitu besar di tebing.“Keren banget itu uler yang ada di temboknya, Sil,” kata Dania, “aku mau foto di sana ya entar.”“Iya ... iya,” kata Sisil sambil terus berjalan, “lo belum pernah ke sini ya?”Dania menggeleng.“Gue sih udah dua kali ini. Kalo malem ini, Dan, pemandangannya lebih bagus lagi. Di tebingnya ada
Namun sebelum menutup pintu kamar mandi, Rita dikejutkan dengan kedatangan Fathan ke kamarnya. Laki-laki itu berjalan dengan langkah cepat lalu dengan kasar menyeret Rita dan melemparkan tubuh gadis itu hingga dia terduduk di kloset.“Aduh!” keluh Rita. Pantatnya terasa sakit bukan main, “kamu tuh apa-apaan sih, Yang!”“Ngapain kamu pesen tiket ke Surabaya?!” tanya Fathan. Nada suaranya meninggi, “mau ngelonte di sana hah?”Rita gelagapan. Bukannya dia tak mau bercerita dengan Fathan, hanya saja kalau dia jujur dari awal juga belum tentu dia diizinkan melihat konser Evolution di Surabaya.“A ... aku,” sahut Rita. Tubuhnya gemetar.Fathan mencengkeram dagu Rita. “Apa?!” bentaknya, “ditanya itu jawab jangan aka ... aku ngak jelas!”Rita menelan ludah. Bersamaan dengan itu tetes bening keluar dari kedua matanya.Fathan lalu melayangkan tamparannya ke pipi Rita dengan satu tangannya yang terbebas. “Kalo ditanya itu jawab?!”Tangis Rita semakin parah. “A ... aku mau nonton konser Evolution
Zevan sedikit kaget ketika sampai di Surabaya. Ternyata ibukota provinsi Jawa Timur itu memiliki beberapa kemiripan dengan Jakarta. Terutama dari segi macetnya, panasnya dan pulusinya. Padahal sebelumnya dia pikir kondisi lingkungan di Surabaya akan beda jauh dari Jakarta.Saking panasnya, belum ada setengah hari berada di Surabaya, laki-laki itu sudah mandi dua kali.“Lo bukannya tadi pagi pas nyampe sini udah mandi?” tanya Sisil ketika melihat rambut basah Zevan saat akan berangkat ke Grand City.“Iya mau gimana lagi. Panas banget sih,” kata Zevan.“Iya, ya, ternyata panasnya ngak beda jauh sama Jakarta,” kata Sisil.“Walaupun pas di Semarang kemaren juga panas sih. Tapi di sana macetnya nggak separah di sini. Ini sih udah kayak kakak-adek banget lah sama Jakarta,” kata Zevan.Sisil terkekeh. “Bukan cuma orang ya yang kakak-adek, tapi kota juga,” katanya.Zevan mengangguk. “Semua sudah pada ngumpul kah di bawah?” kata Zevan. Dia lalu mengunci pintu kamarnya.“Udah sih. Tinggal Dania